EIT, jangan berpikir "17+" dulu membaca judul posting ini. Sekilas memang kesannya seperti mengarah-arah ke "suasana ranjang", tapi yakinlah bahwa isi posting ini sangat jauh sekali dengan "bayangan-bayangan menggairahkan" itu. So, dibaca sampai habis ya...
Judul di atas adalah sebuah rumus rahasia yang diberikan guru Bahasa Indonesia saya sewaktu SMP dulu. Rumus apa? Rumus tentang pemakaian kata "di" yang baik dan benar sesuai aturan EYD. Kesannya kok nyeleneh, tapi justru ke-nyeleneh-annya itulah yang membuat saya tetap mengingat lekat rumus sederhana tapi penting ini.
Ya, rumus tersebut sudah lebih dari 15 tahun lamanya tetap lengket dalam kepala saya. Rumus inilah yang menjadi rambu-rambu saat saya kebingungan menggunakan kata "di". Kenapa bisa selengket itu? Pertama, jujur saja, kalimatnya asyik karena nyerempet-nyerempet ke arah "ehem-ehem". Kedua, rumus tersebut simpel tapi jelas sekali membedakan kerancuan pemakaian kata "di" yang biasa kita jumpai.
Saat blogwalking, saya kerap menjumpai posting yang ditulis secara serampangan dari kaidah tata bahasa. Belepotan. Salah satu kesalahan umum yang biasa dijumpai adalah pemakaian kata "di" yang masih salah kaprah. Nah, dengan rumus sederhana yang diberikan guru SMP saya ini, saya yakin Bung sekalian bakal dengan mudah mengingat bagaimana sih si "di" ini seharusnya digunakan.
Dua Jenis Penggunaan "Di"
Ilustrasi: casavina.comSecara simpel dapat diterangkan bahwa kata "di" mempunyai dua fungsi, yakni sebagai kata depan dan awalan. "Di" sebagai kata depan menunjukkan (atau digunakan bersama dengan penunjuk) waktu dan atau tempat. Kalau "di" sebagai awalan menunjukkan (atau digunakan sebelum) kata kerja, biasanya untuk membentuk bentuk pasif. Contoh "di" sebagai kata depan adalah "di makam", sedangkan contoh "di" sebagai awalan adalah "dimakan".
Nah, perbedaan fungsi ini membedakan cara penulisan kata "di" menjadi dua pula. Kata "di" sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya, "di makam" dan bukannya "dimakam". Atau "di sana", bukannya "disana". Sebaliknya, kata "di" sebagai awalan ditulis menyatu dengan kata yang mengikutinya. Contohnya "ditulis", dan bukannya "di tulis". Atau "dijual", bukannya "di jual".
Masih bingung? Kalau begitu ingat-ingat saja rumus ini: "Dicium rapat-rapat, di paha direnggangkan". "Cium" adalah kata kerja. Kata "di" di depannya berfungsi sebagai awalan sehingga penulisannya disambung jadi satu. Sementara itu "paha" adalah kata benda yang menunjukkan tempat sehingga kata "di" di sana berfungsi sebagai kata depan dan penulisannya dipisah.
Bagaimana, masih berpikiran "17+" setelah membaca habis posting ini?
Judul di atas adalah sebuah rumus rahasia yang diberikan guru Bahasa Indonesia saya sewaktu SMP dulu. Rumus apa? Rumus tentang pemakaian kata "di" yang baik dan benar sesuai aturan EYD. Kesannya kok nyeleneh, tapi justru ke-nyeleneh-annya itulah yang membuat saya tetap mengingat lekat rumus sederhana tapi penting ini.
Ya, rumus tersebut sudah lebih dari 15 tahun lamanya tetap lengket dalam kepala saya. Rumus inilah yang menjadi rambu-rambu saat saya kebingungan menggunakan kata "di". Kenapa bisa selengket itu? Pertama, jujur saja, kalimatnya asyik karena nyerempet-nyerempet ke arah "ehem-ehem". Kedua, rumus tersebut simpel tapi jelas sekali membedakan kerancuan pemakaian kata "di" yang biasa kita jumpai.
Saat blogwalking, saya kerap menjumpai posting yang ditulis secara serampangan dari kaidah tata bahasa. Belepotan. Salah satu kesalahan umum yang biasa dijumpai adalah pemakaian kata "di" yang masih salah kaprah. Nah, dengan rumus sederhana yang diberikan guru SMP saya ini, saya yakin Bung sekalian bakal dengan mudah mengingat bagaimana sih si "di" ini seharusnya digunakan.
Dua Jenis Penggunaan "Di"

Nah, perbedaan fungsi ini membedakan cara penulisan kata "di" menjadi dua pula. Kata "di" sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contohnya, "di makam" dan bukannya "dimakam". Atau "di sana", bukannya "disana". Sebaliknya, kata "di" sebagai awalan ditulis menyatu dengan kata yang mengikutinya. Contohnya "ditulis", dan bukannya "di tulis". Atau "dijual", bukannya "di jual".
Masih bingung? Kalau begitu ingat-ingat saja rumus ini: "Dicium rapat-rapat, di paha direnggangkan". "Cium" adalah kata kerja. Kata "di" di depannya berfungsi sebagai awalan sehingga penulisannya disambung jadi satu. Sementara itu "paha" adalah kata benda yang menunjukkan tempat sehingga kata "di" di sana berfungsi sebagai kata depan dan penulisannya dipisah.
Bagaimana, masih berpikiran "17+" setelah membaca habis posting ini?
Catatan: Posting ini merupakan repost dengan perubahan seperlunya dari artikel saya di situs jurnalis warga Wikimu.com. Artikel aslinya bisa dibaca di sini.