BUNG mungkin sudah tahu kalau saya berjualan uang lama. Usaha jual-beli uang jaman dulu ini sudah saya lakoni sejak pertengahan 2009. Tepatnya setelah saya melakukan liputan soal hobi koleksi uang lama alias numismatik ke sejumlah kolektor top Jogja. Dari liputan, lha kok saya ikut-ikutan kecemplung menjadi kolektor kecil-kecilan, sekaligus juga pedagang kecil-kecilan.
Waktu itu saya buta sama sekali soal uang lama. Tapi saya langsung menemukan chemistry saat mendengarkan cerita Mas Panji Kumala, Pak Sugiarto, serta Pak Whisnu Murti. Ketertarikan pada uang lama semakin bertambah setelah saya menemukan forum numismatis di Kaskus serta membaca-baca sejumlah referensi online. Satu hal yang membuat saya tertarik, mengoleksi uang lama adalah investasi. Tak ubahnya menyimpan emas.
Sarana Investasi Menarik
Begini penjelasan Mas Panji saat saya wawancarai untuk keperluan liputan di Harian Jogja. Kalau kita menabung uang, katakanlah, Rp100.000 di bank, maka 1-2 tahun kemudian nilai uang tersebut justru berkurang. Coba baca ulasan saya berjudul Rajin Menabung Pangkal Kaya? yang membahas soal kerugian menabung di bank. Ringkasnya, uang Rp100.000 tersebut bakal terus tergerus inflasi dan nilainya semakin turun dari waktu ke waktu.
Sekarang coba gunakan uang Rp100.000 itu untuk membeli uang lama pecahan, sebagai contoh saja, Rp10.000 tahun 1985. Waktu saya kecil, ini uang pecahan tertinggi. Cuma orang berduit yang di kantongnya ada lembaran uang Kartini ini. Saat ini harga selembar uang Rp10.000 tahun 1985 berkisar antara Rp25.000-Rp35.000 tergantung kondisinya. Katakanlah kita beli yang kondisi biasa-biasa saja seharga Rp25.000/lembar, maka dengan uang Rp100.000 kita bisa memiliki 4 lembar.
Simpan keempat uang lama tersebut barang 1-2 tahun, maka nilainya bisa dipastikan bertambah. Seberapa banyak? Dalam tempo setahun, bolehlah kita berharap harganya bakal naik Rp5.000/lembar. Memang tak banyak sih, tapi setidaknya kita tak rugi seperti halnya menabung di bank.
Kalau ingin yang return of investment-nya cepat, belikan uang mahar alias uang-uang lama yang biasa digunakan sebagai mas kawin. Asal dapat menemukan pedagang yang pas, kita bisa mendapatkan harga eceran sekitar Rp5.000 hingga Rp12.000/lembar untuk uang lama pecahan Rp1, Rp5, atau Rp10. Di pasaran, selembar Rp1 tahun 1961 paling tidak laku dijual seharga Rp10.000.
Modal Minimal Hasil Maksimal
Saat kembali serius berjualan uang lama awal Januari lalu, modal saya tak sampai Rp150.000. Uang sebesar itu saya belikan uang lama pecahan Rp1 tahun 1961 dan Rp10 tahun 1959 masing-masing 20 lembar. Boleh percaya boleh tidak, akhir bulan itu juga saya bisa mengantongi keuntungan bersih Rp500.000 lebih sedikit. Padahal tak semua barang terjual. Padahal juga saya tak menjual mahal-mahal.
Akhir 2009, saya membeli 3 lembar uang lama pecahan Rp1000 tahun 1952 seharga Rp 1 juta termasuk ongkos kirim. Ketiga lembar uang itu dalam kondisi baik. Pakai hitung-hitungan kasar saja, Rp 1 juta bagi 3 berarti harga per lembar uang itu sekitar Rp340.000. Mahal? Tunggu dulu. Selembar dari ketiga uang itu dibeli seseorang di Surabaya seharga Rp550.000, lalu selembar lagi laku seharga $49.00 di eBay. Waktu itu kurs rupiah masih di angka Rp9.500/dolar. Sisa selembar lagi masih saya simpan, dan konon kini harganya paling tidak Rp600.000.
Saya juga sempat membeli 2 lembar uang Soeharto polymer dengan nomor seri urut seharga hampir Rp200.000. Saya pikir itu terlalu mahal. Nyatanya hanya sekitar 2 pekan kemudian saya bisa menjual kedua lembar uang itu seharga Rp250.000. Keren! Sejak itulah saya semakin meminati sekaligus menikmati berjualan uang lama. Pasalnya, usaha ini sangat pas bagi orang bermodal cekak seperti saya.
Meski bermodal tipis, tapi saya beruntung bisa memiliki nama domain TOP BGT. Nama domain yang sangat membantu saya mengembangkan usaha jual-beli uang lama ini secara online. Yap, saya sangat bersyukur sekali mempunyai uanglama.com. Dengan sewa tak sampai Rp100.000/tahun, saya serasa punya ruko yang sewanya jutaan setahun. Ahamdulillah...
Beberapa pembeli sering menganggap saya kolektor uang lama. Hmmm, padahal sebenarnya saya hanyalah seorang kolekdol. Maksudnya, saya memang mengoleksi uang lama. Tapi kalau ada yang mau membeli ya saya dol (=jual, Jawa) saja. Hahaha...
Waktu itu saya buta sama sekali soal uang lama. Tapi saya langsung menemukan chemistry saat mendengarkan cerita Mas Panji Kumala, Pak Sugiarto, serta Pak Whisnu Murti. Ketertarikan pada uang lama semakin bertambah setelah saya menemukan forum numismatis di Kaskus serta membaca-baca sejumlah referensi online. Satu hal yang membuat saya tertarik, mengoleksi uang lama adalah investasi. Tak ubahnya menyimpan emas.
Sarana Investasi Menarik
Begini penjelasan Mas Panji saat saya wawancarai untuk keperluan liputan di Harian Jogja. Kalau kita menabung uang, katakanlah, Rp100.000 di bank, maka 1-2 tahun kemudian nilai uang tersebut justru berkurang. Coba baca ulasan saya berjudul Rajin Menabung Pangkal Kaya? yang membahas soal kerugian menabung di bank. Ringkasnya, uang Rp100.000 tersebut bakal terus tergerus inflasi dan nilainya semakin turun dari waktu ke waktu.
Sekarang coba gunakan uang Rp100.000 itu untuk membeli uang lama pecahan, sebagai contoh saja, Rp10.000 tahun 1985. Waktu saya kecil, ini uang pecahan tertinggi. Cuma orang berduit yang di kantongnya ada lembaran uang Kartini ini. Saat ini harga selembar uang Rp10.000 tahun 1985 berkisar antara Rp25.000-Rp35.000 tergantung kondisinya. Katakanlah kita beli yang kondisi biasa-biasa saja seharga Rp25.000/lembar, maka dengan uang Rp100.000 kita bisa memiliki 4 lembar.
Simpan keempat uang lama tersebut barang 1-2 tahun, maka nilainya bisa dipastikan bertambah. Seberapa banyak? Dalam tempo setahun, bolehlah kita berharap harganya bakal naik Rp5.000/lembar. Memang tak banyak sih, tapi setidaknya kita tak rugi seperti halnya menabung di bank.
Kalau ingin yang return of investment-nya cepat, belikan uang mahar alias uang-uang lama yang biasa digunakan sebagai mas kawin. Asal dapat menemukan pedagang yang pas, kita bisa mendapatkan harga eceran sekitar Rp5.000 hingga Rp12.000/lembar untuk uang lama pecahan Rp1, Rp5, atau Rp10. Di pasaran, selembar Rp1 tahun 1961 paling tidak laku dijual seharga Rp10.000.
Modal Minimal Hasil Maksimal
Saat kembali serius berjualan uang lama awal Januari lalu, modal saya tak sampai Rp150.000. Uang sebesar itu saya belikan uang lama pecahan Rp1 tahun 1961 dan Rp10 tahun 1959 masing-masing 20 lembar. Boleh percaya boleh tidak, akhir bulan itu juga saya bisa mengantongi keuntungan bersih Rp500.000 lebih sedikit. Padahal tak semua barang terjual. Padahal juga saya tak menjual mahal-mahal.
Akhir 2009, saya membeli 3 lembar uang lama pecahan Rp1000 tahun 1952 seharga Rp 1 juta termasuk ongkos kirim. Ketiga lembar uang itu dalam kondisi baik. Pakai hitung-hitungan kasar saja, Rp 1 juta bagi 3 berarti harga per lembar uang itu sekitar Rp340.000. Mahal? Tunggu dulu. Selembar dari ketiga uang itu dibeli seseorang di Surabaya seharga Rp550.000, lalu selembar lagi laku seharga $49.00 di eBay. Waktu itu kurs rupiah masih di angka Rp9.500/dolar. Sisa selembar lagi masih saya simpan, dan konon kini harganya paling tidak Rp600.000.
Saya juga sempat membeli 2 lembar uang Soeharto polymer dengan nomor seri urut seharga hampir Rp200.000. Saya pikir itu terlalu mahal. Nyatanya hanya sekitar 2 pekan kemudian saya bisa menjual kedua lembar uang itu seharga Rp250.000. Keren! Sejak itulah saya semakin meminati sekaligus menikmati berjualan uang lama. Pasalnya, usaha ini sangat pas bagi orang bermodal cekak seperti saya.
Meski bermodal tipis, tapi saya beruntung bisa memiliki nama domain TOP BGT. Nama domain yang sangat membantu saya mengembangkan usaha jual-beli uang lama ini secara online. Yap, saya sangat bersyukur sekali mempunyai uanglama.com. Dengan sewa tak sampai Rp100.000/tahun, saya serasa punya ruko yang sewanya jutaan setahun. Ahamdulillah...
Beberapa pembeli sering menganggap saya kolektor uang lama. Hmmm, padahal sebenarnya saya hanyalah seorang kolekdol. Maksudnya, saya memang mengoleksi uang lama. Tapi kalau ada yang mau membeli ya saya dol (=jual, Jawa) saja. Hahaha...