Quantcast
Channel: bungeko.com
Viewing all articles
Browse latest Browse all 271

Apa Iya Sih Agama Bikin Indonesia Nggak Maju-Maju?

$
0
0

SATU tautan dibagikan oleh seorang teman Facebook saya di wall-nya. Saya biasanya abai dengan segala macam tautan di Facebook, paling banter sekedar melirik judulnya untuk menerka apa isinya. Jarang sekali sampai mengeklik, berkunjung. Tapi tautan satu ini langsung membuat saya menutup tab Facebook dan berselancar membaca habis isinya.

Judul tulisan yang dibuat Ifandi Khainur Rahim ini sukses menarik perhatian saya. Judul yang bagi saya mengarah pada kesimpulan, atau malah vonis? "Kenapa Agama Bikin Indonesia Gak Maju-maju," tulisnya. Abaikan penulisan "Maju-maju" itu, kita tidak akan membahas tentang EBI di sini. Saya lebih tertarik menanggapi isinya.

Agar bisa nyambung sebaiknya posting tersebut dibaca dulu ya. Tapi singkatnya Irfandi Khainur Rahim yang lebih suka dipanggil Evan ini menyimpulkan agama adalah pangkal masalah yang membuat Indonesia tidak maju. Tulisannya dibuka dengan Abad Kegelapan yang melanda Eropa akibat begitu kolotnya Gereja pada berbagai pemikiran masa itu. Misalnya penangkapan dan dihukumnya Galileo Galilei karena mendukung teori heliosentris Nicolaus Copernicus.

Kita sama tahu Galileo ditangkap dan dipenjara oleh Vatikan setelah menerbitkan buku Dialogo Sopra I Due Massimi Sistemi del Mondo pada tahun 1632. Buku ini membandingkan sistem heliosentris Copernicus dengan teori geosentris Ptolemy. Gereja Katolik masa itu mendukung teori geosentris karena berbagai ayat dalam Alkitab mengisyaratkan demikian.

Galileo tak cuma ditahan fisiknya, tapi juga pemikirannya. Semua karya tulisnya dilarang terbit oleh Vatikan, sedangkan yang sudah beredar tidak boleh digandakan. Berangus habis. Galileo sendiri mati di dalam tahanan.

Harap dicatat, Tahta Suci Vatikan pada masa itu adalah kekuasaan tertinggi yang diakui oleh kerajaan-kerajaan Eropa. Posisi dan kewenangan Paus berada di atas raja-raja Eropa. Begitu berkuasanya. Karenanya kalau Gereja bilang bumi itu datar karena di dalam Alkitab disebutkan demikian, jemaat harus mengimani. Menolak berarti hukuman. (Baca juga: Benarkah Bumi Ini Datar?)

Dan Galileo bukan satu-satunya "korban" sikap represif Gereja di era tersebut. Karenanya Evan mengambil kesimpulan keberadaan Gereja Katolik Roma menghalangi kemajuan bangsa Eropa.

Orangnya, Bukan Agamanya
Evan lalu meloncat ke Indonesia, membandingkan situasi di Indonesia yang "nggak maju-maju" dengan Eropa di Abad Pertengahan. Disebutnya bahwa yang membuat Indonesia terlihat primitif seperti sekarang adalah karena agama. Evan memang tidak menyebutnya secara eksplisit, tapi arahnya sih ke agama Islam yang notabene agama yang ia anut sejak lahir.

Sebagai contoh Evan menyebut fanatisme sempit beberapa kalangan Muslim. Ada yang melarang bergaul dengan orang Kristen, tidak boleh berteman dengan orang Cina karena kafir, tidak boleh mengucapkan selamat Natal, dan tindakan sewenang-wenang beberapa kalangan yang ia tahu merupakan orang-orang beragama.


Lebih konyol lagi ada yang menyebut makan di McDonald sama saja membantu Yahudi. Nonton film Hollywood haram karena merupakan kebudayaan Barat yang kafir. Yang lagi hangat sekarang adalah ribut-ribut larangan memilih Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada DKI Jakarta tahun depan. Alasannya karena Ahok Kristen. Dan, memang, itu semua terjadi di masyarakat kita. Harus diakui ada sebagian Muslim yang berpikiran begitu.

Dari situ Evan lantas menyimpulkan bahwa agama merupakan penyebab Indonesia yang rasis, yang diskriminatif terhadap kaum minoritas. Karenanya jangan satukan agama dengan pemerintahan, dengan pendidikan. Pisahkan! Agama adalah ruang privat, urusan pribadi-pribadi dengan Tuhan. Evan bahkan terang-terangan menyerukan, "ayo jadi sekuler!"

Oke, Evan, Eropa memang kelihatan tambah maju sejak era Renaissance. Petualangan ke Dunia Ketiga dimulai, berbagai penemuan lahir, ilmuwan-ilmuwan bermunculan, pengetahuan berkembang. Eropa bergerak dari agraris menjadi industrialis dengan ditemukannya mesin uap. Dan, Eropa jadi lebih maju dari wilayah lain di dunia.

Satu hal yang lupa ditelaah Evan adalah, orang-orang beragama yang ia sebut di sini sama sekali tidak mewakili agama yang mereka anut. Pun bukan cerminan ajaran agama masing-masing. Gereja Vatikan memang kekuasaan tertinggi dalam struktur Katholik, tapi Paus dan seluruh penghuni Vatikan hanyalah pemeluk Katholik, bukan perwakilan Katholik sebagai agama.

Seorang Muslim juga bukan perwakilan Islam. Bahkan Nabi Muhammad pun tidak bisa disebut sebagai wakil Islam. Ini ajaran, paham, bukan organisasi. Konsekuensinya, kalau ada orang Katholik atau Muslim berbuat di luar nilai-nilai kemanusiaan, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan Katholik dan Islam.

Contoh lain yang mirip kurang-lebih begini. Saya etnis Jawa, tapi apakah saya perwakilan orang Jawa? Tentu tidak. Kalau ada satu orang Jawa berbuat jahat, bisakah kita sebut etnis Jawa itu jahat? Tidak bisa. Yang jahat saya, orangnya. Kebetulan saja saya beretnis Jawa. Kita pasti sepakat ada banyak orang jahat lain yang bukan berasal dari etnis Jawa.

Begitu juga dengan pemeluk Katholik dan pemeluk Islam. Kalau ada di antara mereka yang bertindak sewenang-wenang, rasis, diskriminatif, maka yang jahat adalah orangnya. Sebab agama Katholik mengajarkan kasih sayang pada sesama manusia, sedangkan Rasulullah Muhammad SAW diutus untuk memperbaiki akhlak manusia.

Jadi, kalimat Evan yang mengatakan "Orang-orang seperti ini terlalu fokus untuk beragama yang baik. Sampe lupa gimana caranya jadi manusia yang baik." saya rasa perlu dikoreksi. Kalau orang-orang itu sudah menjalankan agamanya dengan baik, maka ia akan jadi manusia yang baik. Orang-orang beragama yang belum menunjukkan dirinya sebagai manusia yang baik, berarti mereka belum memahami agamanya dan belum beragama dengan baik. Just that simple.


Maju, Berkembang, dan Tetap Agamis
So, benarkah agama yang membuat Indonesia tidak maju-maju? Benarkah agama yang membuat peradaban Eropa tidak berkembang sehingga sempat mengalami Abad Kegelapan? Tidak juga.

Ingat, penjelajahan pelaut-pelaut Eropa ke Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, di bawah restu Gereja Vatikan. Beberapa sumber malah menyebut Gereja yang memerintahkan penjelajahan tersebut sebagai misi gospel, penyebaran agama. Ada pula yang mengatakan Gereja-lah yang membagi Spanyol harus ke mana, Portugal ke mana, Belanda ke sana, dan Inggris ke sini.

Yang menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Abad Pertengahan adalah oknum-oknum Gereja. Oknum-oknum inilah yang memanfaatkan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg untuk mencetak surat pengakuan dosa dan mengomersilkannya. Pada merekalah mustinya tudingan diacungkan, bukan Katholik-nya. Ini yang dilakukan Martin Luther dengan mengajukan 95 tuntutan. Beberapa di antaranya mempertanyakan kekuasaan tak terbatas Paus, serta dugaan terjadinya nepotisme dan korupsi di dalam Gereja.

Yang dituntut Martin Luther waktu itu adalah Paus dan pejabat-pejabat Gereja, bukan Katholik. Meski kemudian lahir Kristen Protestan, mereka hanya tak mengakui kekuasaan Paus dan Gereja Vatikan. Bukankah Martin Luther dan pengikutnya tetap mengimani Allah, Yesus, Bunda Maria, dan Roh Kudus?

Dalam sejarah Islam, kebudayaan dan pemikiran Muslim berkembang sangat baik di era kekhalifahan. Ilmuwan-ilmuwan Muslim lahir di masa Dinasti Ummayah dan Abbasyiah, lalu berlanjut hingga ke Kekhalifahan Utsmaniyah. Saat kekuasaan Islam menguasai Andalusia, misalnya, wilayah ini diubah jadi tempat paling maju dan paling berperadaban di daratan Eropa.

Apakah ilmuwan Muslim itu mengabaikan agama? Tidak. Ilmuwan seperti Al-Biruni menelaah ayat-ayat al-Qur'an tentang alam semesta untuk menulis karya-karyanya. Demikian pula Ibnu Sina yang tak melepaskan dirinya dari al-Qur'an saat menulis kitab-kitab kesehatan serta beberapa karya di bidang astronomi dan astrologi. Sebutkan nama lebih banyak, dan mereka lahir di era di mana kekuasaan Islam tengah berjaya. Di masa ajaran al-Qur'an ditegakkan!

Jangan tanya soal toleransi di masa itu. Sejak era Rasulullah etika berperang kaum Muslim sudah digariskan. Salah satu larangannya adalah merusak rumah ibadah. Garis bawahi ini, dilarang merusak rumah ibadah. Tidak disebut apakah itu gereja, sinagog, atau kuil pagan. Malah khalifah-khalifah Islam melindungi kaum Kristen, Yahudi, juga penganut paganisme yang berada di wilayah kekuasaannya.

Oya, ada seorang komposer terkenal era Turki Utsmani yang musiknya sampai kini masih dinikmati dan dibanggakan orang Turki. Namanya Dimitri Kantemiroglu, terlahir sebagai Dmitri Konstantinovich Kantemir. Tak cuma komposer, ia juga musisi, sejarahwan, ahli bahasa dan filosof. Dan, benar, Kantemiroglu seorang nonmuslim.


Maju ke jaman sekarang, Brunei Darussalam adalah satu contoh bagaimana sebuah negara maju yang bersendikan Islam. Atau setidak-tidaknya kita sebutlah negara sejahtera. Sultan Hassanah Bolkiah menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pemerintahannya. Lalu sejak pertengahan 2014 syariat Islam diberlakukan sebagai hukum pidana di Brunei.

Jangan lupakan Malaysia, tetangga kita paling dekat. Negara ini merupakan sebuah federasi terdiri dari 10 Kesultanan Islam di Semenanjung Malaya dan Pulau Borneo, plus satu wilayah khusus federal. Berbeda dengan Indonesia yang sama-sama berwarga mayoritas Muslim, Islam adalah agama resmi di Malaysia. Padahal Muslim di negara ini hanya di kisaran angka 65%.

Soal penerapan hukum Islam, Indonesia bukan apa-apanya dibanding Malaysia. Di Negeri Jiran, etnis Melayu tidak boleh keluar dari Islam. Ini merupakan penerapan larangan murtad dalam Islam, dan pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kemurtadan umatnya. Warung makan boleh buka di siang hari saat Ramadhan, tapi Muslim dilarang membeli makanan-minuman selama bulan puasa.

Cobalah melancong ke Malaysia saat bulan puasa, lalu mampir ke warung makan. Pelayan tak akan mau melayani kalau tahu kita Muslim, sebab penjara jadi hukumannya baik bagi si Muslim maupun pelayan yang melayani. Ini juga bentuk penerapan syariat Islam di mana pemimpin berkewajiban menjaga agar umatnya mematuhi perintah Allah.

Oya, kalau Indonesia baru saja selesai dengan soal seragam syar'i bagi tentara dan anggota polisi wanita, beberapa negara bagian di Malaysia sudah sejak lama mewajibkan nonmuslim mengenakan hijab di tempat umum lho. Catat, mewajibkan nonmuslim berhijab. Di sini, ada Perda larangan miras saja kita sudah ribut soal HAM.

Menariknya lagi, Evan mengatakan Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki Kementerian Agama. Saya ingat ada satu orang lagi yang pernah mengatakan demikian pada saya. Tapi hanya karena banyak yang mengatakan negara lain tak punya Kementerian Agama, bukan berarti itu fakta. Yang benar adalah, tak banyak negara di dunia yang memiliki Kementerian Agama.

Malaysia punya Jabatan Kemajuan Islam (Jakim) yang dalam bahasa Inggris namanya Department of Islamic Development, pejabatnya setara menteri. Aljazair, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, dan Tunisia punya Kementerian Agama yang nama resminya dalam bahasa Inggris adalah Ministry of Religious Affairs.

Di Eropa yang terkenal liberal dan sekular pun ada beberapa jabatan Menteri Agama. Contohnya Prancis yang punya Minister of Worship atau Minister of Public Worship. Di Serbia ada Minister of Religion, di Yunani ada Minister of Education and Religious Affairs. Israel tak mau ketinggalan. Di negara Yahudi ini ada Ministry of Religious Services of Israel atau dalam bahasa Ibrani bernama HaMisrad leSherutay Dat (המשרד לשירותי דת‎‎). Nama menterinya saat ini Chaim Yosef David Azulai.

Ah, rasanya sudah terlalu panjang saya berpendapat dan menuliskan rangkuman fakta. Tujuannya hanya satu, sekedar pengingat supaya janganlah kita gampang mendiskreditkan Islam (atau agama apapun) hanya karena eneg dengan ulah segelintir pemeluknya. Indonesia tidak maju-maju bukan karena agama, tapi karena kita lupa menerapkannya dengan baik.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 271

Trending Articles