"MAMPIRLAH sekalian ke Pangkalpinang, Ko. Kito jalan-jalan di sini," undang Ryan begitu tahu saya akan ke Palembang, pertengahan Mei lalu. Undangan yang menarik sebenarnya. Sayang sekali saya harus mengikuti agenda yang telah ditentukan pihak pengundang, sehingga tak bisa menyempatkan waktu mampir ke sana-sini. "Sori nian, Yan. Kagek lain kalilah aku mampir," balas saya.
Ryan yang nama lengkapnya Novrian Saputra adalah teman SMA saya di Muara Bulian, Jambi. Ia sebenarnya adik kelas, namun kami satu grup di band sekolah. Dia vokalis, saya gitaris. Kontrakan saya dekat sekali dengan rumahnya, jadi kami sangat akrab karena setiap hari bermain bersama. Saya juga kenal dengan saudara-saudaranya, dan beberapa kali bertemu dengan bapak-ibunya.
Selepas SMA saya tak lagi mendengar kabar Ryan. Kami hilang kontak selama belasan tahun, sampai kemudian Facebook mempertemukan kami. Rupanya ia balik kampung ke Pulau Bangka, dan kini menjadi wakil ketua KPID setempat. Hubungan kami semakin intens semenjak Dodi Rozano yang ternyata adiknya menjadi kontestan The Voice Indonesia.
Awalnya saya tidak hirau sama sekali dengan acara The Voice Indonesia ini. Sampai suatu ketika status Ryan di Facebook membuat sikap saya berubah. Ryan rajin sekali menggalang dukungan untuk Dodi, membuat saya ikut-ikutan memberi support via media sosial.
Aih, Dodi yang itukah? Batin saya sembari mengingat-ingat masa lalu di Muara Bulian.
Semasa kami di Muara Bulian, Dodi masih sangat kecil. Kalau tak salah usianya kisaran 4-5 tahun. Yang jelas dia belum sekolah waktu itu. Dodi kecil sering saya lihat tengah bermain-main bersama teman-temannya di halaman rumah.
(Baca kisah lengkapnya di posting Sekelumit Kenangan bersama Dodi Rozano).
Berawal dari Timah
Dari Ryan-lah saya pertama kali mengenal Pulau Bangka, utamanya Kota Pangkalpinang. Ia sering bercerita tentang timah yang sempat jadi komoditas andalan daerah ini. Komoditas yang menjadi akar sejarah terbentuknya Kota Pangkalpinang.
Timah di Pulau Bangka sudah dieksplorasi sejak abad ke-16. Jauh sebelum bangsa Eropa mendarat di Nusantara, kongsi-kongsi asal Tiongkok sudah melakukan penambangan timah dengan seijin Sultan Palembang. Konon, timah Bangka memiliki kualitas sangat baik sehingga diminati dunia. Inilah yang mendorong Belanda menguasai Bangka.
Eksplorasi awal oleh bangsa Belanda dilakukan pada tahun 1710, dengan Muntok menjadi pusat kendali aktivitas pertambangan dan pengolahan timah.
Ketika Inggris berkuasa di Bangka, tahun 1813 East India Company menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu dari tujuh distrik eksplorasi timah. Enam distrik lainnya adalah Merawang, Toboali, Jebus, Klabat, Sungailiat, dan Belinyu. Sejak itulah Pangkalpinang dijuluki Kota Timah dan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Lalu Belanda kembali berkuasa di Nusantara. Pangkalpinang dijadikan basis militer untuk menumpas perlawanan rakyat Bangka. Tahun 1913, pemerintahan kolonial Belanda memindahkan ibukota Karesidenan Bangka dari Muntok ke Pangkalpinang. Perpindahan tersebut disebabkan oleh temuan deposit timah nan melimpah di kawasan timur Bangka.
Di masa kemerdekaan, status Pangkalpinang terus berubah dari kota kecil pada tahun 1956, menjadi kotapraja dua tahun berselang, lalu berubah lagi menjadi kotamadya (1965), kotamadya daerah tingkat II (1974), sampai akhirnya ditetapkan sebagai Daerah Otonom Kota Pangkalpinang di tahun 1999.
Keberadaan Museum Timah di Pangkalpinang semakin menegaskan bahwa terbentuknya kota ini berawal dari timah. Di tempat inilah tersimpan sejarah panjang pertambangan timah sejak jaman kolonial Belanda. Benda-benda koleksi terkait aktivitas pertambangan juga ditampilkan. Mulai dari peralatan tambang jaman dulu, sampai produk-produk kerajinan berbahan timah.
Ada pula manuskrip awal penulisan sejarah Bangka. Museum juga dilengkapi dengan diorama dan lukisan-lukisan yang menggambarkan aktivitas pertambangan di jaman Belanda hingga masa modern.
Hobi selfie? Tenang, ada banyak spot menarik untuk narsis di Museum Timah. Terdapat beberapa diorama berukuran besar yang cocok dijadikan latar belakang foto. Atau bisa juga berfoto di depan lukisan besar yang menggambarkan suasana pertambangan jaman kolonial. Di bagian luar, ada lokomotif hitam di halaman depan museum yang tak kalah menarik.
Oya, Museum Timah ini merupakan satu-satunya museum tentang timah di Asia. Beberapa sumber bahkan menyebut satu-satunya di dunia. Yang pasti, bangunan buatan Belanda ini saksi kunci sejarah berdirinya Republik Indonesia. Di gedung inilah delegasi RI berunding dengan delegasi Kerajaan Belanda berkat mediasi Komisi Tiga Negara (KTN). Hasilnya adalah Perjanjian Roem-Roijen yang diteken di Jakarta pada 7 Mei 1949.
Museum Timah tak cuma didatangi oleh wisatawan lokal lho. Banyak turis asal Belanda yang berkunjung ke tempat ini karena alasan asal-usul. Ada yang nenek moyangnya pernah bekerja di perusahaan timah di Bangka, beberapa lainnya malah lahir di Bangka sebelum dibawa pulang ke Belanda.
Selain Museum Timah, turis-turis Belanda tersebut biasanya mendatangi kerkhof atau pemakaman Belanda yang terletak sekitar 2 km di selatan museum. Di sini terdapat sekitar 102 makam, sebagian besar dalam kondisi rusak. Menurut pemetaan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi dan Balai Arkeologi Palembang, makam tertua berangka tahun 1800 dan yang termuda berangka tahun 1954.
Meski disebut makam Belanda, atau Pendem Belanda oleh penduduk setempat, tak semua yang dimakamkan di kerkhof ini orang Belanda. Data BP3 Jambi menyebutkan, dari sekian nisan yang bisa terbaca 25 buah diantaranya berbahasa Belanda, 10 berbahasa Jepang, dan 3 berbahasa Indonesia.
Sama halnya Museum Timah, keberadaan kerkhof di Jalan Hormen Maddati ini menjadi bukti peran strategis Pangkalpinang di masa lalu.
Bangka Botanical Garden
Masifnya aktivitas tambang timah di Bangka membuat beberapa bagian lahan di wilayah ini mengalami kerusakan parah. Kalau kita naik pesawat dan mendekati Bandara Depati Amir, terlihat bentangan alam berupa padang gersang dengan beberapa lubang besar. Tanaman sulit tumbuh akibat parahnya kerusakan tanah yang terjadi.
Sebagai bentuk kepedulian, sebuah perusahaan pertambangan timah bernama PT Dona Kembara Jaya melakukan gerakan pemulihan lahan tambang di kawasan Ketapang, Kota Pangkalpinang. Kegiatan ini diawali sejak tahun 2006, di atas lahan seluas 200 hektar.
Awalnya lokasi ini hanya untuk menanam bibit-bibit pohon yang akan dipakai mereklamasi lahan bekas tambang. Belakangan, pengelola kawasan kemudian mengembangkan lahan sebagai kompleks agrowisata terpadu. Di sini juga terdapat peternakan dan perikanan.
Lalu diperkenalkanlah Bangka Botanical Garden (BBG) sebagai destinasi wisata baru di Kota Pangkalpinang. Lahan yang dulunya rusak parah penuh lubang telah berubah menjadi kebun luas yang menyejukkan. Tempat ini segera saja menjadi favorit bagi pengunjung yang ingin merasakan ketenangan di tengah-tengah kehijauan pepohonan nan asri.
Begitu masuk ke area BBG, pengunjung disambut oleh deretan pohon cemara roro yang berjajar di kiri-kanan jalan tanah. Lebih ke dalam lagi terdapat rumah-rumah panggung berbahan kayu. Di sekitar rumah terdapat beberapa kolam berisi ikan nila, ikan mas, mujair, patin, dan kepiting.
Di bagian lain terdapat kebun buah naga. Di sini pengunjung dapat memetik buah naga yang matang langsung dari pohonnya. Mau dimakan di tempat juga boleh lho. Ada pula pohon kurma yang tumbuh subur dengan dahan-dahan menghijau. Jika sedang panen bayam, pengunjung juga boleh membeli sayur-sayuran segar tersebut untuk dibawa pulang.
Rekreasi di Bangka Botanical Garden kian lengkap dengan keberadaan kuda. Pengunjung dipersilakan menaiki kuda-kuda ini untuk mengelilingi area kebun. Pengelola menyiapkan pemandu yang siap membantu pengunjung mengendarai kuda.
Hewan lain yang dipelihara di di sini adalah sapi. Sapi jenis Friesland Holstein asli Belanda jadi populasi terbanyak. Sapi-sapi ini dibudi-dayakan sebab dikenal dapat menghasilkan susu terbaik. Pengunjung dapat menyaksikan proses pemerahan susu. Dan pada momen-momen tertentu susu-susu ini dibagikan secara gratis.
Berita baiknya, pengelola Bangka Botanical Garden tak mengutip bayaran sepeser pun pada pengunjung. Artinya, kita bisa menikmati seluruh kawasan agrowisata ini tanpa biaya. Wow!
Pantai-Pantai nan Indah
Pangkalpinang tak cuma soal timah. Penyuka keindahan alam bakal sangat dimanjakan dengan begitu banyaknya wisata pantai di kota ini. Kalau kalian pernah dibuat terpukau oleh Pantai Tanjung Tinggi dengan batu-batu granitnya dalam film Laskar Pelangi, pantai serupa itu dapat ditemui di Pangkalpinang.
Bersebelahan dengan Bangka Botanical Garden terdapat Pantai Pasir Padi. Di sini kita dapat melihat batu-batu granit nan eksotis di pantai. Ya, mirip seperti di Pantai Tanjung Tinggi yang jadi lokasi syuting Laskar Pelangi itu. Hanya ukuran batu-batunya lebih kecil.
Keunikan Pasir Pantai Padi terletak pada bentuk pasirnya. Tentu bukan tanpa alasan pantai ini dinamai Pasir Padi. Bentuk pasirnya memang seperti bulir-bulir padi yang panjang. Ini disebabkan kandungan pasir timah yang terdapat di pantai. Karenanya pasir di pantai ini lebih padat dari pantai-pantai biasanya sehingga nyaman untuk berjalan kaki, juga bisa dilalui kendaraan.
Selain menikmati pasirnya yang unik, pantainya yang landai, serta birunya air laut, pengunjung Pantai Pasir Padi dapat menyeberang ke sebuah pulau kecil nan indah bernama Pulau Punai. Pulau ini terbentuk dari bebatuan dan karang, berjarak sejauh kurang-lebih 200 meter dari bibir pantai. Jika air laut surut, kita dapat menyeberang ke Pulau Punai dengan berjalan kaki.
Yang menarik, Pemerintah Kota Pangkalpinang tengah merancang megaproyek bernama Pangkalpinang Waterfront City di Pantai Pasir Padi. Kelak, di seberang pantai bakal terdapat sebuah kota di atas daratan buatan seluas 1.700 hektar. Proyek bernilai Rp 2 triliun ini digagas sejak 2006, dan hingga kini terus digodog realisasinya.
Pasir Padi terletak sangat dekat dari Kota Pangkalpinang. Kira-kira berjarak 8 km dari pusat kota. Jadi, tidak sah mengunjungi Pangkalpinang kalau tidak main air laut di pantai ini.
Agak jauh dari kota, ada Pantai Sampur atau Pantai Samfur. Ciri khas pantai satu ini adalah keberadaan kelenteng Dewi Kwan Im, lengkap dengan patung besar sang dewi di salah satu bagian kelenteng. Kelenteng ini milik seorang tabib keturunan Tionghoa. Terdapat satu ruangan khusus pengobatan di mana sang tabib menjalankan praktik.
Satu lagi pantai di Pangkalpinang dengan ciri khas menarik adalah Pantai Tapak Antu atau Pantai Tapak Hantu. Disebut demikian karena pada bebatuan di pantai terdapat lubang-lubang berbentuk jejak kaki. Seperti jejak kaki manusia, namun berukuran lebih panjang. Penduduk setempat mempercayai bahwa lubang-lubang tersebut merupakan jejak kaki hantu. Karenanya dinamai Pantai Tapak Antu.
Tapi ada pula warga yang menamai pantai ini sebagai Pantai Tapak Dewa atau Pantai Telapak Kaki Dewa. Sebenarnya, secara administratif pantai ini berada di Desa Batu Berlubang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah. Namun jaraknya sangat dekat dengan Kota Pangkalpinang. Jika ditarik garis lurus, Pantai Tapak Antu hanya berjarak 6 km dari Bandara Depati Amir.
Cheng Beng dan Jl. Tony Wen
Tidak lengkap rasanya membahas Pangkalpinang tanpa menyinggung komunitas Tionghoa. Kota ini sudah lekat sekali dengan etnis Tionghoa. Kita akan dengan mudah menemukan kelenteng saat berjalan-jalan menyusuri kota. Salah satunya Kelenteng Kwan Tie Miaw, kelenteng tertua di Pangkalpinang dan Pulau Bangka.
Lalu ada Pemakaman Sentosa atau Tjung Hoa Kung Mu Yen, sebuah pekuburan seluas 19.945 meter persegi. Menjadikan kompleks pemakaman ini sebagai pemakaman Tionghoa terbesar se-Asia Tenggara. Di sinilah setiap tahun diadakan tradisi Qingming, atau Cheng Beng dalam dialek etnis Hokkian yang banyak terdapat di Pangkalpinang.
Tradisi Cheng Beng menjadi highlight budaya Tionghoa di Pangkalpinang, dan Pulau Bangka pada umumnya. Dalam perayaan tahunan ini warga etnis Tionghoa asal Bangka yang merantau ke luar daerah ramai-ramai mudik. Tujuan mereka hanya satu: ziarah kubur. Cheng Beng sendiri bermakna "bersih-bersih kubur" sehingga dalam tradisi ini Pemakaman Sentosa jadi ramai luar biasa.
Konon, orang Tionghoa sudah masuk ke Pulau Bangka sejak ekspedisi Laksmana Cheng Ho di tahun 1405. Pembukaan tambang timah pada abad itu mendorong laju imigrasi tenaga-tenaga tambang asal Tiongkok. Sultan Palembang disebutkan sengaja mengimpor tenaga kerja asal suku Kejian karena keahlian mereka dalam pertambangan.
Ketika Belanda menguasai Bangka, tenaga kerja Tiongkok tetap jadi pilihan utama. Populasi etnis Tionghoa di Pulau Bangka semakin meningkat dari waktu ke waktu, sehingga mengimbangi jumlah penduduk asli Melayu. Kemudian terjadi percampuran ketika pekerja asal Tiongkok menikahi wanita-wanita pribumi.
Pengaruh Tionghoa dalam pertambangan timah di Bangka dapat dilihat dari istilah-istilah tambang yang masih umum dipakai. Ambil contoh kata ciam atau jiam dalam dialek Mandarin yang berarti pengebor. Untuk menyebut pengayak pasir timah masih digunakan kata sakan, dan lubang tambang besar disebut kolong.
Di pusat kota Pangkalpinang terdapat sebuah rumah kayu antik berusia 150 tahun, peninggalan seorang Kapitein Tionghoa bernama Lay Nam Chen. Rumah tersebut kini dihuni oleh Hongky Lay Listiyadhi, ketua Badan Warisan Bangka (Bangka Heritage Society) yang merupakan keturunan keempat sang kapiten.
Rumah-rumah antik khas Tionghoa seperti itu masih banyak ditemui di berbagai sudut Pangkalpinang. Pakemnya selalu sama, yakni sebuah rumah induk dilengkapi halaman tengah dan bagian belakang yang luas.
Jika kita berjalan-jalan di pusat Kota Pangkalpinang, maka kita akan menemui seruas jalan bernama Jl. Tony Wen. Dulu jalan tersebut dikenal sebagai Jl. Melintas. Berbarengan dengan pemberian nama tokoh perjuangan lokal Depati Amir pada bandara, nama Tony Wen pun disematkan pada Jl. Melintas.
Siapa sih Tony Wen? Nama aslinya Boen Kim To. Ia adalah putera seorang pegawai tinggi di Bangka Biliton Tin Maatschapij, perusahaan tambang timah milik Belanda. Hidup dalam keluarga berada, Tony Wen memilih ikut berjuang dalam revolusi kemerdekaan RI. Di masa itu ia berjasa menyelundupkan senjata dari Singapura untuk laskar prorepublik di Indonesia.
Sewaktu Bung Karno diasingkan ke Bangka, keluarga Tony Wen-lah yang mencukupi kebutuhan sang presiden. Di era kemerdekaan, ia sempat ditunjuk sebagai anggota Komite Olimpiade Indonesia dan pengurus PSSI. Tony Wen juga pernah menjadi anggota DPR sebagai wakil Partai Nasional Indonesia (PNI).
Tradisi Cheng Beng, rumah antik khas Tionghoa di pusat kota, serta Jl. Tony Wen hanyalah sedikit bukti dari begitu lekatnya budaya dan pengaruh Tionghoa pada Kota Pangkalpinang.
*****
Sebenarnya mudah saja bagi saya untuk memenuhi undangan Ryan medio Mei lalu. Saya sudah berada di Palembang. Dari kota tersebut ada penerbangan langsung ke Pangkalpinang setiap hari. Ada pula kapal cepat dari Pelabuhan Boom Baru menuju ke Pelabuhan Muntok. Sayang disayang, waktu itu saya sudah terlanjur dibelikan tiket Palembang-Jakarta.
Keinginan mengunjungi Pangkalpinang kembali muncul saat Dodi Rozano masih bertahan di The Voice Indonesia. Saya ingin menyaksikan kasinya di atas panggung secara langsung, bukan di layar televisi atau melalui YouTube. Lagi-lagi keinginan ini gagal terwujud karena satu dan lain hal.
Hmmm, mudah-mudahan saja ada jalan lain yang mengantar saya ke Pangkalpinang. Reuni dengan Ryan bakal jadi agenda utama saya. Kami sudah tak bertemu sejak tahun 2000, alias 16 tahun lamanya! Lalu menyaksikan performa Dodi Rozano bersama Pesirah Band harus masuk daftar.
Dan tak ketinggalan tentu saja mengunjungi pantai-pantai indah yang ada di kota ini, masuk ke Museum Timah, mencicipi martabak manis khas Bangka, syukur-syukur bisa menyaksikan kemeriahan Cheng Beng.
Allahumma amin...
Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba Menulis #PesonaPangkalpinang.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pangkal_Pinang
http://jelajahsitus.blogspot.co.id/2009/02/makam-belanda-kerkhof-di-kota.html
http://www.tribunnews.com/travel/2015/07/15/bangka-botanical-garden-menikmati-agrowisata-sambil-berkuda
http://travel.detik.com/read/2013/12/02/182300/2423090/1025/bangka-botanical-garden-oase-tersembunyi-di-pulau-bangka
http://bangkabotanicalgarden.com/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pantai_Pasir_Padi
http://bangka.tribunnews.com/2012/06/17/water-front-city-pasir-padi-tak-lama-lagi
http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/pangkalpinang/23775/sopian-:-wfc-tetap-dilaksanakan.html
http://www.thearoengbinangproject.com/kelenteng-dewi-kwan-im-bangka/
http://bangka.tribunnews.com/2016/01/17/di-pantai-ini-terdapat-telapak-kaki-hantu
https://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Qingming
http://jelajahsitus.blogspot.co.id/2009/02/makam-belanda-kerkhof-di-kota.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Tony_Wen
http://www.sejarawan.com/292-tony-wen-pahlawan-nasional-yang-terlupakan.html
Ryan yang nama lengkapnya Novrian Saputra adalah teman SMA saya di Muara Bulian, Jambi. Ia sebenarnya adik kelas, namun kami satu grup di band sekolah. Dia vokalis, saya gitaris. Kontrakan saya dekat sekali dengan rumahnya, jadi kami sangat akrab karena setiap hari bermain bersama. Saya juga kenal dengan saudara-saudaranya, dan beberapa kali bertemu dengan bapak-ibunya.
Selepas SMA saya tak lagi mendengar kabar Ryan. Kami hilang kontak selama belasan tahun, sampai kemudian Facebook mempertemukan kami. Rupanya ia balik kampung ke Pulau Bangka, dan kini menjadi wakil ketua KPID setempat. Hubungan kami semakin intens semenjak Dodi Rozano yang ternyata adiknya menjadi kontestan The Voice Indonesia.
Awalnya saya tidak hirau sama sekali dengan acara The Voice Indonesia ini. Sampai suatu ketika status Ryan di Facebook membuat sikap saya berubah. Ryan rajin sekali menggalang dukungan untuk Dodi, membuat saya ikut-ikutan memberi support via media sosial.
Aih, Dodi yang itukah? Batin saya sembari mengingat-ingat masa lalu di Muara Bulian.
Semasa kami di Muara Bulian, Dodi masih sangat kecil. Kalau tak salah usianya kisaran 4-5 tahun. Yang jelas dia belum sekolah waktu itu. Dodi kecil sering saya lihat tengah bermain-main bersama teman-temannya di halaman rumah.
(Baca kisah lengkapnya di posting Sekelumit Kenangan bersama Dodi Rozano).
Image may be NSFW.
Clik here to view.
Clik here to view.

Berawal dari Timah
Dari Ryan-lah saya pertama kali mengenal Pulau Bangka, utamanya Kota Pangkalpinang. Ia sering bercerita tentang timah yang sempat jadi komoditas andalan daerah ini. Komoditas yang menjadi akar sejarah terbentuknya Kota Pangkalpinang.
Timah di Pulau Bangka sudah dieksplorasi sejak abad ke-16. Jauh sebelum bangsa Eropa mendarat di Nusantara, kongsi-kongsi asal Tiongkok sudah melakukan penambangan timah dengan seijin Sultan Palembang. Konon, timah Bangka memiliki kualitas sangat baik sehingga diminati dunia. Inilah yang mendorong Belanda menguasai Bangka.
Eksplorasi awal oleh bangsa Belanda dilakukan pada tahun 1710, dengan Muntok menjadi pusat kendali aktivitas pertambangan dan pengolahan timah.
Ketika Inggris berkuasa di Bangka, tahun 1813 East India Company menjadikan Pangkalpinang sebagai salah satu dari tujuh distrik eksplorasi timah. Enam distrik lainnya adalah Merawang, Toboali, Jebus, Klabat, Sungailiat, dan Belinyu. Sejak itulah Pangkalpinang dijuluki Kota Timah dan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Lalu Belanda kembali berkuasa di Nusantara. Pangkalpinang dijadikan basis militer untuk menumpas perlawanan rakyat Bangka. Tahun 1913, pemerintahan kolonial Belanda memindahkan ibukota Karesidenan Bangka dari Muntok ke Pangkalpinang. Perpindahan tersebut disebabkan oleh temuan deposit timah nan melimpah di kawasan timur Bangka.
Di masa kemerdekaan, status Pangkalpinang terus berubah dari kota kecil pada tahun 1956, menjadi kotapraja dua tahun berselang, lalu berubah lagi menjadi kotamadya (1965), kotamadya daerah tingkat II (1974), sampai akhirnya ditetapkan sebagai Daerah Otonom Kota Pangkalpinang di tahun 1999.
Keberadaan Museum Timah di Pangkalpinang semakin menegaskan bahwa terbentuknya kota ini berawal dari timah. Di tempat inilah tersimpan sejarah panjang pertambangan timah sejak jaman kolonial Belanda. Benda-benda koleksi terkait aktivitas pertambangan juga ditampilkan. Mulai dari peralatan tambang jaman dulu, sampai produk-produk kerajinan berbahan timah.
Ada pula manuskrip awal penulisan sejarah Bangka. Museum juga dilengkapi dengan diorama dan lukisan-lukisan yang menggambarkan aktivitas pertambangan di jaman Belanda hingga masa modern.
Image may be NSFW.
Clik here to view.
Clik here to view.

Hobi selfie? Tenang, ada banyak spot menarik untuk narsis di Museum Timah. Terdapat beberapa diorama berukuran besar yang cocok dijadikan latar belakang foto. Atau bisa juga berfoto di depan lukisan besar yang menggambarkan suasana pertambangan jaman kolonial. Di bagian luar, ada lokomotif hitam di halaman depan museum yang tak kalah menarik.
Oya, Museum Timah ini merupakan satu-satunya museum tentang timah di Asia. Beberapa sumber bahkan menyebut satu-satunya di dunia. Yang pasti, bangunan buatan Belanda ini saksi kunci sejarah berdirinya Republik Indonesia. Di gedung inilah delegasi RI berunding dengan delegasi Kerajaan Belanda berkat mediasi Komisi Tiga Negara (KTN). Hasilnya adalah Perjanjian Roem-Roijen yang diteken di Jakarta pada 7 Mei 1949.
Museum Timah tak cuma didatangi oleh wisatawan lokal lho. Banyak turis asal Belanda yang berkunjung ke tempat ini karena alasan asal-usul. Ada yang nenek moyangnya pernah bekerja di perusahaan timah di Bangka, beberapa lainnya malah lahir di Bangka sebelum dibawa pulang ke Belanda.
Selain Museum Timah, turis-turis Belanda tersebut biasanya mendatangi kerkhof atau pemakaman Belanda yang terletak sekitar 2 km di selatan museum. Di sini terdapat sekitar 102 makam, sebagian besar dalam kondisi rusak. Menurut pemetaan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi dan Balai Arkeologi Palembang, makam tertua berangka tahun 1800 dan yang termuda berangka tahun 1954.
Meski disebut makam Belanda, atau Pendem Belanda oleh penduduk setempat, tak semua yang dimakamkan di kerkhof ini orang Belanda. Data BP3 Jambi menyebutkan, dari sekian nisan yang bisa terbaca 25 buah diantaranya berbahasa Belanda, 10 berbahasa Jepang, dan 3 berbahasa Indonesia.
Sama halnya Museum Timah, keberadaan kerkhof di Jalan Hormen Maddati ini menjadi bukti peran strategis Pangkalpinang di masa lalu.
Image may be NSFW.
Clik here to view.![]()
Clik here to view.

Bangka Botanical Garden
Masifnya aktivitas tambang timah di Bangka membuat beberapa bagian lahan di wilayah ini mengalami kerusakan parah. Kalau kita naik pesawat dan mendekati Bandara Depati Amir, terlihat bentangan alam berupa padang gersang dengan beberapa lubang besar. Tanaman sulit tumbuh akibat parahnya kerusakan tanah yang terjadi.
Sebagai bentuk kepedulian, sebuah perusahaan pertambangan timah bernama PT Dona Kembara Jaya melakukan gerakan pemulihan lahan tambang di kawasan Ketapang, Kota Pangkalpinang. Kegiatan ini diawali sejak tahun 2006, di atas lahan seluas 200 hektar.
Awalnya lokasi ini hanya untuk menanam bibit-bibit pohon yang akan dipakai mereklamasi lahan bekas tambang. Belakangan, pengelola kawasan kemudian mengembangkan lahan sebagai kompleks agrowisata terpadu. Di sini juga terdapat peternakan dan perikanan.
Lalu diperkenalkanlah Bangka Botanical Garden (BBG) sebagai destinasi wisata baru di Kota Pangkalpinang. Lahan yang dulunya rusak parah penuh lubang telah berubah menjadi kebun luas yang menyejukkan. Tempat ini segera saja menjadi favorit bagi pengunjung yang ingin merasakan ketenangan di tengah-tengah kehijauan pepohonan nan asri.
Begitu masuk ke area BBG, pengunjung disambut oleh deretan pohon cemara roro yang berjajar di kiri-kanan jalan tanah. Lebih ke dalam lagi terdapat rumah-rumah panggung berbahan kayu. Di sekitar rumah terdapat beberapa kolam berisi ikan nila, ikan mas, mujair, patin, dan kepiting.
Di bagian lain terdapat kebun buah naga. Di sini pengunjung dapat memetik buah naga yang matang langsung dari pohonnya. Mau dimakan di tempat juga boleh lho. Ada pula pohon kurma yang tumbuh subur dengan dahan-dahan menghijau. Jika sedang panen bayam, pengunjung juga boleh membeli sayur-sayuran segar tersebut untuk dibawa pulang.
Rekreasi di Bangka Botanical Garden kian lengkap dengan keberadaan kuda. Pengunjung dipersilakan menaiki kuda-kuda ini untuk mengelilingi area kebun. Pengelola menyiapkan pemandu yang siap membantu pengunjung mengendarai kuda.
Image may be NSFW.
Clik here to view.![]()
Clik here to view.

Hewan lain yang dipelihara di di sini adalah sapi. Sapi jenis Friesland Holstein asli Belanda jadi populasi terbanyak. Sapi-sapi ini dibudi-dayakan sebab dikenal dapat menghasilkan susu terbaik. Pengunjung dapat menyaksikan proses pemerahan susu. Dan pada momen-momen tertentu susu-susu ini dibagikan secara gratis.
Berita baiknya, pengelola Bangka Botanical Garden tak mengutip bayaran sepeser pun pada pengunjung. Artinya, kita bisa menikmati seluruh kawasan agrowisata ini tanpa biaya. Wow!
Pantai-Pantai nan Indah
Pangkalpinang tak cuma soal timah. Penyuka keindahan alam bakal sangat dimanjakan dengan begitu banyaknya wisata pantai di kota ini. Kalau kalian pernah dibuat terpukau oleh Pantai Tanjung Tinggi dengan batu-batu granitnya dalam film Laskar Pelangi, pantai serupa itu dapat ditemui di Pangkalpinang.
Bersebelahan dengan Bangka Botanical Garden terdapat Pantai Pasir Padi. Di sini kita dapat melihat batu-batu granit nan eksotis di pantai. Ya, mirip seperti di Pantai Tanjung Tinggi yang jadi lokasi syuting Laskar Pelangi itu. Hanya ukuran batu-batunya lebih kecil.
Keunikan Pasir Pantai Padi terletak pada bentuk pasirnya. Tentu bukan tanpa alasan pantai ini dinamai Pasir Padi. Bentuk pasirnya memang seperti bulir-bulir padi yang panjang. Ini disebabkan kandungan pasir timah yang terdapat di pantai. Karenanya pasir di pantai ini lebih padat dari pantai-pantai biasanya sehingga nyaman untuk berjalan kaki, juga bisa dilalui kendaraan.
Selain menikmati pasirnya yang unik, pantainya yang landai, serta birunya air laut, pengunjung Pantai Pasir Padi dapat menyeberang ke sebuah pulau kecil nan indah bernama Pulau Punai. Pulau ini terbentuk dari bebatuan dan karang, berjarak sejauh kurang-lebih 200 meter dari bibir pantai. Jika air laut surut, kita dapat menyeberang ke Pulau Punai dengan berjalan kaki.
Yang menarik, Pemerintah Kota Pangkalpinang tengah merancang megaproyek bernama Pangkalpinang Waterfront City di Pantai Pasir Padi. Kelak, di seberang pantai bakal terdapat sebuah kota di atas daratan buatan seluas 1.700 hektar. Proyek bernilai Rp 2 triliun ini digagas sejak 2006, dan hingga kini terus digodog realisasinya.
Pasir Padi terletak sangat dekat dari Kota Pangkalpinang. Kira-kira berjarak 8 km dari pusat kota. Jadi, tidak sah mengunjungi Pangkalpinang kalau tidak main air laut di pantai ini.
Image may be NSFW.
Clik here to view.![]()
Image may be NSFW.
Clik here to view.![]()
Clik here to view.

Image may be NSFW.
Clik here to view.

Agak jauh dari kota, ada Pantai Sampur atau Pantai Samfur. Ciri khas pantai satu ini adalah keberadaan kelenteng Dewi Kwan Im, lengkap dengan patung besar sang dewi di salah satu bagian kelenteng. Kelenteng ini milik seorang tabib keturunan Tionghoa. Terdapat satu ruangan khusus pengobatan di mana sang tabib menjalankan praktik.
Satu lagi pantai di Pangkalpinang dengan ciri khas menarik adalah Pantai Tapak Antu atau Pantai Tapak Hantu. Disebut demikian karena pada bebatuan di pantai terdapat lubang-lubang berbentuk jejak kaki. Seperti jejak kaki manusia, namun berukuran lebih panjang. Penduduk setempat mempercayai bahwa lubang-lubang tersebut merupakan jejak kaki hantu. Karenanya dinamai Pantai Tapak Antu.
Tapi ada pula warga yang menamai pantai ini sebagai Pantai Tapak Dewa atau Pantai Telapak Kaki Dewa. Sebenarnya, secara administratif pantai ini berada di Desa Batu Berlubang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah. Namun jaraknya sangat dekat dengan Kota Pangkalpinang. Jika ditarik garis lurus, Pantai Tapak Antu hanya berjarak 6 km dari Bandara Depati Amir.
Cheng Beng dan Jl. Tony Wen
Tidak lengkap rasanya membahas Pangkalpinang tanpa menyinggung komunitas Tionghoa. Kota ini sudah lekat sekali dengan etnis Tionghoa. Kita akan dengan mudah menemukan kelenteng saat berjalan-jalan menyusuri kota. Salah satunya Kelenteng Kwan Tie Miaw, kelenteng tertua di Pangkalpinang dan Pulau Bangka.
Lalu ada Pemakaman Sentosa atau Tjung Hoa Kung Mu Yen, sebuah pekuburan seluas 19.945 meter persegi. Menjadikan kompleks pemakaman ini sebagai pemakaman Tionghoa terbesar se-Asia Tenggara. Di sinilah setiap tahun diadakan tradisi Qingming, atau Cheng Beng dalam dialek etnis Hokkian yang banyak terdapat di Pangkalpinang.
Tradisi Cheng Beng menjadi highlight budaya Tionghoa di Pangkalpinang, dan Pulau Bangka pada umumnya. Dalam perayaan tahunan ini warga etnis Tionghoa asal Bangka yang merantau ke luar daerah ramai-ramai mudik. Tujuan mereka hanya satu: ziarah kubur. Cheng Beng sendiri bermakna "bersih-bersih kubur" sehingga dalam tradisi ini Pemakaman Sentosa jadi ramai luar biasa.
Konon, orang Tionghoa sudah masuk ke Pulau Bangka sejak ekspedisi Laksmana Cheng Ho di tahun 1405. Pembukaan tambang timah pada abad itu mendorong laju imigrasi tenaga-tenaga tambang asal Tiongkok. Sultan Palembang disebutkan sengaja mengimpor tenaga kerja asal suku Kejian karena keahlian mereka dalam pertambangan.
Ketika Belanda menguasai Bangka, tenaga kerja Tiongkok tetap jadi pilihan utama. Populasi etnis Tionghoa di Pulau Bangka semakin meningkat dari waktu ke waktu, sehingga mengimbangi jumlah penduduk asli Melayu. Kemudian terjadi percampuran ketika pekerja asal Tiongkok menikahi wanita-wanita pribumi.
Image may be NSFW.
Clik here to view.![]()
Clik here to view.

Pengaruh Tionghoa dalam pertambangan timah di Bangka dapat dilihat dari istilah-istilah tambang yang masih umum dipakai. Ambil contoh kata ciam atau jiam dalam dialek Mandarin yang berarti pengebor. Untuk menyebut pengayak pasir timah masih digunakan kata sakan, dan lubang tambang besar disebut kolong.
Di pusat kota Pangkalpinang terdapat sebuah rumah kayu antik berusia 150 tahun, peninggalan seorang Kapitein Tionghoa bernama Lay Nam Chen. Rumah tersebut kini dihuni oleh Hongky Lay Listiyadhi, ketua Badan Warisan Bangka (Bangka Heritage Society) yang merupakan keturunan keempat sang kapiten.
Rumah-rumah antik khas Tionghoa seperti itu masih banyak ditemui di berbagai sudut Pangkalpinang. Pakemnya selalu sama, yakni sebuah rumah induk dilengkapi halaman tengah dan bagian belakang yang luas.
Jika kita berjalan-jalan di pusat Kota Pangkalpinang, maka kita akan menemui seruas jalan bernama Jl. Tony Wen. Dulu jalan tersebut dikenal sebagai Jl. Melintas. Berbarengan dengan pemberian nama tokoh perjuangan lokal Depati Amir pada bandara, nama Tony Wen pun disematkan pada Jl. Melintas.
Siapa sih Tony Wen? Nama aslinya Boen Kim To. Ia adalah putera seorang pegawai tinggi di Bangka Biliton Tin Maatschapij, perusahaan tambang timah milik Belanda. Hidup dalam keluarga berada, Tony Wen memilih ikut berjuang dalam revolusi kemerdekaan RI. Di masa itu ia berjasa menyelundupkan senjata dari Singapura untuk laskar prorepublik di Indonesia.
Sewaktu Bung Karno diasingkan ke Bangka, keluarga Tony Wen-lah yang mencukupi kebutuhan sang presiden. Di era kemerdekaan, ia sempat ditunjuk sebagai anggota Komite Olimpiade Indonesia dan pengurus PSSI. Tony Wen juga pernah menjadi anggota DPR sebagai wakil Partai Nasional Indonesia (PNI).
Tradisi Cheng Beng, rumah antik khas Tionghoa di pusat kota, serta Jl. Tony Wen hanyalah sedikit bukti dari begitu lekatnya budaya dan pengaruh Tionghoa pada Kota Pangkalpinang.
Sebenarnya mudah saja bagi saya untuk memenuhi undangan Ryan medio Mei lalu. Saya sudah berada di Palembang. Dari kota tersebut ada penerbangan langsung ke Pangkalpinang setiap hari. Ada pula kapal cepat dari Pelabuhan Boom Baru menuju ke Pelabuhan Muntok. Sayang disayang, waktu itu saya sudah terlanjur dibelikan tiket Palembang-Jakarta.
Keinginan mengunjungi Pangkalpinang kembali muncul saat Dodi Rozano masih bertahan di The Voice Indonesia. Saya ingin menyaksikan kasinya di atas panggung secara langsung, bukan di layar televisi atau melalui YouTube. Lagi-lagi keinginan ini gagal terwujud karena satu dan lain hal.
Hmmm, mudah-mudahan saja ada jalan lain yang mengantar saya ke Pangkalpinang. Reuni dengan Ryan bakal jadi agenda utama saya. Kami sudah tak bertemu sejak tahun 2000, alias 16 tahun lamanya! Lalu menyaksikan performa Dodi Rozano bersama Pesirah Band harus masuk daftar.
Dan tak ketinggalan tentu saja mengunjungi pantai-pantai indah yang ada di kota ini, masuk ke Museum Timah, mencicipi martabak manis khas Bangka, syukur-syukur bisa menyaksikan kemeriahan Cheng Beng.
Allahumma amin...
Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba Menulis #PesonaPangkalpinang.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pangkal_Pinang
http://jelajahsitus.blogspot.co.id/2009/02/makam-belanda-kerkhof-di-kota.html
http://www.tribunnews.com/travel/2015/07/15/bangka-botanical-garden-menikmati-agrowisata-sambil-berkuda
http://travel.detik.com/read/2013/12/02/182300/2423090/1025/bangka-botanical-garden-oase-tersembunyi-di-pulau-bangka
http://bangkabotanicalgarden.com/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pantai_Pasir_Padi
http://bangka.tribunnews.com/2012/06/17/water-front-city-pasir-padi-tak-lama-lagi
http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/pangkalpinang/23775/sopian-:-wfc-tetap-dilaksanakan.html
http://www.thearoengbinangproject.com/kelenteng-dewi-kwan-im-bangka/
http://bangka.tribunnews.com/2016/01/17/di-pantai-ini-terdapat-telapak-kaki-hantu
https://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Qingming
http://jelajahsitus.blogspot.co.id/2009/02/makam-belanda-kerkhof-di-kota.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Tony_Wen
http://www.sejarawan.com/292-tony-wen-pahlawan-nasional-yang-terlupakan.html