Quantcast
Channel: bungeko.com
Viewing all 271 articles
Browse latest View live

Mengabadikan Kelezatan Pempek Pak Raden dengan Asus ZenFone C

$
0
0

LAHIR dan tumbuh besar di Palembang, saya memiliki ikatan emosional kuat dengan kota satu ini. Selalu ada harapan untuk bisa kembali lagi ke sana. Bukan cuma perkara nostalgia nan sentimentil, namun juga karena kangen berat dengan makanan-makanan khasnya yang menggugah selera, terutama pempek.

Sewaktu kecil saya sangat terbiasa dengan teriakan, "Piyoo, piyooo, pempek..." Yang berteriak seorang anak seusia saya, berjalan dengan wadah besar di atas kepala yang dipegang dengan satu tangan. Sepanjang jalan ia berteriak begitu, dan cuma berhenti kalau sedang melayani pembeli.

Eh, ternyata kemudian saya juga jadi penjual pempek seperti itu lho. Ceritanya kondisi ekonomi keluarga Bapak-Ibu morat-marit. Bapak merantau jauh ke Jambi mencari penghidupan baru, sedangkan Ibu berusaha bertahan di Palembang dengan berbagai cara. Salah satunya mengajak kami berjualan pempek!

Yang terlibat dalam proyek jualan pempek ini Ibu, saya, dan adik perempuan. Saya kelas IV SD, adik saya kelas I. Adik satu lagi tidak dilibatkan karena masih terlalu kecil. Kami berbagi tugas. Ibu yang membuat pempek, cuka, dan menyiapkan dagangan beserta seluruh peralatannya; saya dan adik perempuan bertugas menjaga dagangan.

Namanya saja anak-anak, karena iseng sembari berjaga saya sering mencemil pempek yang dijual. Apalagi pempek buatan Ibu enak sekali. Sayang kan kalau tidak dinikmati sendiri? Hehehe. Saat Ibu tahu, dengan sabar beliau menasehati, "Kalau dagangannya dimakan sendiri, nanti kita nggak dapat uang buat sangu sekolah."

Itu pengalaman pertama saya berjualan. Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan. Karenanya jangan heran kalau ada bonding kuat sekali antara saya dan pempek, juga tentu saja Palembang. Setiap kali melihat orang berjualan pempek, ingatan saya langsung terlempar ke masa-masa itu.


Kota Pempek
Pempek memang identik dengan Palembang. Kalau kota ini disebut, pasti orang langsung membayangkan pempek. Bersama-sama Jembatan Ampera dan Sungai Musi, pempek boleh dibilang merupakan ikon Palembang.

Sekalipun makanan khas Palembang bukan cuma pempek, tapi oleh-oleh yang dibawa pulang pelancong biasanya ya pempek. Contohnya sewaktu saya "mudik" ke Palembang, Mei tahun lalu. Sepulang dari tur dua hari dua malam atas sponsor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Selatan itu saya diberi satu dus oleh-oleh. Ya, isinya pempek!

Baca juga:Jadi Turis di Kota Kelahiran Sendiri

Padahal selama di sana saya sudah puas sekali disuguhi pempek. Selain pempek jamuan Disparbud, saya juga sempat mencomot beberapa potong pempek di stand makanan daerah dalam acara penutupan International Musi Triboatton 2016. Entah berapa potong, yang jelas saya sampai merasa harus tersenyum sopan pada ayuk-ayuk penjaga stand setiap kali mengambil pempek lagi. :)

Selepas acara saya tidak langsung pulang ke Jawa. Saya extend beberapa hari untuk mengunjungi kerabat di Perum Bank Sumsel-Babel, Kenten Laut, dan ziarah ke makam nenek di Lebong Siareng. Di kesempatan ini saya mencicipi beberapa pempek pinggir jalan, termasuk pempek di gang dekat bekas rumah kelahiran saya.

Di sini pempek murah-murah sekali, cuma Rp1.000 sebuah. Walaupun pempek pinggir jalan tapi rasanya tak kalah dengan pempek bermerek. Pokoknya rasa ikan semua. Kemudian cuko-nya asam-pedasnya super. Pertama kali dicecap lidah rasanya segar, tapi begitu masuk ke kerongkongan pedasnya menyengat.

Di Pemalang, dengan harga yang sama saya cuma bisa dapat pempek rasa tepung dan garam. Cuko-nya pun hambar. Wajar kalau sewaktu di sana saya kalap bukan main sama pempek.

Pempek Pak Raden
Ada banyak pempek ternama di Palembang. Sebut saja Pempek Candy yang paling sering dibawa sebagai oleh-oleh pelancong. Masih ada Pempek EK yang harganya wow, Pempek Beringin yang tercantum di web resmi Pemkot Palembang, Pempek Nony, Pempek Vico, Pempek Saga Sudi Mampir, Pempek Lince, Pempek Leni, Pempek Wawa, dan beberapa nama lainnya.

Saya dan teman-teman blogger yang menghadiri Musi Triboatton 2016 dioleh-olehi Pempek Tince. Namun kalau bicara legenda pempek, hanya satu yang layak disebut: Pempek Pak Raden. Dan beruntung sekali saya sempat diajak mampir ke warung pempek legendaris ini saat berada di Palembang.


Berlokasi di Jl. Radial No. 80A, Pempek Pak Raden dapat dijangkau dengan berjalan kaki dari Palembang Sport and Convention Center (PSCC) atau Palembang Icon. Tetamu yang menginap di Hotel Arista, Hotel Sanjaya, atau Hotel Azza (Aziza Inn) bisa mencapainya dalam waktu 5-10 menit saja berjalan kaki.

Pempek Pak Raden dikenal sebagai pempek milik orang Palembang asli, yakni Bapak Ahmad Rivai Husein. Menurut cerita dari mulut ke mulut, Pak Ahmad Rivai mulai berjualan pempek dengan menjajakan keliling kampung-kampung. Lalu beliau mencoba membuka warung pempek di daerah Bukit Kecil, kawasan 24 Ilir.

Saya tak tahu kenapa Pak Ahmad menamai warungnya Pempek Pak Raden, bukannya Pempek Pak Ahmad atau Pempek Pak Rivai. Bisa jadi karena di masa beliau merintis usaha, serial Si Unyil tengah booming di TVRI. Seperti kita ketahui bersama, salah satu tokoh penting dalam serial tersebut adalah Pak Raden.

Rupanya usaha Pak Ahmad maju pesat. Bekerja sama dengan kerabat-kerabatnya, beliau kemudian membuka beberapa cabang di seantero Kota Palembang. Kemudian merambah ke kota-kota tetangga - Jambi dan Lampung, sampai eskpansi ke luar pulau. Pulau Jawa.

Kini, kita bisa dengan mudah menemui gerai Pempek Pak Raden di Bandung atau Jakarta. Dengan konsep mirip franchise, rasa pempek dan cuko di gerai-gerai Pak Raden manapun dijamin sama seperti yang ada di Jl. Radial. Untuk menjaga keseragaman rasa, tiap-tiap gerai memakai resep yang sama persis dengan yang di Palembang.

Ikan yang jadi bahan baku pembuatan pempek juga didatangkan langsung dari Palembang dalam bentuk daging giling beku. Demikian pula dengan kerupuk ikan dan gula merah untuk campuran cuko. Malah di sejumlah gerai kebanyakan karyawan berasal dari Palembang. Wong kito galo biar lemak komunikasinyo. Iyo dak? :D

Semua itu dilakukan agar cita rasa pempek dan cuko di gerai-gerai Pempek Pak Raden seragam, tak berbeda sedikit pun. Jadi, mau makan di manapun rasanya ya sama saja. Sama-sama serasa menikmatinya langsung di Palembang.


Mengabadikan Pempek dengan ZenFone
Saya dan teman-teman blogger Musi Triboatton 2016 diajak ke Pempek Pak Raden saat jam makan siang. What? Makan siang pake pempek? Payo woy, mada'i makan siang be nak pempek nian. Katek yang lain apo? Batin saya waktu itu.

Rupanya saya salah. Sekalipun restoran pempek, Pak Raden menyediakan banyak sekali menu lain. Lalu pelayan pun datang membawa nasi, pindang ikan yang disajikan dengan kompor kecil agar tetap panas, cah kangkung, ikan goreng, lalapan plus sambal tiga macam, bertusuk-tusuk sate, dan aneka macam jus buah segar.

Selesai? Belum. Setelah makanan kami habis, pelayan datang lagi dengan dua piring besar berisi pempek aneka macam. Oke, ini yang ditunggu-tunggu! Tak menunggu lama saya langsung mengambil dua potong pempek, meletakkannya ke dalam mangkok kecil yang telah disiapkan, dan terakhir menyiram cuko.

Yang pertama saya cicipi adalah pempek adaan, pempek kecil-kecil berbentuk bulat tanpa isi. Rasanya? Yummy! Sudah lama sekali saya tidak mencecap pempek yang rasa ikannya semenggigit ini. Juga asam pedas cuko-nya yang tak bisa ditandingi oleh penjual-penjual pempek di Pemalang.

Pempek adaan habis, saya lanjutkan dengan pempek telur. Ini pempek favorit saya sejak kecil. Dulu sewaktu berjualan pempek, pempek inilah yang dibuat Ibu. Untuk menekan harga, Ibu mengakali isian telur dengan menambahkan air. Jadi, 1-2 butir telur dicampur air dan sedikit tepung, lalu dikocok rata.

Tentu saja pempek telur buatan Pak Raden tidak pakai trik begitu. Rasa telurnya sangat otentik, pertanda tanpa campuran apapun. Tak cuma dicocolkan, saya meminum cuko di mangkok. Ngirup cuko, kata orang Palembang. Beginilah cara menikmati pempek ala orang Palembang.


Diselingi mengobrol dengan Ibu Kadisbudpar Sumsel dan asistennya, satu demi satu pempek di piring tandas kami lahap. Dan sepertinya saya yang paling banyak memakannya. Mbak Katerina dan Mbak Relinda hanya mencicipi 1-2 buah lalu kekenyangan.

Melihat ini Mbak Ira, pendamping kami selama di Palembang, mengambil pempek di meja sebelah yang tidak dihabiskan dan diletakkan di meja kami. Oke, kita lanjuuut!

Tentu saja saya tak lupa mengabadikan pempek legendaris ini. Apalagi piring, mangkok, wadah cuko, dan bahkan tempat tusuk giginya bertuliskan "Pempek Pak Raden" semua. Jadi ada bukti kan kalau saya benar-benar makan pempek di Pempek Pak Raden? Hehehe.

Saya pakai kamera handphoneASUS ZenFone C untuk urusan jepret-menjepret selama di Palembang. Ponsel ini saya beli tepat di hari keberangkatan menuju Kota Pempek. Dengan ponsel yang sama pula saya foto bareng pramugari berhijab saat pulang dengan pesawat Nam Air.

PixelMaster Camera untuk Foto Berkualitas
Awalnya, karena baru beli saya tidak begitu paham dengan fitur kamera pada smartphone murah meriah ini. Begitu pengen memotret, saya langsung saja arahkan kamera ke obyek dan "cekrek!" Begitu dicek kok hasilnya tidak jernih. Cenderung gelap. Apa yang salah?

Naga-naganya saya yang belum adaptasi. Asus ZenFone C memakai teknologi PixelMaster Camera yang menjamin hasil foto selalu jernih, bahkan di saat pencahayaan minim sekalipun. Ini karena PixelMaster membuat foto lebih terang 400% alias empat kali lipat.


PixelMaster adalah teknologi yang dikembangkan oleh ASUS pada kamera-kamera ZenFone. Teknologi ini menggabungkan hardware, software, dan desain optical untuk menghasilkan gambar-gambar dengan kualitas lebih baik dalam segala kondisi. Pendek kata, mau menjepret kapanpun PixelMaster membantu kita mendapatkan foto terbaik.

Saat pertama kali membuka fitur kamera pada Asus Zenfone C saya memang tampilannya terlihat gelap. Tapi coba arahkan kamera pada obyek, lalu diamkan beberapa detik. Secara otomatis kamera akan menyesuaikan pencahayaan untuk membuat foto terlihat lebih terang. Nah, kalau sudah begini baru deh tekan tombol untuk menjepret.

Masih kurang terang? Gunakan mode cahaya redup (low light mode). Yang keren, kamera dapat mendeteksi pencahayaan dan memberi saran kapan kita harus menggunakan low light mode. Kalau muncul gambar kepala burung hantu di layar, itu tandanya pencahayaan minim. Sentuh gambar kepala burung hantu tadi, dan lihat bagaimana tampilan foto jadi semakin jernih.

Sebagai penyempurna, PixelMaster Camera juga menyediakan mode HDR ( High Dinamic Range) untuk mengatasi kontras yang berlebihan. Jadi, hasil foto tetap terlihat keren sekalipun dalam kondisi minim cahaya.

Berikut video penjelasan mengenai PixelMaster di channel YouTube resmi Asus.



Ini dia 4 fitur unggulan PixelMaster yang perlu diketahui:

1. Perangkat Kamera Terbaik
Asus membenamkan hardware terbaik untuk kamera-kamera ZenFone. Contohnya ZenFone 5 yang memakai sensor Sony BSI CMOS, atau ZenFone 6 dengan sensor Panasonic BSI CMOS. Kedua sensor ini memiliki ukuran piksel 1.12µm, sama dengan milik smartphone lain yang berharga lebih mahal. Sayang tidak boleh menyebut merek hape lain di sini sebagai contoh. :)

Kemudian untuk lensanya, ZenFone 5 dan 6 memakai lensa Largan yang juga dipakai oleh satu merek high-class yang sangat diagung-agungkan hasil fotonya. Lensa lima lapis tersebut dapat menghasilkan foto lebih tajam dan lebih bersih, dengan akurasi warna lebih akurat.

Tambahan lagi, lensa dengan aperture f/2.0 tersebut membuat kamera ZenFone memiliki sensitivitas lebih dalam kondisi minim cahaya. Asus ZenFone C saya memakai lensa seperti itu.

2. Low Light Mode
Fitur Low Light Mode membantu kita mendapatkan foto-foto lebih jernih dan tajam dalam kondisi minim cahaya. Cara kerjanya tak terbayangkan, di mana teknologi PixelMaster mengombinasi berbagai piksel dan menggunakan algoritma tertentu untuk memproses gambar.

Pempek Pak Raden, Palembang. With @travelerien @relindapuspita

A post shared by Eko Nurhuda (@bungeko_) on


Untuk menghasilkan foto kualitas terbaik, PixelMaster menggabungkan empat piksel yang mirip menjadi satu. Kemudian sistem algoritmanya meningkatkan sensitivitas kamera akan cahaya hingga empat kali lipat, dan menaikkan kontras warna hingga dua kali lipat. Itu sebabnya ZenFone tetap dapat menghasilkan foto-foto jernih dan tajam sekalipun dalam kondisi minim cahaya.

3. Depth of Field Mode
Fitur satu ini membuat hasil jepretan kamera ZenFone terlihat bagai foto yang dihasilkan kamera profesional. Sesuai namanya, Depth of Field memungkinkan kita untuk mengambil foto yang fokusnya ke satu obyek tertentu dan bagian lain di belakangnya terlihat kabur (blurred). Kita dapat memilih apakah ingin fokus pada foreground atau background.

4. Time Rewind
Ini fitur yang paling bikin saya kagum. Pasalnya, Time Rewind dapat mengambil beberapa gambar sebelum dan sesudah kita menekan tombol shutter. Tepatnya dua detik sebelum dan sesudah tombol ditekan. Dengan demikian peluang untuk mendapatkan bidikan atau momen terbaik jadi lebih tinggi.

Oya, ini video sewaktu saya meng-unboxing hape Asus ZenFone C.



Andalan Berburu Kuliner
Bagi yang suka berburu kuliner dan tidak mau direpotkan dengan kamera gede, Asus ZenFone sangat cocok dijadikan andalan. Bentuknya yang kecil memudahkan kita menggenggam dan membawa smartphone ini. Bobotnya yang ringan membuat tangan steady, tidak goyang karena keberatan saat membidik foto dengan satu tangan.

Untuk urusan daya tahan, hape-hape keluaran terbaru Asus dibekali dengan baterai kapasitas super besar. Misalnya Asus Zenfone 3 Max yang memiliki kapasitas baterai 4100 mAh, bisa standby selama 38 jam alias lebih dari 1,5 hari. Membekal smartphone dengan baterai sebesar ini, kita tidak perlu repot lagi membawa-bawa powerbank.

Buat yang suka ngevlog, baterai kapasitas besar dan kamera jernih dalam satu gadget adalah perpaduan ideal. Kita bisa sepuasnya merekam restoran yang disinggahi, makanan yang tengah dicicipi, minuman yang disesap habis, tanpa khawatir kehabisan daya di tengah jalan. Plus, hasil rekamannya TOP BGT.

Saya sendiri ingin sekali upgrade dari Asus ZenFone C yang kamera belakangnya hanya 5MP ini. Ya, untuk apa lagi kalau bukan supaya foto-foto makanan hasil jepretan saya lebih oke. Kalau fotonya ciamik, yang lihat dijamin bakalan ikut ngiler. Hehehe...

Selamat berburu foto kuliner dengan ZenFone!

Artikel ini diikutsertakan pada Blogging Competition Jepret Kuliner Nusantara dengan Smartphone yang diselenggarakan oleh Gandjel Rel.

Referensi:
- http://www.palembang.go.id/v1/gis/detail/216/pempek-pak-raden
- http://www.hardwarezone.com.sg/feature-five-things-you-need-know-about-asuss-pixelmaster-camera-technology
- http://gadgets.ndtv.com/mobiles/news/asus-zenfone-c-zc451cg-with-45-inch-display-launched-at-rs-5999-659475
- http://www.tribunnews.com/travel/2015/10/21/banyak-yang-jualan-pempek-di-palembang-tapi-bingung-cari-yang-enak-coba-datangi-lokasi-ini


Kredit Foto:
Foto Pempek: Tribunnews.com (alamat lengkap tercantum di bagian referensi)
Foto Pak Raden: Palembang.go.id (alamat lengkap tercantum di bagian referensi)
Foto lainnya dokumentasi pribadi.

Yuk, Seru-seruan Naik Aneka Wahana Ekstrem di Jatim Park 1 Malang

$
0
0

MAU berlibur seru di sebuah tempat sejuk jauh dari ibukota? Kota Malang bisa jadi rencana yang mengasyikkan. Hawa kotanya yang sejuk dapat mengistirahatkan jiwa kita dari kesibukan rutin nan melelahkan. Apalagi, harga-harga di Malang relatif lebih murah dari kota-kota besar seperti Jakarta. Budget liburan pun jadi sangat hemat.

Malang tak cuma punya agrowisata apel lho. Di kota ini juga ada destinasi wisata yang seru dan menghibur, tidak kalah dari Jakarta. Bagi yang sudah berkeluarga, tempat ini sangat cocok dikunjungi bersama anak-anak. Yup, yang saya maksud Jawa Timur Park 1.

Hmm, ini tempat yang sudah lama ingin didatangi anak-anak saya. Mereka penasaran sekali dengan Museum Tubuh yang ada dalam kompleks taman wisata ini. Kalau tidak ada halangan dan semuanya memungkinkan, insya Allah kami sekeluarga berkunjung ke sana dalam tahun 2017 ini.

Bagi pengunjung dewasa, ada banyak sekali wahana seru dan agak ekstrem di tempat ini. Yuk, pacu adrenalinmu dengan menaiki berbagai wahana di Jatim Park 1 Malang.

Baca juga:Dua Kenangan Singkat di Malang: Cafe Bale Barong dan Rombengan Malam

Ragam Cara Menuju Jatim Park 1
Jatim Park 1 terletak di kota wisata Batu. Jaraknya kira-kira 19 km dari Stasiun Malang. Jauh? Jangan khawatir, kita dapat dengan mudah mengaksesnya baik menggunakan kendaraan pribadi maupun menumpang angkutan umum. Kalau naik kendaraan pribadi, gunakan saja Google Maps untuk memandumu ke Jatim Park 1.

Cara termudah tentu saja naik taksi, tapi biayanya lumayan. Cara terhemat adalah naik angkutan umum. Tarifnya sangat terjangkau, cukup mengeluarkan ongkos Rp3.000. Jauh atau dekat tarifnya sama saja!

Dari Stasiun Malang naiklah angkot berkode AL atau ADL, lalu turun di Terminal Landung. Dari sini, lanjutkan perjalanan menuju Jatim Park 1 dengan menggunakan angkot berkode BL atau BTL. Berita buruknya, angkutan umum tidak beroperasi sampai malam. Jadi, kita harus menyudahi rekreasi sebelum jam lima sore agar dapat kembali ke Kota Malang.


Temukan Keceriaan bagai Dunia Fantasi di Jatim Park 1
Keberadaan Jatim Park 1 di Malang membuat warga Jawa Timur tidak perlu jauh-jauh pergi ke Jakarta untuk menikmati sensasi menegangkan namun seru ala Dunia Fantasi. Kita dapat menjajal berbagai wahana serupa Dufan di Jatim Park 1. Tidak main-main, terdapat lebih dari 50 wahana yang siap kita nikmati.

Berikut 5 paling ekstrem di Jatim Park 1 yang bisa jadi pilihan:

1. Super Loop Coaster
Rasakan sensasi permainan roller coaster ekstrem ini dengan mengunjungi Jatim Park 1. Bersiaplah, karena lintasan melingkarnya yang panjang akan membuatmu jungkir balik hingga 360 derajat. Kepala di bawah!

2. Spinning Coaster
Coaster yang berliku-liku ini bakal mempermainkan jantungmu, jadi siap-siap dag-dig-dug ria saat menaikinya. Terlebih, tidak seperti Super Loop Coaster, kereta pada Spinning Coaster hanya berupa kereta tunggal dengan kapasitas maksimal dua orang.

3.Volcano Coaster
Sesuai namanya, wahana ini mengajak kita merasakan sensasi menembus 'gunung berapi' dalam sebuah kereta tunggal. Di sini kita akan diuji seberapa tahan merasakan ketegangan laju yang kencang dalam gelapnya 'gunung berapi'.

4. Pendulum 360
Pernah bermain pendulum sewaktu kecil? Melihat bandul yang berayun ke kiri dan ke kanan memang terasa menyenangkan. Pernahkah membayangkan duduk di bandul pendulum dan tubuh kita berayun bolak-balik? Bagaimana pula rasanya jika pendulum tersebut berayun memutar sampai 360 derajat?

Temukan jawabannya dengan menaiki wahana ini.

5. Flying Tornado
Jika Pendulum 360 membuat kita berayun hingga 360 derajat, wahana Flying Tornado punya cara berbeda untuk menguji ketahanan. Kita tidak akan dibawa ke mana pun, juga tidak berayun-ayun atau berputar, tetapi tempat duduk kita yang dijungkir-balikkan!

6. Aero Test
Jika Pendulum 360 dan Flying Tornado masih kurang menantang, cobalah Aero Test. Wahana ini boleh dibilang merupakan gabungan Pendulum 360 dan Flying Tornado. Bayangkan!

Setelah mengambil tempat kita akan diayun-ayun, kemudian dijungkirbalikkan. Bukan hanya itu, teman duduk kita pun jauh lebih sedikit dibanding dua wahana sebelumnya. Dijamin menegangkan.

7. Air Borne Shot
Habis bertegang-tegang ria, redakan sejenak adrenalin dengan menaiki Air Borne Shot. Di wahana ini kita bagaikan melihat atraksi apel Newton saat teori gravitasi dicetuskan. Oya, wahana ini cukup aman untuk anak-anak lho.


Gimana, kelihatannya seru, bukan?

Yang pasti, kita butuh waktu lebih dari sehari untuk menikmati semua wahana di Jatim Park 1 yang seluas 11 hektar ini. Jadi, kita butuh penginapan agar liburan ke tempat ini terasa lebih memuaskan. Soal akomodasi, pastikan pilih hotel nyaman dengan harga bersahabat. Rekomendasi terbaiknya? Saya sarankan Airy Rooms.

Sudah sering mendengar nama ini, bukan? Airy Rooms menawarkan berbagai akomodasi nyaman dengan fasilitas standar hotel, tapi harganya sangat ramah kantong. Pilihan rate kamarnya mulai dari Rp150.000-an lho.

Meskipun tergolong hotel murah, namun kita tidak akan memperoleh hotel murahan dengan fasilitas seadanya di Airy Rooms. Pendingin ruangan (AC), tempat tidur yang bersih, air minum gratis, perlengkapan mandi, televisi layar datar, pancuran air hangat, serta fasilitas internet nirkabel (wifi), semuanya dijamin ada dalam hotel-hotel Airy Rooms.

Tunggu apa lagi? Yuk, rencanakan liburan impian ke Jatim Park 1 Malang dengan Airy!

Kredit Foto:
Foto 1-3: www.jawatimurpark.com
Foto 4: www.airyrooms.com

Mie Kopyok Pak Dhuwur, Kuliner Legendaris Semarang nan Sederhana

$
0
0

SAYA sudah "akrab" dengan Jl. Tanjung di Semarang setidaknya sejak 2011. Namun baru awal Maret ini, alias ENAM TAHUN berselang, saya ngeh kalau di jalan tersebut ada satu spot kuliner legendaris. Ya, warung Mie Kopyok Pak Dhuwur yang terletak persis di seberang Kantor PLN Kota Semarang.

Kita mundur dulu ke Jumat, 11 Maret 2011. Hari itu untuk pertama kalinya saya ke Semarang dari Pemalang. Pertama kali pula ke Semarang naik kereta api. Adalah panggilan wawancara dari Suara Merdeka CyberNews yang membawa langkah saya ke ibukota Jawa Tengah waktu itu.

Baca juga:Sehari di Semarang

Semenjak itu saya lebih suka naik kereta api ke Semarang. Terlebih layanan PT KAI semakin membaik. Tak ada lagi cerita penumpang berdiri, seperti yang saya alami enam tahun lalu sepulang dari wawancara di Suara Merdeka. Kereta molor pun hanya hitungan beberapa menit. Tidak seperti Kaligung Ekspres yang molor sampai satu jam di tahun 2011 itu.

Jadi, biasanya begitu turun di Stasiun Semarang Poncol saya lalu berjalan kaki ke selatan. Baik lewat pintu keluar barat maupun timur, setelah menyeberangi Jl. Imam Bonjol saya pun asyik berjalan kaki menyusuri Jl. Tanjung. Tergantung tujuan, begitu sampai di lampu merah Jl. Pemuda saya naik angkot, ojek, atau (sejak medio 2016) memesan Go-Jek.

Sekian tahun melintasi Jl. Tanjung yang tercatat dalam memori saya hanya Kedai Beringin di pojok lampu merah, dan warung makan di pertigaan Jl. Ade Irma Suryani. Saya ingat Kedai Beringin karena memang mencolok. Begitu keluar area stasiun dari pintu barat, restoran inilah yang pertama terlihat mata. Sedangkan warung makan tadi saya ingat-ingat karena biasa mampir di sana kalau tak sempat sarapan di Pemalang.

Entah kenapa dulu saya tidak mengenali Mie Kopyok Pak Dhuwur. Lebih tepatnya saya tidak tahu kalau warung tersebut merupakan tempat kuliner kondang. Pasalnya warung itu terlihat biasa saja, sama seperti warung-warung lain di dekatnya. Sama sekali tak mengesankan sebagai spot icip-icip yang wajib didatangi wisatawan.

Tapi memang pernah sih saya dibuat heran oleh suasana di warung tersebut. Dibanding warung-warung lain yang ada di sana, Mie Kopyok Pak Dhuwur terlihat selalu ramai pengunjung. Lalu di sepanjang jalan dekat warung berjejer mobil-mobil, yang belakangan baru saya tahu kalau itu tunggangan konsumen Mie Kopyok Pak Dhuwur.

Kok baru tahu kemana aja, Mas? Hahahaha.


Dekat Stasiun Poncol
Nah, tanggal 4-5 Maret lalu saya ada acara di Impala Space, Kawasan Kota Lama Semarang. Ketimbang bolak-balik ke Pemalang, saya pilih menginap semalam di Airy Rooms Miroto Seteran. Seperti biasa, sebelum mengunjungi suatu tempat saya biasanya memelototi Google Maps. Sekedar menghapalkan jalan sekaligus mencari tempat-tempat yang sekiranya menarik didatangi.

Saat membuka Google Maps itulah saya melihat nama Mie Kopyok Pak Dhuwur. Penasaran, saya lihat-lihat beberapa foto kiriman kawan-kawan Local Guide di sana. Review demi review di laman tersebut saya baca, dan barulah saya paham ini warung legendaris. "Harus dicoba nih!" Batin saya waktu itu.

Begitulah. Begitu turun dari kereta Kaligung saya langsung keluar Stasiun Semarang Poncol, dan berjalan kaki ke selatan menyusuri Jl. Tanjung. Menurut Google Maps, warung Pak Dhuwur hanya berjarak 350 meter dari stasiun. Jalan kaki santai kira-kira memakan waktu 4-5 menit.

Jl. Tanjung padat sekali oleh kendaraan siang itu. Ketika lampu merah di perempatan Jl. Pemuda menyala, antrian kendaraan mengular hingga sekitaran warung Pak Dhuwur. Berita baiknya, karena semua kendaraan berhenti saya bisa dengan mudah menyeberang jalan dari Kantor PLN.

Warung Mie Kopyok Pak Dhuwur sangat sederhana. Menempati sepetak tanah yang tak begitu luas, saya tebak sekitar 2x6 meter, di bagian depan terdapat gerobak biru tempat meracik mi kopyok. Di sebelah timur gerobak terdapat meja kasir, sedangkan di sebelah barat ada meja dengan tumpukan gelas, piring, beberapa container plastik ukuran besar, dan termos es.

Tempat makannya pun sangat biasa. Hanya berupa meja-meja kayu minimalis dibungkus plastik oranye dengan kursi plastik yang warnanya sudah mulai pudar. Terlihat kipas angin berdebu di sejumlah sudut ruangan untuk mengusir panasnya hawa Semarang. Sama sekali tak terbayangkan kalau warung sesederhana ini namanya harum ke mana-mana.

Saya langsung mendekati gerobak. Seorang lelaki memakai kemeja biru-putih tengah mencelup-celupkan mi ke dalam dandang panas berisi air. "Mi kopyok satu ya, Mas," saya memesan. Si Mas menjawab singkat sembari terus melanjutkan pekerjaannya.


Sederhana tapi Ramai
Pengunjung sangat ramai saat itu. Hanya ada satu meja kosong yang bisa saya pilih, meja paling depan. Sambil menunggu pesanan datang saya mengambil hape. Jam digital di monitor Asus Zenfone C menunjukkan pukul 12 kurang sedikit. Pantas saja ramai, rupanya jam makan siang.

Tak lama berselang seorang lelaki lain, tapi juga berpakaian kemeja biru-putih, datang mengantar mi pesanan saya. "Minumnya apa?" tanyanya. Saya tanpa ragu menjawab, "Es jeruk ada?" Mas tadi mengangguk, kemudian berlalu.

Seperti warungnya yang sederhana, mi kopyoknya pun sangat minimalis. Makanan ini merupakan campuran mi basah yang terlebih dahulu direbus, potongan-potongan tahu goreng, irisan lontong, remukan kerupuk gendar, tauge, ditambah bawang goreng dan irisan daun seledri sebagai topping. Kemudian disiram kuah berwarna kecoklatan.

Rasanya? Yang pertama-tama saya cicipi kuahnya. Di lidah saya rasa kuahnya dominan gurih, mungkin karena ada campuran kacangnya, juga sedikit rasa getir bawang putih. Perpaduan rasa yang agak aneh bagi selera saya.

Saya belum berhasil menemukan di mana sedapnya mi kopyok ini pada 1-2 suapan pertama. Tapi setelah menambahkan saus cabe, kecap, serta air bawang putih dalam botol yang tersedia di masing-masing meja, barulah enaknya lebih terasa.

Minya lembut kenyal, kerupuk yang basah terkena kuah menghadirkan rasa khas, sedangkan taugenya yang setengah matang memberi kesan segar. Krenyes-krenyes di mulut. Kita bisa minta tambahan kerupuk, tahu, dan lontong jika porsi yang disajikan masih terasa kurang mengenyangkan.

Kalau untuk ukuran perut saya sih seporsi mi kopyok sangat jauh dari kata mengenyangkan. Setidaknya saya musti pesan dua porsi, atau satu porsi tapi minta tambah lontong 2-3 buah baru bisa kenyang. Hehehe.


Tanpa Campuran Daging
Yang khas dari Mie Kopyok Pak Dhuwur adalah makanan ini murni dari bahan-bahan nabati. Tak ada unsur daging sedikit pun dalam hidangan maupun resepnya. Kuahnya yang biasa disebut kuah kaldu pun tidak dibuat dari kaldu daging, melainkan bumbu kacang dengan campuran rempah-rempah tertentu. Jadi, benar-benar zero meat.

Nama mi kopyok sendiri diambil dari cara pembuatannya, di mana mi dicelupkan berulang kali ke dalam air panas sembari sesekali digoyangkan, dikocok-kocok. Kata kopyok dalam bahasa Jawa berarti "kocok". Sedangkan Pak Dhuwur adalah nama panggilan Pak Harso Dinomo yang pertama kali menjajakan mi kopyok keliling kampung di tahun 1970-an.

Bertahun-tahun berjualan keliling, di tahun 1980-an Pak Harso alias Pak Dhuwur membuka warung tetap di Jl. Tanjung yang hingga sekarang terus bertahan. Usaha ini kemudian diteruskan oleh anaknya yang bernama Ali. Sayangnya saya tidak bertemu dengan beliau untuk menanyakan beberapa hal.

Seiring dengan meningkatnya popularitas, Pak Dhuwur melebarkan sayap dengan membuka dua cabang di Semarang. Satu di Jl. Kyai Saleh yang dikelola adiknya (Pak Marno Suwito), satu lagi di dekat Carrefour Srondol, Banyumanik. Ibu kota pun ikut dirambah dengan dua cabang di depan kantor Walikota Jakarta Timur dan kawasan Pulau Gebang.

Sebagai catatan terakhir, menurut saya mi kopyok tidak cocok dijadikan menu makan siang. Kurang mengenyangkan karena memang sumber karbohidratnya minim. Hanya setangkup kecil mi basah dan beberapa potong lontong. Makanan ini lebih pas sebagai menu selingan saja, bukan makanan utama (main course). Tapi ini menurut ukuran perut saya ya. Hehehe.

Oya, saya lupa bertanya berapa harga mi kopyok Pak Dhuwur. Yang jelas saya ditagih Rp17.000,- oleh kasir untuk satu porsi mi kopyok ditambah es jeruk.

Mie Kopyok Pak Dhuwur Semarang
Jl. Tanjung No. 18A, Sekayu
Semarang Tengah, Kota Semarang

Telepon: +62 856-4137-2758
Twitter: @pakdhuwur_smg
Jam Buka: 08.00-16.00 WIB


Referensi lain tentang Mi Kopyok Pak Dhuwur:
- http://jateng.tribunnews.com/2016/01/19/sensasi-krenyes-dan-segarnya-kuah-mi-kopyok-pak-dhuwur-semarang
- http://travel.kompas.com/read/2016/12/16/070300327/mi.kopyok.pak.dhuwur.kuliner.favorit.di.kota.semarang

Visit Tidore Island - Menelusuri Jejak Sejarah Pulau Rempah

$
0
0

TIDORE diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum. Demikian ungkapan kekaguman Juan Sebastian Elcano, kapten kapal Victoria asal Spanyol, saat mendarat di pulau yang kaya akan rempah-rempah tersebut. Hingga kini kalimat Elcano masih terus dikutip untuk menggambarkan keindahan alam Tidore nan mengagumkan.

Elcano adalah pelaut pertama yang berhasil mengelilingi dunia. Ia bergabung dalam ekspedisi Fernão de Magalhães (Fernando de Magallanes, Ferdinand Magellan) sebagai bentuk permohonan maaf pada Raja Charles V. Elcano melanggar hukum karena menyerahkan kapalnya untuk membayar hutang.

Tim ekspedisi Magalhães ke Islas de las Especias (Kepulauan Rempah-Rempah) terdiri dari lima kapal: Concepcion, San Antonio, Santiago, Trinidad, dan Victoria. Sebanyak 241 pelaut berpartisipasi dalam rombongan ini.

Berangkat dari Sevilla pada 10 Agustus 1519, tim ekspedisi Magalhães berlayar ke arah barat daya, melalui pantai barat dan selatan Amerika Selatan, mengarungi Samudera Pasifik, singgah di Guam, Kepulauan Filipina, Brunei, dan tiba di Tidore pada 8 November 1521.

Sebuah pelayaran panjang yang tak mudah. Kapal Santiago hancur dihantam badai di Samudera Atlantik. Lalu kru kapal San Antonio memberontak dan kembali ke Spanyol saat rombongan tiba di Argentina. Saat berada di Filipina, tim ekspedisi terlibat konflik dengan penduduk setempat. Magalhães terbunuh pada 27 April 1521.

Kematian Magalhães membuat kepemimpinan ekspedisi terpecah. Duarte Barbosa dan João Serrão akhirnya disepakati sebagai duo pemimpin. Namun keduanya kemudian juga terbunuh dalam sebuah pertikaian melawan Rajah Humabon. João Lopes de Carvalho mengambil alih kepemimpinan dan membawa eskpedisi meninggalkan Kepulauan Filipina.
Juan Sebastian Elcano
Dalam perjalanan dari Filipina menuju Kepulauan Maluku kru kapal mengangkat Elcano sebagai pemimpin setelah Carvalho dinilai tidak cakap. Rombongan yang tinggal tersisa dua kapal, Victoria dan Trinidad, inilah yang kemudian mendarat di Tidore.

Rivalitas Mertua-Menantu
Sultan Al Mansyur tengah bertahta di Kesultanan Tidore saat ekpedisi Elcano mendarat di Pelabuhan Rum. Kedatangan pelaut-pelaut Spanyol ini disambut baik oleh Sultan. Total rombongan ekspedisi tinggal tersisa sekitar 75 orang saat itu, sebagian besar merupakan kru kapal Trinidad yang dikapteni Carvalho.

Kedatangan Elcano dan ekspedisinya mengawali interaksi Tidore dengan bangsa Eropa. Pelaut-pelaut Spanyol itu merupakan armada Eropa kedua yang menginjakkan kaki di Kepulauan Maluku, setelah kedatangan bangsa Portugis di Hitu sembilan tahun sebelumnya.

Semakin memburuknya hubungan dengan Kesultanan Ternate membuat Sultan Al Mansyur merasa perlu menjalin kerja sama dengan Elcano. Ini sebagai balasan menyusul langkah Sultan Bayanullah yang menolong ekspedisi Francisco Serrão, kawan baik Magalhães, dan membangun aliansi Ternate-Portugis sejak 1512.

Hubungan mesra Ternate-Portugis diperkuat dengan pembangunan benteng di barat daya Ternate, Benteng São João Baptista de Ternate yang sekarang dikenal sebagai Benteng Kastella. Posisi benteng ini sangat strategis untuk mengawasi Kesultanan Tidore, dan jaraknya terhitung dekat dengan Pulau Maitara maupun Pelabuhan Rum sebagai pintu masuk Tidore.

Elcano sendiri hanya tinggal sebulan di Tidore. Setelah memenuhi kapal Victoria dengan cengkeh dan pala, ia kembali ke Spanyol bersama 21 kru. Namun keberadaan bangsa Spanyol di Tidore tetap bertahan setelah Carvalho dan 52 anak buahnya memilih tinggal. Kapal Trinidad miliknya bocor dan tak bisa diperbaiki sehingga Carvalho memilih menunggu.

1 Januari 1527, ekspedisi yang dipimpin Garcia Jofre de Loaísa mendarat di Tidore membawa sejumlah besar pasukan Spanyol. Setahun berselang, tepatnya 30 Maret 1528, satu ekspedisi Spanyol kembali mendarat di Tidore. Ekspedisi yang dipimpin Álvaro de Saavedra ini sengaja dikirim Kerajaan Spanyol untuk mencari kapal-kapal Ekspedisi Loaísa yang hilang.

Sebenarnya aliansi Tidore-Spanyol dipenuhi kecurigaan satu sama lain. Akan tetapi Tidore membutuhkan kehadiran Spanyol untuk menandingi kekuatan Ternate. Tidore sudah lama ingin keluar dari bayang-bayang Ternate sebagai produsen cengkeh terbesar di Kepulauan Maluku.


Persaingan kedua kesultanan bertetangga ini dituliskan sejarawan Universitas Hawaii Leonard Andaya sebagai tema utama sejarah Maluku. Sekalipun bertetangga dekat, relasi Ternate dan Tidore tak sepenuhnya baik terkait persaingan dagang rempah-rempah dengan bangsa asing (pedagang-pedagang Jawa, Melayu, dan Arab, sebelum kedatangan bangsa Eropa).

Di lain pihak, Spanyol harus bertahan di Tidore demi mengamankan suplai rempah-rempah ke Eropa. Spanyol bahkan memendam hasrat untuk merebut Ternate dari tangan Portugis. Selama bertahun-tahun kedua kekuatan saling intai, namun masih sama-sama menahan diri dari konflik bersenjata.

Yang menarik dari rivalitas Ternate-Tidore ini, Sultan Al Mansyur merupakan mertua Sultan Bayanullah. Permaisuri Kesultanan Ternate, Sultana Nukila, adalah puteri Sultan Al Mansyur. Dari rahim sang permaisuri inilah kelak lahir penerus Sultan Bayanullah, Sultan Hidayatullah alias Sultan Dayalu.

Ditaklukkan Portugis
Wafatnya Sultan Bayanullah pada 1522 mengubah peta kekuatan. Sultan Hidayatullah masih terlalu muda saat diangkat sebagai penerus tahta Ternate. Usianya enam tahun, sehingga diangkatlah Wali Raja untuk menggantikan perannya sampai ia cukup umur. Pemerintahan Ternate kemudian dikendalikan oleh Sultana Nukila dan Pangeran Taruwese, adik Sultan Bayanullah.

Kondisi ini dimanfaatkan baik-baik oleh Portugis untuk memecah Kesultanan Ternate demi menguatkan pengaruhnya di Kepulauan Maluku. Selain mengadu domba Sultana Nukila dengan Pangeran Taruwese, Portugis juga berhasil membujuk Ternate untuk menyerang Tidore pada 1524.

Sebanyak 600 tentara gabungan Ternate dan Portugis mendarat di Tidore dan masuk hingga ke Mareku, ibukota kesultanan. Namun serangan ini tidak mampu menaklukkan Tidore. Sebaliknya, Tidore dengan dukungan Spanyol berhasil memukul mundur pasukan Ternate-Portugis.

Kontak senjata antara Ternate dan Tidore kembali pecah tak lama setelah Sultan Al Mansyur mangkat tanpa meninggalkan penerus pada 1526. Satu-satunya keturunan yang berhak atas tahta Tidore adalah cucunya, Sultan Hidayatullah, yang sudah diangkat sebagai Sultan Ternate.

Sultana Nukila melihat ini sebagai peluang untuk menyatukan Tidore dan Ternate di bawah kepemimpinan puteranya. Namun ide tersebut tentu saja ditolak Portugis. Portugis merapatkan hubungan dengan Pangeran Taruwese. Wali Raja ini dijanjikan dukungan penuh bila berhasil merebut tahta Ternate.


Perang saudara pun pecah. Kubu Pangeran Taruwese yang didukung Portugis berusaha merebut tahta Ternate dari tangan Sultan Hidayatullah yang didukung aliansi Tidore-Spanyol. Sultan Hidayatullah tewas. Pangeran Taruwese naik tahta, namun tak lama kemudian terbunuh dalam pemberontakan yang berujung naiknya Sultan Abu Hayat II, adik kandung Sultan Hidayatullah.

Perpecahan elite di Ternate membuat kekuatan Portugis semakin menancap dalam. Hal ini mengancam Kesultanan Tidore yang sebenarnya sudah lama masuk incaran Portugis. Perjanjian Zaragoza antara Raja Portugal John III dan Raja Spanyol Charles V pada tahun 1529 semakin mempertegas kedudukan Portugis di Maluku. Dalam perjanjian tersebut Raja Charles V bersedia menyerahkan Maluku pada Kerajaan Portugal.

Di tahun yang sama, putera bungsu Sultan Al Mansyur yang bernama Amiruddin Iskandar Zulkarnaen dilantik sebagai Sultan Tidore berikutnya. Di masa pemerintahannya Portugis kembali datang menyerang. Tidore berhasil ditaklukkan pada 21 Desember 1536, yang berujung pada hak monopoli perdagangan rempah sepenuhnya bagi Portugis.

Spanyol sempat berusaha mempertahankan Tidore, akan tetapi pasukan yang dibawa ekspedisi Ruy López de Villalobos menyerah pada tentara Portugis di tahun 1545. Dengan demikian Portugis menjadi penguasa tunggal di kawasan Maluku Kie Raha karena Kesultanan Bacan dan Jailolo juga sudah mereka taklukkan. Portugis memusatkan kekuatannya di Ternate.

Masuknya VOC-Belanda
Begitu berkuasanya Portugis sehingga sultan-sultan Ternate yang membangkang ditangkap dan diasingkan. Sultan Abu Hayat II dibuang ke Malaka, Sultan Tabariji dibuang ke Goa, dan Sultan Khaerun Jamil alias Sultan Hairun dibunuh di Benteng São Paulo.

Kematian Sultan Hairun membangkitkan amarah rakyat Ternate. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, perjuangan heroik rakyat Ternate sukses mengusir habis Portugis secara memalukan dari pulau tersebut pada 1575.

Portugis lari ke Ambon dan Tidore. Tahun 1578, mereka membangun benteng baru yang dinamai Forte dos Reis Magos de Tidore sebagai basis kekuatan. Dua tahun berselang, Spanyol dan Portugis membentuk aliansi di Maluku sehingga kekuatan kedua kerajaan saling membantu. Semua benteng Portugis dan Spanyol di seluruh kawasan Maluku Kie Raha dapat digunakan pasukan kedua kerajaan.

Demi membantu mengembalikan kekuasaan Portugis atas Ternate, Gubernur Jenderal Spanyol di Manila berkali-kali mengirimkan armada bantuan. Menanggapi serangan ini Ternate menjalin kerja sama dengan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), perusahaan dagang yang diberi kekuasaan otonom oleh Kerajaan Belanda untuk mengeksplorasi Hindia Timur.

Babak baru sejarah Kepulauan Maluku pun dimulai.


Portugis dengan dukungan Spanyol di Manila menjadikan Tidore sebagai basis militer menghadapi kekuatan Ternate-VOC. Pada 19 Mei 1605, pasukan VOC berhasil merebut Benteng Reis Magos. Spanyol membalas dengan mengirimkan pasukan dari Manila. Armada perang ini dipimpin langsung oleh Gubernur Filipina, Pedro de Acunha.

Pada 26 Maret 1606, Spanyol dibantu prajurit Tidore merebut kembali Benteng Reis Magos. De Acunha yang mendapat dukungan Sultan Fola Madjino alias Sultan Zainuddin juga sukses mengusir tentara VOC dari Benteng Gamlamo di Ternate. VOC tidak mau pergi dari Ternate, dan sebaliknya mendirikan Fort Oranje hanya beberapa kilometer dari benteng Spanyol.

Sejak itu Maluku Kie Raha, dengan Ternate dan Tidore sebagai pusatnya, dikuasai dua kekuatan asing: Spanyol dan VOC. Namun perlahan-lahan kekuasaan VOC semakin kuat, sampai pada puncaknya menjadi kekuatan tunggal pada Juni 1663. Ini menyusul keputusan Gubernur Jenderal Spanyol di Manila, Manrique de Lara, menarik seluruh armadanya dari Maluku untuk menghadapi serangan bajak laut Tiongkok.

Praktis, kekuatan Tidore melemah. Hal ini memaksa Sultan Gorontalo alias Sultan Saifudin meneken perjanjian dengan Gubernur Jenderal VOC Cornelis Janzoon Speelman pada 13 Maret 1667. Inti perjanjian tersebut adalah pengakuan kedaulatan Kesultanan Tidore oleh VOC, dan pemberian hak monopoli perdagangan rempah-rempah di Tidore kepada VOC.

Wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore pada masa itu meliputi sebagian besar Pulau Halmahera, Raja Ampat, dan bagian kepala burung Pulau Papua. Perjanjian dengan VOC terus bertahan hingga beberapa sultan berikutnya, dengan catatan bertambah kuatnya pengaruh Tidore atas VOC ketika Sultan Syaifudin (Kaicil Golafino alias Jou Kota) bertahta.

Perlawanan Sultan Nuku
Kendati terikat dalam perjanjian monopoli dagang dengan VOC, Kesultanan Tidore adalah wilayah berdaulat penuh. Sultan-sultan Tidore tak sekalipun meminta bantuan VOC untuk menyelesaikan urusan kesultanan. VOC tetap dibiarkan berada di "luar pagar" dan tak sekali-kali diijinkan ikut campur.

Namun masa-masa tersebut segera berlalu. Keputusan Gubernur Jenderal VOC di Batavia yang memberlakukan Hongitochten memperlemah kekuatan Kesultanan Tidore, juga kesultanan-kesultanan lain di Maluku Kie Raha.

Tidore ikut meneken perjanjian Hongitochten dengan VOC, sehingga pasukan VOC secara leluasa membabat habis tanaman cengkeh dan pala di wilayah Kesultanan demi menjaga stabilitas harga.

Perjanjian Hongitochten serta monopoli VOC membuat kemakmuran Kesultanan Tidore menurun. Sekalipun VOC memberi imbalan (recognitie penningen) sejumlah tertentu kepada Kesultanan, angkanya jauh lebih kecil dari ketika produksi cengkeh dan pala berlimpah.

Hingga 1797, sultan-sultan Tidore dibuat tak berdaya di bawah monopoli VOC. Kesultanan nyaris bangkrut. VOC bahkan berani menangkap Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin dan mengasingkannya ke Batavia pada 1776. Secara sepihak VOC mengangkat Kaicil Gay Jira sebagai sultan, yang kemudian diteruskan putranya, Patra Alam alias Sultan Badaruddin.

Tindakan sewenang-wenang VOC ditentang keras Pangeran Muhammad Amiruddin (Kaicil Paparangan) dan Pangeran Hairul Alam Kamaluddin (Kaicil Asgar), dua putera Sultan Jamaluddin. Namun tentu saja VOC tidak peduli. Pangeran Kamaluddin ditangkap dan diasingkan ke Sri Lanka. Sedangkan upaya VOC menangkap Pangeran Amiruddin gagal karena telah terlebih dahulu meninggalkan Tidore

Pangeran Amiruddin membangun armada perang di Kepulauan Papua untuk menyerang VOC. Tahun 1781, Pangeran Amiruddin memproklamirkan diri sebagai Sultan Tidore dengan gelar Sri Maha Tuan Sultan Amir Muhammad Saifuddin Syah. Di saat bersamaan sultan yang oleh pasukannya lebih akrab dipanggil Sultan Nuku ini menyatakan perang terhadap VOC.

VOC merespon aksi ini dengan mengirim pasukan untuk menangkap Sultan Nuku. Perang pun pecah. Pasukan VOC sepertinya bakal menang, namun tak berhasil menangkap Sultan. Tahun 1783, VOC kembali mengirim pasukan. Kali ini Sultan Nuku menunjukkan kekuatannya dengan membunuh komandan dan sebagian besar tentara VOC.

Oktober 1783, pasukan Sultan Nuku menyerang sebuah benteng VOC di Tidore dan membunuh semua orang Eropa di dalamnya. VOC marah luar biasa. Kesultanan Ternate dihubungi untuk membantu memerangi Sultan Nuku. Hubungan Ternate-Tidore memanas.

November di tahun yang sama, VOC menarik pulang Pangeran Kamaluddin dan mengangkatnya sebagai Sultan Tidore. Dengan demikian Kesultanan Tidore memiliki dua sultan dalam waktu bersamaan. Begitu naik tahta Sultan Kamaluddin dipaksa meneken perjanjian yang menguntungkan VOC.

Pada 1787, VOC berhasil menaklukkan markas Sultan Nuku di Pulau Seram. Akan tetapi Sang Sultan sudah terlebih dahulu pindah ke Pulau Gorong dan kembali membangun pasukannya. Sultan juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Britania yang diwakili Kapten Thomas Forrest. Dengan persenjataan bantuan Kerajaan Britania, Sultan Nuku berhasil memukul pasukan VOC.

Kerepotan menghadapi perlawanan Sultan Nuku, VOC mencoba mengajak berunding dengan menawarkan posisi di kesultanan. Tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Nuku. Alih-alih berdamai, ia justru meningkatkan serangan terhadap VOC yang dibantu pasukan Tidore di bawah pimpinan Sultan Kamaluddin.

Februari 1795, putera Sultan Nuku yang bernama Abdulgafur memimpin sepasukan besar ke Tidore. Setahun berselang Sultan berhasil merebut Pulau Banda. Tahun berikutnya, setelah mengepung Pulau Tidore dengan 79 kapal ditambah satu kapal Kerajaan Britania, pasukan Sultan Nuku berhasil merebut kekuasaan Tidore pada 12 April 1797.


Vacuum of Power
Usai membersihkan istana dari kaki tangan musuh, Sultan Nuku mengusir VOC dari Ternate pada 1801. VOC sendiri sebenarnya sudah dibubarkan pada Desember 1799. Sementara Kerajaan Belanda berada di bawah kekuasaan Prancis yang dikomando Napoleon Bonaparte.

Akibat serangan tersebut Raja Willem V melarikan diri ke Inggris dan menetap di sana selama beberapa waktu. Sebagai imbalan, Raja Willem V menyerahkan daerah-daerah jajahannya pada Kerajaan Britania. Inilah sebabnya Inggris sempat berada di Nusantara selama beberapa tahun.

Wilayah-wilayah tersebut baru dikembalikan kepada Belanda setelah kedua kerajaan meneken Perjanjian London pada 13 Agustus 1814. Perjanjian ini sekaligus mengembalikan kekuasaan bangsa Belanda di Bumi Nusantara. Jika dulu di bawah sebuah perusahaan swasta bernama VOC, kali ini di bawah Kerajaan Belanda.

Sepeninggal Sultan Nuku pada 14 November 1805, Kesultanan Tidore dipimpin oleh Sultan Zainal Abidin. Hanya bertahta lima tahun, Sultan Zainal Abidin digantikan oleh Sultan Motahuddin Muhammad Tahir yang naik singgasana pada 1810.

Kondisi yang cenderung damai di era Sultan Tahir membuat rencana pembangunan Kadato (Istana Sultan) baru kembali muncul. Atas persetujuan semua pihak, Sultan Tahir memulai pembangunan Kadato di Soasio pada 1812. Istana yang kelak dinamai Kadato Kie inilah yang hingga hari ini menjadi kediaman Sultan Tidore.

Sembari menunggu pembangunan istana selesai, dibangunlah istana sementara yang dinamai Kadato Tui atau Kadaton Bambu. Di istana kecil ini Sultan Tahir memerintah hingga wafat pada 1821. Beliau tidak sempat menyaksikan istana yang dibangunnya rampung.

Sultan Ahmadul Mansyur Sirajuddin Syah yang naik tahta pada 1821 juga tak sempat meninggali istana rancangan Sultan Tahir. Pembangunan Kadato Kie yang dilakukan secara bertahap memakan waktu 50 tahun. Istana tersebut baru rampung di masa pemerintahan Sultan Ahmad Syaifuddin Alting (1856-1892) pada tahun 1862.

Sejak itu sultan-sultan Tidore menempati Kadato Kie sebagai kediaman sekaligus pusat pemerintahan.


Keberadaan Kadato Kie sebagai simbol kedaulatan Kesultanan Tidore rupanya membuat Belanda tidak senang. Setelah menahan diri di masa pemerintahan Sultan Ahmad Fatahuddin Nur Syah (Kaicil Jauhar Alam) yang hanya bertahta empat tahun, Belanda mulai berulah ketika Sultan Achmad Qawiyuddin Alting alias Sultan Syahjuan naik tahta.

Kekuasaan Sultan Qawiyuddin terus dirongrong oleh Belanda. Sampai pada puncaknya ketika Sultan mangkat di tahun 1905, Tidore diubah menjadi kota swapraja. Belanda tidak mengijinkan penobatan sultan baru, sehingga menyulut perebutan tahta di kalangan keluarga Kesultanan.

Konflik internal ini membuat posisi Sultan Tidore lowong selama kurang-lebih 42 tahun. Akibatnya, Kadato Kie terbengkalai dan rusak parah. Hancur total di tahun 1912. Kesultanan Tidore seolah menghilang dari muka bumi.

Tidore untuk Indonesia
Kesultanan Tidore baru memiliki pemimpin kembali setelah Republik Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Hengkangnya Belanda dari Tidore membuat tidak ada lagi pihak asing yang campur tangan pada urusan internal Kesultanan. Sultan Zainal Abidin Syah kemudian dinobatkan sebagai pewaris tahta pada 15 Januari 1947.

Di Jakarta, Republik Indonesia membentuk delapan provinsi di eks wilayah Hindia Timur. Tidore digabungkan dalam Provinsi Maluku dengan gubernur pertama Johannes Latuharhary.

Soekarno lalu berjuang menyatukan Nieuw Guinea (Papua) ke dalam RI. Tidore dilibatkan dalam perjuangan integrasi ini mengingat Papua merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore sejak ratusan tahun lalu. Untuk keperluan ini Soekarno mengunjungi Tidore dan menanyakan sikap Kesultanan.

Kesultanan Tidore adalah sebuah negeri berdaulat yang selalu berusaha mempertahankan kemerdekaannya dari cengkeraman bangsa Eropa sejak ratusan tahun lalu. Tak salah bila, seandainya, Sultan Zainal Abidin Syah menetapkan Kesultanan Tidore sebagai sebuah wilayah merdeka terpisah dari Republik Indonesia.

Namun, rasa senasib sepenanggungan sebagai sesama bekas koloni Belanda membuat Sultan memutuskan sebaliknya. Beliau menetapkan Kesultanan Tidore sebagai bagian dari Republik Indonesia. Soekarno merespon sikap tersebut dengan membentuk Provinsi Perjuangan Irian Barat dengan ibukota Soasio pada 16 Agustus 1956.

23 September 1956, Sultan Zainal Abidin Syah diangkat sebagai Gubernur Sementara Irian Barat berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 142/ Tahun 1956. Pelantikan dilakukan langsung oleh Presiden Soekarno di Bali.

Integrasi Papua berjalan sesuai rencana. Kerajaan Belanda mengakui wilayah Republik Indonesia meliputi Sabang di Aceh hingga Merauke di Papua, yang oleh Soekarno disebut Irian Barat. Sultan Zainal Abidin Syah kemudian ditetapkan sebagai gubernur pertama Provinsi Irian Barat pada 4 Mei 1962.

Sultan Zainal Abidin Syah mangkat di Ambon pada 4 Juli 1967. Kembali terjadi kekosongan kekuasaan di Kesultanan Tidore selama puluhan tahun. Sampai akhirnya Sultan Haji Djafar Syah dinobatkan pada tahun 1999, dan kini diteruskan oleh Sultan Haji Husain Syah.

Tidore Kini
Apa yang dilakukan Sultan Zainal Abidin Syah mengingatkan saya pada keputusan Sultan Hamengku Buwono IX. Begitu Republik Indonesia merdeka, Sultan HB IX lewat maklumatnya bertanggal 5 September 1945 menetapkan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai bagian dari RI.

Perbedaannya, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mendapat status Daerah Istimewa setingkat provinsi. Sempat berpuluh-puluh tahun mengambang, status tersebut akhirnya disahkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Salah satu poin penting dalam UU tersebut adalah penetapan gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta. Secara otomatis jabatan gubernur dan wakilnya diisi oleh Sultan Kraton Ngayogyakarta dan Adipati Pakualaman yang tengah bertahta.

Kesultanan Tidore sebaliknya. Dari berstatus ibukota Provinsi Irian Barat, Pemerintah RI menurunkan status Tidore menjadi kawedanan (setingkat kabupaten) dalam Provinsi Maluku. Lalu Tidore dimasukkan dalam Daerah Administratif Halmahera Tengah dengan ibukota Soasio. Undang-Undang No. 6 Tahun 1990 menetapkan Halmahera Tengah sebagai daerah otonom setingkat kabupaten.


Gairah pemekaran wilayah di awal 2000-an kembali mengubah status Tidore. Sultan Djafar Syah menjadi tokoh sentral dalam proses pembentukan provinsi baru, yakni Maluku Utara. Pembentukan Malut diresmikan lewat Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 dengan wilayah meliputi empat kesultanan Maluku Kie Raha.

Tahun 2003, lewat Undang-Undang No. 1 Tahun 2003 terbentuklah kotamadya baru bernama Kota Tidore Kepulauan. Wilayahnya meliputi Pulau Tidore, Pulau Maitara, Pulau Mare, serta sisi timur Pulau Halmahera dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Selain berjasa besar dalam berdirinya Provinsi Maluku Utara, Sultan Djafar Syah juga berinisiatif membangun kembali Kedaton Kie yang runtuh pada tahun 1912. Pembangunan ulang diawali pada 1997 oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Maluku. Sembilan tahun berselang renovasi dilanjutkan oleh Pemda Kabupaten Halmahera Tengah.

Kadaton Kie selesai direnovasi pada tahun 2010 dan langsung ditempati sebagai kediaman sultan. Namun baru tiga tahun menempati istana baru, Sultan Djafar Syah mangkat di RS Husada, Jakarta, dalam usia 67 tahun. Penggantinya adalah Sultan Husein Syah yang dinobatkan pada 22 Oktober 2014.

Di bawah pemerintahan Sultan Husein Syah, Kesultanan Tidore mencoba membangkitkan kembali pengaruhnya di Indonesia Timur. Bukan lagi sebagai kekuatan politik tentu saja, melainkan dalam bidang pariwisata dengan kampanye Visit Tidore Island.

Keindahan alam Tidore nan memukau diharapkan menarik minat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, seperti halnya bangsa-bangsa Eropa berdatangan ke sana di masa lalu. Keindahan alam yang membuat Juan Sebastian Elcano mengucapkan kalimat kekaguman.

"Tidore diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum."



Artikel ini diikut-sertakan dalam Lomba Menulis Blog "Tidore Untuk Indonesia" yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.


Foto dan Gambar:
Semua foto dan gambar yang saya pilih berada dalam public domain atau berlisensi Creative Commons. Selain itu adalah foto-foto yang penggunaannya telah mendapat ijin, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari pemiliknya untuk kepentingan penulisan artikel mengenai Kesultanan Tidore ini.

Ilustrasi 1: Foto Pulau Maitara dan Tidore oleh Didik Heriyanto (http://www.panoramio.com/photo/89610678)
Ilustrasi 2: Lukisan potret Juan Sebastian Elcano (https://en.wikipedia.org/wiki/Juan_Sebasti%C3%A1n_Elcano)
Ilustrasi 3: Cengkeh, komoditas unggulan Tidore di masa lalu (http://scentindonesia.com/index.php/our-products/natural-resources/80-natural/112-cloves)
Ilustrasi 4: Peta Kepulauan Maluku oleh Pieter van der Aa di tahun 1707 (https://libweb5.princeton.edu/visual_materials/maps/websites/pacific/spice-islands/spice-islands-maps.html)
Ilustrasi 5: Lukisan armada VOC di perairan Malaka (http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=222086)
Ilustrasi 6: Lukisan potret Sultan Syaifuddin yang tersimpan di Museum Czartoryski, Kraków (https://en.wikipedia.org/wiki/Sultanate_of_Tidore)
Ilustrasi 7: Lukisan potret Sultan Nuku (https://en.wikipedia.org/wiki/Nuku_Muhammad_Amiruddin)
Ilustrasi 8: Lukisan yang menggambarkan penaklukkan Tidore oleh VOC ()
Ilustrasi 9: Foto Kadato Kie di Soasio (http://annienugraha.com/tidore-dan-beberapa-wisata-sejarahnya/)
Ilustrasi 10: Repro foto pelantikan Sultan Zainal Abidin Syah sebagai Guberbur Irian Barat (https://id.wikipedia.org/wiki/Zainal_Abidin_Syah_dari_Tidore)
Ilustrasi 11: Peta Kota Tidore Kepulauan (screenshot Google Maps)


Referensi
Buku Explore the Enchanting Tidore
https://en.wikipedia.org/wiki/Tidore
https://id.wikipedia.org/wiki/Maluku_Utara
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Tidore
https://en.wikipedia.org/wiki/Sultanate_of_Tidore
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Tidore_Kepulauan
https://en.wikipedia.org/wiki/Loa%C3%ADsa_expedition
https://en.wikipedia.org/wiki/Nuku_Muhammad_Amiruddin
https://id.wikipedia.org/wiki/Djafar_Syah_dari_Tidore
https://id.wikipedia.org/wiki/Nuku_Muhammad_Amiruddin
https://id.wikipedia.org/wiki/Bayanullah_dari_Ternate
https://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_East_India_Company
https://en.wikipedia.org/wiki/Anglo-Dutch_Treaty_of_1814
https://en.wikipedia.org/wiki/Juan_Sebasti%C3%A1n_Elcano
https://id.wikipedia.org/wiki/Zainal_Abidin_Syah_dari_Tidore
https://en.wikipedia.org/wiki/%C3%81lvaro_de_Saavedra_Cer%C3%B3n
https://en.wikipedia.org/wiki/Portuguese_colonialism_in_Indonesia

https://alchetron.com/Tidore-10389-W
http://tidore.besaba.com/default.php?page=Home
http://www.wartaone.co.id/sejarah-dan-silsilah-kesultanan-tidore/
http://www.colonialvoyage.com/portuguese-moluccas-ternate-tidore/
http://www.colonialvoyage.com/forts-spice-islands-indonesia-today/
http://www.colonialvoyage.com/spanish-presence-moluccas-ternate-tidore/
http://annienugraha.com/tidore-dan-beberapa-wisata-sejarahnya/
http://annienugraha.com/tidore-dalam-balutan-sejarah-pendahuluan/
http://annienugraha.com/tidore-dalam-balutan-sejarah-kesultanan-tidore/
http://annienugraha.com/tidore-dalam-balutan-sejarah-kesultanan-tidore/
http://annienugraha.com/tidore-dalam-balutan-sejarah-gambaran-tentang-maluku-utara/
https://www.deliknews.com/2014/10/23/sultan-tidore-dinobatkan-secara-syareat/
https://profil.merdeka.com/indonesia/n/nuku-muhammad-amiruddin-kaicil-paparangan/
https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/12311/Appendices_Bibliography.pdf?sequence=7

http://travel.kompas.com/read/2013/05/14/16265915/Tips.Melancong.ke.Tidore
http://travel.kompas.com/read/2015/01/27/131900527/Ternate.dan.Tidore.Pusat.Rempah.Dunia.
http://travel.kompas.com/read/2012/05/23/16051369/.Sowohi.di.Balik.Kesultanan.Tidore
http://print.kompas.com/baca/2015/05/08/Joko-Widodo-Terima-Gelar-Biji-Nagara-Madafolo-dari

Visit Tidore Island - 5 Kuliner Khas Pulau Rempah yang Bikin Ngiler

$
0
0

APA yang paling membuatmu penasaran saat berkunjung ke tempat baru? Kalau saya ada dua hal. Pertama, cerita atau sejarah daerah tersebut sehingga saya selalu tertarik mengunjungi situs-situs bersejarah yang ada di sana. Kedua, kuliner alias makanan dan minuman khasnya.

Demikian pula saat menyebut nama Tidore. Soal sejarah, saya sudah menulis satu artikel panjang yang merangkum perjalanan Kesultanan Tidore sejak 1521. Saya seorang history enthusiast, jadi jangan heran kalau artikel yang saya hasilkan begitu panjang. Silakan baca ya.

Baca juga:Visit Tidore Island - Menelusuri Jejak Sejarah Pulau Rempah

Nah, bicara kuliner setidaknya ada lima makanan-minuman khas Tidore yang memikat mata sekaligus perut saya. Tentu saja ini kuliner yang belum pernah saya cicipi sebelumnya. Jadi, benar-benar membuat penasaran dan ngiler berat.

Sejak ratusan tahun lalu Tidore dikenal sebagai penghasil rempah-rempah berkualitas baik. Melimpahnya pala, cengkeh, dan lada yang dihasilkan Kesultanan Tidore membuat pedagang-pedagang asing berdatangan kemari. Pedagang Jawa, Melayu, India, Arab, sampai kemudian bangsa-bangsa Eropa yang sangat bernafsu menguasai daerah ini.

Dengan kekayaan rempah-rempah seperti itu, jangan heran kalau Tidore mempunyai kuliner khas yang sedapnya menggoda. Oke, setidaknya ini dari apa yang saya baca dan foto-foto yang bertebaran di Google, juga beberapa situs kuliner. Mudah-mudahan kelak saya dapat kesempatan menyambangi Tidore dan membuktikan sendiri hal tersebut.

Jadi, andaikan saja ada yang khilaf mengajak ke Tidore, saya paling penasaran sama lima kuliner berikut. Saya pilih kuliner yang benar-benar khas baik paduan bahan baku pembuatan, bentuk, kemasan, maupun cara penyajiannya. Sebisa mungkin makanan tersebut juga bukan yang mudah ditemui di tempat lain, khususnya di Jawa.

Apa saja? Yuk, kita intip sama-sama berdasarkan referensi sana-sini!


1. Popeda
Popeda adalah olahan sagu yang dimasak, direbus. Kalau kamu tahu lem Glucol, kira-kira seperti itulah teksturnya. Kenyal-kenyal dan lengket, serta tentu saja tidak ada rasanya. Karena itu popeda musti dimakan dengan sayur berkuah, dan yang paling umum dijadikan pelengkapnya adalah ikan kuah kuning.

Awalnya saya bingung bagaimana bisa orang Tidore makan popeda, yang cuma beda satu huruf dengan papeda. Selama ini yang saya tahu papeda adalah makanan khas Papua. Semasa kos di Jogja, ada tetangga saya orang Bugis yang lahir dan besar di Papua. Namanya Mutmainnah, lebih beken sebagai Mbak Inna.

Nah, Mbak Inna ini buka warung makan di Jl. Kusumanegara, tepat di depan Pamela Swalayan/Toko Flora. Karena pelanggannya banyak mahasiswa Papua, Mbak Inna juga menyediakan papeda.

Jadi, saya pikir papeda itu makanan khas Papua. Tapi setelah membaca lebih banyak sejarah Tidore, saya punya kesimpulan berbeda. Sangat besar kemungkinan justru orang Tidore-lah yang memperkenalkan popeda ke Papua, sebab dulu wilayah Kesultanan Tidore mencapai Raja Ampat dan sebagian besar wilayah kepala burung Pulau Papua.

2. Tela Gule
Hanya sedikit informasi mengenai makanan satu ini di Google, apatah lagi mencari fotonya. Satu-satunya foto yang dapat saya lihat ada di buku panduan wisata Explore the Enchanting Tidore terbitan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.

Tela gule adalah makanan olahan jagung. Digiling hingga halus, lalu dimasak seperti nasi. Saya kontan teringat sega jagung-nya orang Jawa, tapi penyajian tela gule tampaknya berbeda. Sebab sega jagung hanya ditumbuk kasar lalu dikukus, tidak sampai digiling halus.

Menurut beberapa blog milik ngofa (putera asli) Tidore yang saya temui, tela gule bakal terasa lebih sedap jika dimakan dengan masakan-masakan lain. Wa bil khusus sayur berkuah santan. Misalnya dalo waho (sayur lilin), foki pele (terong dimasak santan), uge ake (rebusan bunga pepaya dan daun kelor), ditambah ikan goreng.

Pendek kata, meski judulnya cuma mencicipi tela gule, tapi saya juga bisa makan banyak makanan khas Tidore lainnya. Sekali lahap, 4-5 makanan ditelan. Hehehe.

Btw, benar-benar sulit mencari foto maupun video tela gule di Google maupun media lain di internet. Sepertinya suatu saat saya memang harus ke Tidore untuk mendokumentasikan makanan satu ini, baik dalam bentuk foto, video, dan tentu saja posting blog. Insya Allah.


3. Berbagai Olahan Sagu
Benar, sagu bisa jadi bahan pembuatan lem kertas. Tapi makanan bernama sagu di Tidore tidak cuma terbuat dari tepung pohon sagu. Ada sagu berupa makanan kering yang terbuat dari singkong alias ketela. Sagu yang ini biasanya dimakan dengan gohu (daging ikan mentah dicincang dan dibumbui) atau dabu-dabu (campuran sayuran mentah dengan bumbu dasar dan minyak goreng).

Lagi-lagi, niat mencicipi sagu saja membuat saya bakal ikut menikmati dua makanan khas Tidore lainnya. Alangkah pintarnya saya ini :)

Ada lagi sagu lempeng atau sagu kasbi (hula keta), yang disajikan dalam keadaan matang dipanggang. Kalau terbuat dari tepung sagu namanya hula garo, sedangkan yang terbuat dari tepung singkong dinamai hula daso.

Sagu lempeng yang selesai dipanggang biasanya masih lembek selama beberapa hari. Sagu lempeng begini oleh orang Tidore disebut sagu lombo, dan cocoknya dimakan dengan gohu seperti pada foto di awal posting.

Kalau dalam keadaan kering, sagu lempeng dapat bertahan sangat lama. Menurut catatan pelaut Inggris, konon, sagu lempeng kering pemberian Sultan Baabullah (Kesultanan Ternate) yang mereka bawa dapat bertahan setidaknya 10 tahun.


4. Kopi Dabe
Cukup dengan aneka makanan khas, dari minuman saya paling penasaran dengan kopi dabe. Sesuai namanya tentu saja ini kopi. Kata "dabe" dalam bahasa Tidore berarti "baku tambah" alias "saling menambahkan." Ditambah apa? Ditambah rempah-rempah pilihan sehingga membuat rasanya berbeda dari kopi kebanyakan.

Pembuatan kopi dabe tak ubahnya kopi lain, yakni diseduh air mendidih dan diberi gula sebagai pemanis. Bedanya, air yang dipakai menyeduh kopi adalah rebusan aneka rempah seperti jahe, kayu manis, cengkeh, dan pala. Terkadang juga ditambah daun pandan untuk memberi aroma wangi.

Kopi dabe sudah ada sejak jaman dahulu kala. Sejak ratusan tahun lalu. Konon, dulu kopi ini hanya disajikan untuk tetamu kehormatan Sultan Tidore.

Masa itu, membuatnya pun harus menggunakan belanga khusus terbuat dari tanah liat yang didatangkan dari Pulau Mare, pulau di selatan Tidore. Karenanya belanga itu disebut balanga mare. Tapi kini pembuatan kopi dabe sudah memakai panci-panci modern. Malah nyaris tak ada lagi yang menggunakan belanga tanah liat.

Oya, kopi dabe benar-benar minuman khas Tidore. Bahkan di Ternate yang hanya berjarak sepelemparan batu pun tidak dijumpai minuman ini.


5. Kue Asidah
Melengkapi makanan berat dan minuman, saya pungkasi daftar ini dengan jajanan khas Tidore. Dan dari sekian macam jajanan yang ada, saya paling penasaran ingin mencicipi kue asidah. Kenapa? Alasan satu-satunya karena kue ini tidak mirip kue-kue yang pernah saya makan di Jawa.

Konon, kue asidah adalah makanan khas Tidore yang terpengaruh budaya Arab. Warna merah kecoklatan pada kue ini aslinya dikarenakan kandungan kurma yang menjadi salah satu bahan. Namun demi menghemat biaya pembuatan ada pula yang berkreasi mengganti kurma dengan gula aren.

Boleh jadi kue asidah diperkenalkan oleh pedagang-pedagang Arab yang dulu singgah ke Kesultanan Tidore saat mencari rempah-rempah. Karenanya ada juga yang menyebut kue ini sebagai dodol Arab mengingat bentuk dan teksturnya yang memang mirip dodol.

Meski mirip dodol, yang membuat kue asidah berbeda adalah cita rasa serta cara penyajiannya. Kalau dodol di Jawa biasanya dicetak persegi lalu dipotong-potong kecil, tanpa tambahan apa-apa, kue asidah disajikan berbentuk separuh bola di atas piring. Kemudian disiram ghee (mentega India) di atasnya sebagai topping.

Saya pun membayangkan, betapa nikmatnya mencamil kue asidah sembari mereguk kopi dabe panas-panas pada sore hari, menyaksikan matahari terbenam dari tepi Pantai Rum. Atau dari sejuknya Desa Kalaodi. Ah, jadi berkhayal deh.

Ya Allah, Baim ingin visit Tidore Island dan mencicipi makanan-minuman khasnya yang bikin ngiler ini. Insya Allah...

Tulisan ini diikut-sertakan dalam Lomba Menulis Blog "Tidore untuk Indonesia" yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan.



Referensi:
Buku Explore the Enchanting Tidore
https://sofyandaudgarasi.blogspot.co.id/2017/02/tidore-dan-hasanahnya_20.html
http://gamalamanews.com/2017/01/25/kopi-dabe-minuman-kaya-rempah-khas-tidore/
http://jagowisata.blogspot.co.id/2014/12/papeda-makanan-khas-tidore.html
http://blog.jalamalut.com/2016/11/di-balik-secangkir-kopi-rempah.html
http://ulinulin.com/posts/mencicipi-papeda-kolaborasi-sagu-dengan-ikan-khas-tidore
http://jdfoodiary.blogspot.co.id/2014/12/culinary-makanan-khas-maluku-utara.html
http://dapurkaysa.blogspot.co.id/2012/08/asida-ambon-tu-mirip-dengan-indonesia.html


Foto-Foto:
Sagu dan Gohu: http://jdfoodiary.blogspot.co.id/2014/12/culinary-makanan-khas-maluku-utara.html
Popeda: thumbnail video di https://www.youtube.com/watch?v=Epp-RXPtVcY
Sagu Lempeng: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sago_starch_product_sagu_lempeng_from_Maluku,ID_feb2002.jpg
Kopi Dabe: http://blog.jalamalut.com/2016/11/di-balik-secangkir-kopi-rempah.html
Kue Asidah: http://dapurkaysa.blogspot.co.id/2012/08/asida-ambon-tu-mirip-dengan-indonesia.html

Grand Ixora Kuta Resort, Hotel Nyaman di Jantung Keramaian Bali

$
0
0

JAM digital di dalam bus menunjukkan pukul delapan malam Waktu Indonesia Tengah (WITA) sewaktu rombongan kami mengakhiri Tur Cokelat Bali hari pertama, 6 Oktober 2016. Bus menepi di sebuah hotel dengan hiasan lampu kelap-kelip berwarna-warni. Dari balik kaca bus saya bisa melihat namanya, Grand Ixora Kuta Resort.

Dari depan, hotel berbintang empat ini tampak sederhana. Bagian muka hotel terbagi menjadi dua sisi: akes masuk ke lobi di mana meja resepsionis berada, dan restoran Bambu Roras dengan dinding kaca sehingga siapa saja dapat melihat bagian dalamnya dengan mudah.

Lantai dua restoran memiliki balkon kecil tempat di mana nama hotel tertera. Lantai di atas sepertinya kamar-kamar. Menghitung jendela-jendela besar yang tampak dari luar, paling tidak terdapat empat lantai lagi dalam bangunan yang menjulang ke atas tersebut.

Di depan restoran terdapat halaman kecil dengan dua set meja-kursi berpayung besar. Sebuah blackboard tinggi berdiri agak di tengah halaman, berisi promo yang tengah diberikan restoran pada hari itu.

Kami, rombongan peserta Tur Cokelat Bali bersama PT Frisian Flag Indonesia, langsung dibawa masuk ke lobi hotel. Tak ada pintu masuk di hotel ini, jadi akses ke lobi berupa area taman terbuka dengan aneka ragam pepohonan hijau dan hiasan lampu-lampu cantik di kanan-kiri, diselingi deretan meja-kursi dari kayu.

Meja resepsionisnya juga sangat minimalis. Terletak di samping dua lift berjejer, area resepsionis hanya berupa tembok berlapis ubin setinggi dada yang menjorok sekitar setengah meter dari dinding lobi. Di bagian atas tembok sedada inilah meja resepsionis terbuat dari kayu berwarna cokelat berada.


Dua resepsionis berseragam biru tosca berdiri di belakang meja. Satu bouquet bunga, setumpuk notes kosong, dan dua batang pena dalam wadah tergeletak di atas meja. Sesekali terdengar suara dering telepon, yang segera diangkat salah seorang dari kedua resepsionis yang melayani rombongan kami.

Pak Rahmat (tour leader) dan Pak Made (tour guide) mengambil kunci kamar pada staf hotel, sedangkan kami duduk-duduk di kursi rotan yang terdapat tepat di seberang meja resepsionis. Di dekat lift, seorang bellboy berdiri memegang troli dorong. Siap sedia mengantar tas dan koper tamu ke kamar.

Damar dan Diandra sebenarnya sudah tertidur sejak bus belum mencapai hotel. Namun saat didudukkan di kursi rotan mereka terbangun. Saya dan istri menawari welcome drink berupa orange juice, minuman kesukaan anak-anak kami. Tapi mereka hanya minum sedikit, lalu tampak tak kuasa menahan kantuk.

Setelah menerima kunci dari Pak Rahmat, saya bawa anak-anak dan istri ke dalam kamar. Kami sempat bingung di lantai mana kamar kami berada. Melihat rombongan lain masuk lift, kami ikut masuk. Untungnya, belum lagi lift naik kami bertemu seorang staf House Keeping.

Ternyata kamar kami di lantai dasar.

Sederhana, namun Elegan
Untuk ukuran hotel berbintang empat, Grand Ixora Kuta Resort tergolong sederhana. Atau lebih tepatnya simpel, namun tentu saja tetap elegan. Atau mungkin kesan ini saya tangkap karena "hanya" menginap di kamar tipe superior. Entahlah.

Saya dan anggota rombongan yang lain diinapkan dua malam di sini. Malam pertama pada 6 Oktober, dan malam kedua 10 Oktober, yaitu hari pertama dan terakhir Tur Cokelat Bali 2016. Karena padatnya jadwal tur, saya baru bisa mengeksplorasi hotel ini lebih jauh pada malam kedua.

Di malam pertama kami mendapat kamar 19 dan 21 di lantai dasar. Dua buah connecting room, di mana kamar 19 memiliki single bed dan kamar 21 twin bed.

Kamarnya tidak terlalu besar, berukuran 23 meter persegi dengan tempat tidur king size. Tapi penataan ruang yang sedemikian rupa membuat kamar-kamarnya terkesan lega.


Begitu masuk kamar kami langsung disambut pintu kamar mandi di samping. Lalu di sebelahnya ada lemari sedang dengan beberapa gantungan baju, ketel elektrik beserta dua gelas dan aneka sachet kertas berisi gula-teh-kopi, kemudian di bawahnya terletak safe deposit box.

Di seberang lemari terdapat kaca besar, berdampingan dengan tempat meletakkan bagasi yang bagian bawahnya dapat dipergunakan sebagai rak sandal atau sepatu. Di sinilah dua travel bag dan satu backpack bawaan kami diletakkan.

Bergeser ke sampingnya lagi adalah meja minimalis - hanya berupa lempengan kayu tebal menempel ke tembok - di mana pesawat telepon, remote televisi, dua botol besar air mineral, lampu belajar, dan alat tulis tergeletak. Malam sebelum kantuk datang saya biasa menyempatkan diri membuka laptop di meja ini.

Tepat di atas median meja, sebuah televisi layar datar ukuran sedang menempel di tembok, menghadap ke tempat tidur. Jadi kita bisa menonton televisi dengan nyaman sembari tidur bermalas-malasan di atas bed.

Tempat tidurnya sendiri sangat nyaman. Kasurnya tidak terlalu empuk, tapi juga tidak keras. Pas sekali untuk menjemput impian dalam lena. Bantal-bantalnya lembut dan wangi, sedangkan selimut putihnya teramat bersih dan hangat.

Saya biasanya tidak suka tidur berselimut. Tapi dua malam di Hotel Grand Ixora Kuta Resort saya selalu menyelinap di balik selimut sebelum terlelap. Padahal AC sudah disetel pada angka 25 derajat celcius, tidak terlalu dingin.


Sarapan Enak
Satu spot yang disukai anak-anak di hotel ini adalah kolam renang. Begitu tahu ada kolam renang, anak-anak yang sudah mandi pagi minta diantar ke sana. Sayangnya, pagi itu hujan rintik-rintik, jadi kami hanya bisa melihat-lihat kolam sebentar lalu kembali ke kamar sebelum sarapan.

Terletak tepat di tengah-tengah deretan kamar, ukuran swimming pool terhitung besar. Ubin biru di dasar kolam membuat airnya terlihat sangat cantik. Di beberapa titik tepian kolam terdapat pohon palem menjulang dalam pot beton berbentuk kotak.

Tamu hotel dapat bersantai-santai di tepian kolam. Ada jejeran kursi-kursi santai ala pantai berwarna putih di atas lantai kayu. Di malam hari area kolam terlihat lebih cantik lagi oleh lampu-lampu hias yang terdapat di beberapa sudut.

Dari bahasa tubuh mereka, saya tahu anak-anak sangat ingin berenang. Namun karena hujan, ditambah lagi kami harus sarapan sebelum berangkat ke destinasi berikutnya, plus mereka berdua sudah mandi, saya tidak mengajak anak-anak nyemplung.

Ketimbang berdiam di kamar, saya ajak anak-anak bersantai di restoran sembari sarapan. Ukuran restoran tak terlalu luas, namun ada lantai kedua dengan balkon yang lebih lega. Tapi saya memilih di bawah saja. Tamu juga bisa menikmati menu sarapannya di meja-kursi yang berderet di sepanjang pintu masuk sampai dekat area lobi.


Atas: Akses masuk dari luar hotel menuju ke area lobi. Tampak asri dengan aneka pepohonan.
Bawah: Area lobi yang sangat minimalis, sekaligus berfungsi sebagai akses utama keluar-masuk hotel.

Restoran dengan beberapa furniture bambu tersebut bernama Bambu Roras Resto and Bar. Selain menyediakan sarapan tetamu hotel, restoran juga terbuka bagi pengunjung umum. Di momen-momen tertentu Bambu Roras menawarkan promo dengan harga menarik. Misalnya Valentine Dinner pada 14 Februari lalu.

Berkonsep terbuka, dinding-dinding restoran terbuat dari kaca. Tamu dapat duduk menyantap makanan sembari melihat kendaraan lalu-lalang di jalan. Sebaliknya, orang-orang di luar juga dapat melihat siapa saja yang sedang makan di restoran.

Menu yang ditawarkan sangat lengkap sekali. Di dekat pintu masuk tersedia aneka jenis roti, mulai dari roti tawar sampai roti sobek, lengkap dengan selai aneka rasa. Di meja tengah ruangan terhidang rupa-rupa masakan Indonesia. Untuk lauk-pauknya tersedia sosis, ayam, tempe, juga tahu.

Menu nasi ada dua, nasi putih dan nasi goreng. Kalau tidak mau makan nasi, tersedia kentang rebus sebagai pengganti. Sumber karbohidrat lain yang bisa dipilih adalah mi yang digoreng dengan campuran sawi hijau dan cabai merah.

Setelah membukai semua wadah makanan, Damar memilih nasi goreng dan mi goreng. Ia juga minta sosis. Tadinya saya sempat berpikiran jangan-jangan sosisnya terbuat dari daging babi. Setelah bertanya pada petugas restoran, rupanya seluruh menu dijamin halal. Tidak satupun hidangan yang mengandung babi. Lega rasanya.


Lain lagi Diandra. Ia lebih banyak maunya. Setelah sarapan buah dengan saya, ia tergiur dengan roti. Eh, setelah itu minta diambilkan nasi goreng pula seperti kakaknya. Belum juga habis, ia sudah minta diambilkan ketoprak di meja sudut dekat tangga. Tobat deh.

Oya, pilihan minumannya ada banyak. Selain teh dan kopi panas, tersedia pula dua jenis jus, dan tentu saja air putih. Yang menarik, di area buah-buahan segar ada sup buah siap santap. Hmmm. Yang mau minta telur goreng, seorang chef di sudut ruangan siap membuatkan omelet.

Dua hari sarapan di sana, kami selalu dibuat puas kekenyangan.

Di Jantung Kuta
Grand Ixora Kuta Resort Bali terletak di Jl. Kartika Plaza No. 92, Kuta. Tepat berada di tengah-tengah pusat keramaian Kuta. Saat datang, saya melihat betapa hidupnya kawasan ini di waktu malam. Entah berapa belas kafe dan restoran, beberapa menyajikan live music, toko-toko souvenir, minimarket, semuanya ada di sini.

Hotel ini dapat ditempuh dalam waktu hanya sekitar 10 menit naik mobil dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Pihak hotel menyediakan angkutan antar-jemput bandara, namun saya lebih menyarankan untuk memesan taksi online karena Go-Car sudah tersedia di Bali.

Karena benar-benar berada di jantung Kuta, segala macam yang dibutuhkan untuk memanjakan kita selama liburan di Bali tersedia di kanan-kiri hotel. Terutama bank dan ATM. Hotel Grand Ixora sendiri malah diapit dua bank, BNI dan BCA.



Di hotel juga terdapat tempat spa dan pijat refleksi. Namanya Jasmine Spa & Reflexology. Tapi kalau mau spa atau massage dengan suasana berbeda di luar hotel, pilihannya ada beberapa di sepanjang Jl. Kartika Plaza.

Demikian pula dengan restoran, kafe, maupun bar. Mau yang di pinggir jalan atau di pinggir pantai, tinggal pilih saja sesuai budget. Sedangkan untuk keperluan lain-lain, dari depan hotel saya bisa melihat plang Alfamart yang hanya berjarak beberapa puluh meter. Lalu ada pula gerai-gerai Cicle K dalam radius 200-300 meter.

Kalau mau cari oleh-oleh, Krisna pusatnya oleh-oleh khas Bali cabang Tuban hanya berjarak 2,2 km dari Grand Ixora. Tepatnya terletak di Jl. Raya Tuban. Karena tidak tahu, atas saran petugas keamanan hotel waktu itu saya dan anak-istri ke Krisna naik mobil carteran. Tarifnya Rp30.000 sekali jalan.

Pilihan lebih hemat bisa memesan Go-Car, atau Go-Jek bagi yang pergi sendirian. Saya yakin tarifnya bisa kurang dari setengahnya. Kalau mau memesan Go-Jek atau Go-Car sebaiknya berjalan dulu agak menjauh dari hotel. Sebab di depan hotel biasanya ada satu-dua sopir mobil carteran.

Oya, bagi yang mau bermain air di pantai, Grand Ixora sangat dekat sekali dengan Pantai Jerman. Menurut Google Maps jaraknya hanya 650 meter, jalan kaki kira-kira sekitar 8-10 menit. Kalau mau ke Pantai Kuta, mau tak mau musti naik kendaraan karena berjarak 2 km.



Pendek kata, Grand Ixora merupakan tempat menginap yang sangat strategis. Dekat dengan bandara, pantai, dan pusat oleh-oleh. Juga berada tepat di tengah-tengah keramaian Kuta dengan atraksinya. Kurang apalagi coba?

Andai kelak ada kesempatan ke Bali lagi bersama keluarga, saya sih tidak akan ragu-ragu untuk menginap di Hotel Grand Ixora Kuta Resort lagi.

Hotel Grand Ixora Kuta Resort
Jalan Kartika Plaza No. 92, Kuta
Kabupaten Badung, Bali 80361
INDONESIA
Telp.: +62-361-759099


Foto-Foto:
Semua foto dengan watermark "BUNGEKO.COM" adalah dokumentasi pribadi, dijepret dengan Canon Powershot SX610 HS. Foto-foto lain diambil dari web www.grandixora.com dan beberapa situs booking hotel.

Wira-wiri Cepat dan Murah di Semarang dengan "Si Hijau" Go-Jek

$
0
0

AWAL bulan ini saya berkesempatan menghabiskan dua hari satu malam di Semarang. Tujuan utamanya menghadiri dua event yang berlangsung dua hari berturut-turut, 4 dan 5 Maret 2017. Tapi, mumpung di Semarang, saya sempatkan untuk berwisata sekalipun ala kadarnya. Dan Go-Jek jadi andalan selama di Kota Atlas.

Berangkat naik kereta api Kaligung dari Pemalang, saya turun di Stasiun Poncol tepat tengah hari. Adzan Dzuhur berkumandang begitu saya keluar dari area stasiun menuju Jl. Tanjung. Karena sudah waktunya makan siang, saya pun mampir ke warung Mie Kopyok Pak Dhuwur yang legendaris.

Bagi yang belum tahu, Mie Kopyok Pak Dhuwur merupakan salah satu spot kuliner yang wajib dikunjungi di Semarang. Namanya melegenda, dengan cabang hingga di ibukota Jakarta. Lokasinya hanya sekitar 300 meter dari Stasiun Poncol. Persisnya di seberang kantor PLN Kota Semarang.

Siang itu warung Mie Kopyok Pak Dhuwur ramai sekali. Maklum, memang waktunya rolasan alias istirahat makan siang. Tapi yang saya lihat kebanyakan pengunjung sepertinya berasal dari luar kota. Terlihat dari kamera-kamera yang mereka bawa, juga plat mobil yang parkir berjejer di tepi Jl. Tanjung.

Saya memesan seporsi mi kopyok plus es jeruk. Nggak pakai menunggu lama, pesanan saya datang diantar seorang pelayan berpakaian kemeja biru dengan variasi putih. Segera pula isi piring berpindah ke perut dengan sukses. Hehehe.

Rasanya? Awalnya terasa agak aneh di lidah saya, kuahnya dominan rasa bawang putih. Tapi setelah menemukan racikan yang pas berkat bantuan kecap, cuka, sambal, serta bumbu kacang yang dihidangkan di masing-masing meja, saya tak butuh waktu lama untuk menghabiskan seporsi mi kopyok.

Sayangnya saya lupa bertanya berapa harganya. Sewaktu membayar, saya dimintai Rp17.000 untuk sepiring mi kopyok ditambah segelas es jeruk. Terhitung murahlah untuk ukuran Kota Semarang.


Menyusuri Pasar Prembaen hingga Gang Warung
Usai makan siang, saya lanjutkan perjalanan ke selatan menyusuri Jl. Tanjung. Niat semula mau ke Airy Eco Miroto Seteran Serut, tempat saya bakal menginap malam itu. Menurut Google Maps sih dari Jl. Tanjung saya cuma perlu berjalan kaki 700 meter menuju penginapan. Tapi sampai di perempatan Jl. Pemuda saya belok arah.

Alih-alih lurus ke selatan, ke Jl. MH Thamrin, saya langkahkan kaki ke Jl. Depok dan terus ke timur. Nama jalan ini agak familiar di ingatan karena beberapa kali disebut dalam novel seri kenangan Nh. Dini. Hanya beberapa puluh meter dari lampu merah, sebuah pasar tradisional menyambut dengan kesibukannya yang khas.

Pasar Prembaen! Pasar ini juga terasa familiar bagi saya. Dalam salah satu episode, Nh. Dini menceritakan sewaktu kecil dirinya pernah diajak berbelanja ke pasar ini. Bersama ayah dan kakak laki-lakinya, seingat saya Teguh Asmar, Dini kecil bersepeda dari Kampung Sekayu menuju Prembaen.

Saya hanya melintas saja di pasar ini. Kalau saja saat itu saya tahu di Pasar Prembaen ada satu warung nasi kebuli spesial nan legendaris, pastilah saya sempatkan mampir. Okelah, kita simpan warung nasi kebuli Pasar Prembaen untuk kunjungan ke Semarang berikutnya. Insya Allah.

Melewati Pasar Prembaen, saya teruskan langkah ke selatan menuju Jl. KH Wahid Hasyim. Dari ngobrol-ngobrol dengan seorang tukang becak di bawah gapura kawasan Pecinan, saya tahu kenapa jalan tersebut dinamai KH Wahid Hasyim. Sisi timur jalan merupakan kawasan Kauman, pusatnya keturunan Arab yang identik dengan Islam.

Kira-kira setengah jam saya mengobrol dengan Pak Becak. Lalu meneruskan langkah menyusuri Jl. Gang Warung. Sayangnya saya datang ke sana siang bolong. Kalau saja agak sore, tentulah kawasan tersebut sudah ramai oleh warung-warung aneka makanan.



"Pasar Semawis baru buka nanti sore, Mas," kata Pak Becak yang saja ajak ngobrol tadi.

Mau bagaimana lagi, acara yang saya ikuti dimulai jam 15.00 WIB. Lagi-lagi, kita simpan agenda wisata kuliner di Pasar Semawis untuk kunjungan ke Semarang berikutnya.

Nah, sampai di Jl. Gang Pinggir saya sudahi acara jalan-jalan siang itu. Bukan apa-apa, jam di hape sudah menunjukkan angka setengah dua. Saya harus check in di Airy Eco Miroto di Jl. Seteran Serut, lalu bersiap-siap menuju kawasan Kota Lama untuk mengikuti event yang diadakan YouTube.

Lewat Jalan Tikus
Sewaktu duduk melepas lelah di depan Kwaci Cap Gajah, saya iseng ngobrol dengan seorang bapak. Beliau mengaku asli Purworejo dan bekerja di produsen kwaci tersebut. Dari beliau saya disarankan untuk naik ojek saja menuju Jl. Seteran Serut. Soalnya kalau naik becak terlalu jauh, lama di jalan.

Oke, saya pun buka aplikasi Go-Jek dan melihat-lihat adakah driver di dekat-dekat saya berada. Dasar rejeki, di layar terlihat dua ikon motor dan tulisan "2 Minutes" yang menandakan terdapat driver tak jauh dari saya. Tertera juga biayanya, yakni sebesar Rp6.000,- dengan jarak tempuh 2,554 km.

Tanpa pikir panjang saya langsung order. Pesanan diterima oleh driver bernama Oky Firmansyah yang langsung menelepon menanyakan posisi saya berada. Beberapa menit berselang ia datang, setelah berbasa-basi sebentar saya memakai helm hijau dan duduk di boncengan motornya.

Ini bukan kali pertama saya naik Go-Jek di Semarang. Tapi driver satu ini membuat saya terkesan karena hapal jalan tikus. Sepanjang jalan saya mengamati Google Maps, tapi Mas Oky ambil jalan-jalan pintas di sela-sela perkampungan sempit.

"Kalau ngikutin petunjuk jalan di Maps bisa muter-muter, Pak. Banyak jalan satu arah ke Seteran Serut," kata Mas Oky sewaktu saya iseng bertanya kenapa jalannya tidak sesuai Google Maps.

Saya sih menurut saja. Bagi penumpang yang penting sampai alamat tujuan. Dan Mas Oky ini benar-benar hapal jalan. Tanpa tanya sana-sini ia bisa menurunkan saya tepat di depan gerbang Airy Eco Miroto Seteran Serut. Sebelum pergi Mas Oky meminta saya memastikan dulu benar-tidak alamat tersebut yang saya cari.

Saya benar-benar dibuat terkesan oleh Mas Oky. Rate bintang lima deh.

Proses check in di Airy Eco Miroto tidak memakan waktu lama. Saya sudah order lewat aplikasi Airy Rooms sehari sebelum berangkat. Jadi sesampainya di sana cukup mencocokkan data booking, meninggalkan KTP, setelah itu petugas resepsionis mengantar saya ke kamar yang terletak di lantai tiga.

Ini pengalaman pertama saya menginap di Airy Rooms. Akan saya tulis lebih lengkap di posting berikutnya lengkap dengan video room tour.

Dapatkan diskon langsung Rp100.000,- dengan memesan Airy Rooms di sini!


Wira-wiri Kota Lama Naik Go-Jek
Selepas istirahat sekedar mengeringkan keringat, saya pergi mandi, dan berkemas menuju Gedung Spiegel di kawasan Kota Lama. Acara YouTube Round Table sudah menunggu. Saya hanya punya waktu kurang-lebih setengah jam menuju ke sana.

Kalau saja waktunya luang, saya bisa berjalan kaki menuju Simpang Lima, lalu naik angkot ke arah Pasar Johar. Tapi saya butuh jasa angkutan yang lebih cepat, dan tentu saja tarifnya aman di kantong. Lagi-lagi saya buka deh aplikasi Go-Jek dan memesan tumpangan menuju Spiegel.

Driver bernama Sugiri Santoso menyambut order saya. Kami sempat sama-sama bingung di telepon. Pasalnya, saya menyebut "di depan Gang I, Pak." Sedangkan beliau tengah mangkal di depan gang dimaksud, tapi ujung yang lain. Tapi tak berapa lama beliau datang menjemput dan tersenyum lebar begitu melihat saya.

"Saya di depan gang tapi yang sebelah sana, Mas," katanya menjelaskan. Rupanya Gang I tembus dari Jl. Seteran Serut ke Jl. Seteran Barat. Saya menunggu di ujung gang yang Jl. Seteran Serut, sedangkan Pak Sugiri ada di ujung gang di Jl. Seteran Barat.

Berbeda dengan Mas Oky yang sikapnya terkesan formal - mungkin karena saya terlihat lebih tua darinya, Pak Sugiri sebaliknya. Slengean. Sepanjang jalan menuju Kota Lama beliau bercerita dan membanyol. Ketika menurunkan saya di area parkir Spiegel Bar & Bistro, beliau masih sempat-sempatnya membanyol soal rating bintang empat di aplikasi Go-Jek.

"Mau dikasih bintang berapa aja saya nggak pengaruh, Mas," katanya. "Tapi ya kalau bisa kasih bintang empat." Lalu tersenyum.

Oya, tarif dari Jl. Seteran Serut ke Gedung Spiegel yang berjarak 3,94 km sebesar Rp8.000.

Acara YouTube Round Table berlangsung sesuai agenda. Saya sih maunya menikmati suasana Kota Lama di malam hari terlebih dahulu sebelum balik ke Airy Eco Miroto. Tapi mendung tebal dan gerimis yang mulai turun mengubah niat tersebut. Saya putuskan langsung kembali saja ke penginapan.


Naik apa?

Untuk kali ketiga dalam empat jam saya kembali memesan Go-Jek. Dari aplikasi di hape saya tahu ada banyak driver di sekitaran Kota Lama dan Stasiun Tawang. Order saya diterima oleh driver bernama Rusmono.

Singkat cerita, saya sampai di penginapan dengan selamat. Selamat dari guyuran hujan maksudnya. Setelah mandi dan sembahyang, saya sempatkan merekam video room tour sebentar, kemudian tidur pulas hingga pagi hari.

*****

Bagi saya yang tidak hapal jurusan angkot di Semarang, plus sayang duit kalau harus naik taksi, dan malas dibawa berputar-putar oleh angkot, keberadaan Go-Jek sangat membantu sekali. Menurut saya ini adalah pilihan transportasi yang murah dan cepat, sekaligus privat.

Satu hal yang membuat saya paling senang naik Go-Jek adalah adanya kepastian tarif di muka, dan tarifnya itu terjangkau sekali. Dari beberapa kali order baik saat di Semarang maupun di Jakarta saya jadi tahu kalau tarif Go-Jek itu Rp2.000/kilometer. Sangat murah, bukan?

Terlebih menurut cerita salah satu driver, belum lama Go-Jek Semarang melakukan recruitment. Artinya, jumlah driver-nya semakin banyak sehingga calon pengguna bisa mendapatkan tumpangan lebih cepat.

Satu saja yang saya sayangkan, Go-Jek belum bekerja sama dengan ShopBack. Padahal bakal lebih asyik ya kalau tiap kali order Go-Jek via ShopBack kita dapat cashback. Walaupun nominalnya mungkin kecil, tapi kalau sering-sering kan bisa terkumpul banyak juga cashback-nya.

Jadi, harap maafkan ya kalau saya menulis tentang Go-Jek, tapi di bawah posting ini terpampang banner promosi Grab. Namanya juga usaha. Hehehe.

FOTO-FOTO:
Foto 1: Gedung Marba terlihat dari balkon Gedung Spiegel.
Foto 2: Bagian depan warung Mie Kopyok Pak Dhuwur di Jl. Tanjung.
Foto 3: Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel, atau yang lebih dikenal sebagai Gereja Blenduk, sedang menggelar misa. Terlihat mobil-mobil jamaah berjejer rapi di sekitaran gereja.

* Semua foto merupakan dokumentasi pribadi.

Akankah Google Hentikan Layanan Blog Gratis Blogger/Blogspot?

$
0
0

INI pertanyaan yang membuat heboh banyak narablog beberapa hari terakhir. Benarkah Google bakal menghentikan, atau menghapus layanan blog gratis miliknya yaitu Blogger.com? Sebagai pengguna platform ini sejak medio 2005, saya coba berbagi pandangan. Just my two cents.

Isu layanan Blogger.com bakal dihentikan sudah berulang kali berhembus. Seingat saya kabar burung soal ini bahkan sudah pernah ditiupkan sebelum 2010. Lalu sempat terdengar lagi tahun lalu. Alasan pendukungnya selalu sama, Google terkesan menelantarkan Blogger dengan tidak adanya update fitur maupun template.

Sebenarnya Google baru saja "menyentuh" Blogger dengan menyediakan sederet template responsif. Namun, langkah ini terbilang sangat terlambat dibanding platform lain. Katakanlah WordPress sebagai engine blog terpopuler di dunia di atas Blogger.

Menariknya, Google sendiri sudah bertahun-tahun lalu mulai mendeteksi apakah sebuah blog responsif atau tidak, lalu menyarankan apa yang perlu dilakukan pemilik blog. Jadi lucu ketika The Big G sibuk menandai blog yang tidak responsif, tapi di layanan blog gratis miliknya malah tidak tersedia template responsif.

Okelah, di luar sana banyak situs menyediakan template responsif, baik berbayar maupun gratis. Namun, intinya adalah perhatian Google pada Blogger. Sebelum adanya pembaruan template responsif bulan lalu, Blogger.com terakhir kali di-update pada 2015. Lama sekali.

Jadi, akankah Google menghentikan layanan blog gratis Blogger.com?

Bisa saja. Google sangat terkenal akan reputasinya menghentikan produk-produk mereka. Sebut saja Orkut di masa lalu. Atau Google Reader, Google Code, dan belum lama ini Picasa Web. Jangan kaget kalau suatu saat Blogger yang di-shut down.

Nah, yang saya garis-bawahi "suatu saat" ini. Menurut saya sih Google tak akan menghentikan Blogger.com dalam waktu dekat.


Etalase Iklan AdSense
Google membeli Blogger.com pada Februari 2003. Sebenarnya yang dibeli Pyra Labs, perusahaan perancang platform tersebut. Akuisisi ini membuat seluruh personel Pyra Labs beralih status sebagai karyawan Google. Termasuk duo co-founderMeg Hourihan dan Evan Williams.

Baca juga:Blogger, Tonggak Popularitas Blog

Pembelian Blogger tak lepas dari rencana Google meluncurkan jaringan periklanan milik mereka yang kini jadi idola, AdSense. Google AdSense diperkenalkan hanya selisih sebulan dari akuisisi Pyra Labs.

Sejak berdiri pada 1998, Google tak punya pemasukan sama sekali. Dana operasional mereka semata-mata dicukupi dari suntikan investor. AdSense-lah produk pertama yang benar-benar menghasilkan pendapatan bagi Google, sampai akhirnya mencapai profit dan terus berkembang seperti sekarang.

Benang merahnya sangat terlihat. Google butuh semacam etalase untuk memajang iklan-iklan AdSense. Semakin banyak blog memasang iklan AdSense, semakin besar peluang iklan-iklan tersebut terlihat dan diklik. Itu artinya peluang pendapatan Google semakin besar pula.

Google sebenarnya menawarkan program periklanan AdSense pada sejumlah webmaster top masa itu. Salah satu pengguna awal AdSense adalah blogger kondang asal Kanada, John Chow. Tapi itu saja tidak cukup signifikan. Google butuh lebih banyak blog, sebanyak-banyaknya. Itulah sebabnya Blogger.com dibeli.

Tak cukup, Blogger lantas meluncurkan layanan email gratis Gmail.com pada 1 April 2004. Dengan tawaran space gratis sebesar 1 GB - bandingkan dengan space 2 MB yang ditawarkan Hotmail saat itu, popularitas Gmail langsung melejit. Jumlah penggunanya melonjak tajam.


Tepat setahun kemudian Google melipat-gandakan space Gmail menjadi 2 GB, dan kini 10 GB. Atau jika kita gabungkan seluruh space di Gmail, Google Drive, dan Google+ Photos jumlahnya mencapai total 15 GB.

Sama halnya Blogger, Gmail kemudian digunakan juga sebagai etalase iklan AdSense. Iklan-iklan yang tampil di blog-blog Blogger.com dan mailbox Gmail memberi penghasilan cukup lumayan bagi Google. John Battle dalam bukunya The Search (New York, 2005) mengestimasi AdSense menyumbang 15% dari total pendapatan Google pada awal tahun 2005.

Hingga saat ini kita lihat banyak sekali blog dan situs berbasis Blogspot, baik dengan custom domain TLD maupun masih menggunakan buntut blogspot.com, yang memajang iklan AdSense. Faktanya, Blogger.com merupakan platform blog terpopuler kedua di dunia setelah WordPress. Menurut pendapat saya sih Google masih butuh Blogger.

Jadi, kalapun layanan gratis ini dihentikan oleh Google, hal tersebut tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Kapan? Perkiraan saya dalam 4-5 tahun ke depan masih amanlah.

Sedia Payung Sebelum Hujan
Kalau Google diibaratkan pemilik kontrakan, maka kita-kita pengguna Blogger.com adalah penyewa. Tak ada biaya sepeser pun yang dibebankan oleh Google, namun justru karena itulah tidak ada jaminan apapun bagi kita. Google bisa kapan saja menghentikan layanan ini.

So, we better prepare for the worst.

Ada dua opsi bagi yang ingin meninggalkan Blogspot. Pertama, menyewa web-hosting sendiri dan berganti engine menjadi WordPress.org; kedua, pindah platform ke WordPress.com. Masing-masing tentu saja dengan kelebihan dan kekurangannya.



1. Hosting sendiri dan memakai WordPress.org
WordPress adalah web-engine yang paling banyak digunakan di dunia saat ini. Kemudahan otak-atik tampilan dan optimasi konten menjadi keunggulannya. Entah sejak kapan pandangan ini muncul, namun blog yang di-hosting sendiri dan menggunakan WordPress dinilai lebih keren.

Kekurangannya, bagi yang terbiasa ngeblog di Blogger.com biaya hosting bulanan bisa jadi sangat merepotkan. Okelah, pembayarannya bisa dirapel setahun sekali. Namun jumlah tagihan tetap saja membengkak, bisa 2-3 kali lipat atau lebih dibanding saat hanya membayar nama domain untuk Blogger.

Bagi saya yang tak paham teknis blog, yang paling mengerikan adalah kemungkinan disusupi hacker. Susah payah kita membangun blog beserta reputasinya selama bertahun-tahun, seorang hacker dapat dengan mudah menghancurkan semua itu dalam semalam.

Benar di kebanyakan penyedia hosting disediakan fitur back-up, tapi tetap saja butuh waktu tak sebentar untuk memulihkan blog tadi. Tanpa skill mumpuni di bidang tersebut, gangguan begini bisa sangat membuat frustasi.

Itulah sebabnya kalau nanti terpaksa harus pindah platform saya lebih suka opsi kedua berikut.

2. Custom domain di WordPress.com
Sama-sama WordPress, namun ini versi gratisannya. Seperti halnya Blogger.com, kita dapat ngeblog di sini tanpa biaya sepeser pun. Kalau mau memakai nama domain TLD, siapkan iuran tahunan sebesar $13 untuk layanan domain mapping.

Catat, itu hanya untuk domain mapping. Dengan biaya sebesar ini kita dapat menikmati layanan hosting dengan space 3 GB, serta berbagai plugin populer yang sudah secara otomatis terpasang pada blog.


Kalau space sebanyak itu tidak cukup, ada pilihan upgrade ke paket-paket berikutnya dengan kuota lebih besar dan tambahan fitur lain. Pilihan termurah adalah Paket Personal, yakni sebesar $2.99/bulan atau $35.88 setahun (setara Rp477.921,60 menurut kurs hari ini).

Mahal? Sebagai gambaran, harga tersebut sudah termasuk registrasi satu nama domain TLD setahun, space 6 GB, dan ratusan pilihan theme gratis yang dapat kita sesuaikan dengan keinginan, plus beberapa plugin penting seperti Jetpack.

Menurut saya ini justru lebih murah jika dibanding paket blogging standar di sejumlah layanan hosting. Pindah ke WordPress.com merupakan pilihan tepat bagi yang hanya ingin fokus menulis, menghasilkan konten berkualitas, tanpa dirisaukan urusan-urusan teknis. Apatah lagi kalau tidak paham soal teknis blog.

Tapi kan, Mas, ini tetap saja numpang? Cuma pindah induk semang dari Blogger ke WordPress.

Tak perlu berkecil hati. Coba cek laman https://wordpress.com/notable-users/ dan lihat seberapa banyak brand terkenal yang "menumpang" di WordPress.com.

Kekurangan menggunakan WordPress.com, kita tidak dibolehkan kita memasang iklan apapun di blog. Yang diperkenankan hanya banner dan tautan afiliasi, itupun harus situs-situs terpercaya seperti Amazon.com.

Tenang saja, WordPress punya program periklanan bernama WordAds yang berbasis impresi. Lumayanyah untuk menambah penghasilan dari pageviews blog. Saya pernah punya blog yang menghasilkan $100/bulan di program ini. Jangan kagum dulu. Seorang senior di Solo mendapat rata-rata Rp 50 juta dari satu blognya yang menjalankan WordAds.

Satu lagi, permalink blog WordPress.com tidak bisa diubah-ubah sesuai selera. Format standarnya adalah http://namablog.com/tahun/bulan/tanggal/judul-posting/. Jadi, kalau misalnya saya menerbitkan posting ini pada 2 April 2017, permalink-nya menjadi http://bungeko.com/2017/04/02/akankah-google-hentikan-layanan-gratis-blogspot/.



Ini bisa jadi masalah kalau kita memindah blog dari Blogger. Pasalnya, posting-posting lama di Blogger punya format permalink berbeda, yakni tanpa tanggal. Lalu di ujungnya ada .html. Bisa jadi broken link.

Namun, berdasarkan pengalaman saya sewaktu memindahkan bungeko.com ke WordPress.com di tahun 2014, pengunjung yang mengeklik alamat lama bakal di redirect ke alamat baru. Mudah-mudahan saja sampai saat ini masih begitu.

Kesimpulan
Dari uraian di atas, saya menyimpulkan ada kemungkinan Google menghentikan layanan Blogger.com. Ini seiring semakin gurihnya hasil periklanan di YouTube serta kecenderungan pengguna internet yang lebih suka menonton video ketimbang membaca blog.

Video over blog post. Jangan heran kalau Google bakal lebih memilih untuk membesarkan YouTube ketimbang Blogger. Lihat video di atas dan dengarkan uraian Matt Cutts, saat itu programer Google, tentang alasan Google menghentikan sebuah produk layanan.

Namun, rasa-rasanya ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Paling tidak kita masih bisa menikmati layanan Blogger hingga 4-5 tahun ke depan. Kalaupun lebih cepat dari itu, Google bakal mengabari kita semua sebelum melakukan eksekusi.

So, yang terpenting dilakukan adalah mem-back up blog. Mulai sekarang rajin-rajinlah membuat back-up secara berkala. Sehingga jika nanti Blogger ditiadakan, kita dapat dengan mudah memindahkan blog. Manfaatkan fitur ekspor blog di dasbor untuk melakukannya.

Semoga bermanfaat.

Hadiah Liburan Bareng Cucu untuk Ibunda Tercinta

$
0
0

ADA satu kepercayaan umum dalam masyarakat kita bahwa kakek-nenek lebih sayang cucu ketimbang anaknya sendiri. Saya tidak bisa tidak percaya dengan ini. Pasalnya, tiap kali menelepon Bapak atau Ibu nun jauh di Jambi, yang pertama kali beliau berdua tanyakan adalah anak-anak saya.

Sebaliknya, kalau Bapak atau Ibu yang menelepon saya atau istri, setelah telepon kami angkat yang pertama kali beliau berdua tanyakan kabar cucu-cucunya. Anak-anak saya.

Ini lumrah. Menurut ilmu psikologi, orang tua seringkali merasa perlu "memperbaiki" kekurangan mereka saat mengasuh anak-anaknya di masa kecil. Caranya dengan memperlihatkan kasih sayang berlimpah bagi cucu-cucunya.

Begitu pula dengan Ibu. Beliau seolah merasa harus memberikan perhatian, cinta, kasih, dan kepedulian yang lebih pada anak-anak saya ketimbang yang pernah diberikannya untuk saya di masa lalu.

Hal ini tentu saja membuat saya senang. Saya bahagia karena anak-anak saya disayangi oleh keluarga besarnya. Sekalipun kasih sayang itu hanya bisa ditunjukkan dengan menelepon secara berkala karena jarak sejauh 1.200 km memisahkan Ibu dari cucu-cucunya.

Untuk menjaga ikatan emosional anak-anak dengan kakek-neneknya, saya seringkali menunjukkan foto-foto sewaktu mereka berlibur ke Jambi. Ada foto saat mereka masih bayi digendong Ibu atau Bapak, ada pula foto ketika mereka ikut hujan-hujanan di kebun sawit bersama Kakek-Nenek yang tengah mengawasi panen.

Kali lain saya menceritakan pengalaman masa kecil, tentu saja dengan Bapak-Ibu ada di dalamnya. Saya sesuaikan cerita tersebut dengan kondisi anak-anak. Misalnya ketika mereka baru masuk sekolah, saya ceritakan bagaimana dulu Ibu mengantar saya yang baru berusia 5,5 tahun pergi sekolah untuk pertama kali.

Saya ceritakan pula saya pernah gelisah di kelas karena Ibu tidak nampak di halaman sekolah. Persis seperti anak-anak saat mereka celingak-celinguk mencari saya atau ibunya di hari-hari pertama masuk TK. Tentu saya selipkan nasihat-nasihat ringan dalam cerita tersebut.

Saya dan Ibu, dengan anak-anak di belakang kami, saat mengunjungi Monas, 16 Agustus 2014.

Sosok Paling Disayang
Anak-anak biasanya tertidur setelah mendengar cerita saya. Saya memang bercerita jelang mereka tidur. Sebaliknya, sehabis menceritakan pengalaman masa kecil saya jadi terkenang-kenang akan Ibu. Sosok yang sejak dulu paling pertama merasa khawatir luar biasa tiap kali saya berada dalam kesulitan atau masalah.

Kalau diminta menyebut satu orang yang paling saya sayangi di dunia ini, maka orang itu adalah Ibu. Saya harus meminta maaf pada istri, tapi Ibu-lah wanita yang paling saya cintai sampai kapanpun.

Saya memang tidak ingat lagi masa-masa Ibu menimang saya, mengajari saya berjalan, menyuapi makan. Tapi saya tidak akan pernah lupa bagaimana Ibu, di tengah kelelahannya seharian mengurus tiga anak sendirian, dengan senang hati mengipasi saya dan adik-adik sebelum tidur.

Kini, setiap mengantar anak-anak pergi tidur saya mengipasi mereka dengan kain. Tepat seperti yang dilakukan Ibu dulu. Sembari melakukan itu saya pun terbawa kembali ke masa kecil, teringat saya yang terlelap di bawah hembusan angin dari kain yang dikibas-kibaskan Ibu.

Juga masih jelas dalam ingatan bagaimana Ibu dengan telaten menghibur dan mengurusi saya yang kesakitan usai disunat. Waktu itu ada masalah dengan jahitan sunat saya, sehingga bekas irisannya menjadi luka yang tak kunjung sembuh selama berhari-hari. Selama itu pulalah saya hanya bisa duduk di kursi menahan sakit. Siapa lagi yang repot mengurus ini-itu untuk saya kalau bukan Ibu.

Di antara empat anak Ibu, tiga di antaranya lahir dan tumbuh besar di Palembang, hanya saya yang ingat bagaimana dulu Ibu pernah jadi tukang cuci keliling. Ya, itu beliau lakukan demi kami. Agar saya dan adik-adik tetap bisa sekolah, tetap bisa membeli jajan kesukaan kami.

Lulus SMA di tahun 2000, saya pamit pada Ibu untuk melanjutkan pendidikan ke Jogja. Saya memilih sebuah pendidikan pariwisata nongelar selama dua tahun. Ibu mengijinkan dan terlihat tak menyimpan perasaan apa-apa. Saya bahkan berpikir Ibu pasti bangga karena di tengah kesulitan perekonomian dapat menyekolahkan saya hingga jauh ke Tanah Jawa.

Namun saat mencukur rambut saya sehari sebelum keberangkatan ke Jogja, Ibu tak mampu menahan tangis. Beliau sedih karena kembali harus terpisah dengan putera sulungnya. Jadilah kami sesenggukan berdua.

Saya (kiri) berfoto bersama Ibu dan adik-adik di Palembang, Mei 1988. Ibu masih langsing :)

Selalu Jauh Ibu
Saya dan Ibu memang lebih sering terpisah. Masa-masa kebersamaan kami dalam satu rumah hanya sampai saya kelas VI SD. Masa-masa paling penuh kenangan tentu saja saat kami tinggal di Palembang.

Lalu kesulitan finansial memaksa Ibu memboyong kami ke Batumarta, sebuah daerah transmigrasi 4-5 jam perjalanan darat dari Palembang. Kami pindah ke sana saat saya naik kelas V SD.

Dua tahun di Batumarta, untuk pertama kalinya saya harus berpisah dengan Ibu karena selulus SD dititipkan ke rumah Pakde. SMP tempat saya melanjutkan sekolah lebih dekat dengan rumah Pakde. Jadi, Ibu dan juga Pakde memutuskan saya lebih baik menumpang sementara di sana.

Baru beberapa bulan saya masuk SMP, Ibu pindah ke Jambi mengikuti Bapak yang sudah merantau ke sana sejak 1990. Kami pun terpisah lebih jauh lagi. Untuk setahun berikutnya saya dan Ibu terpisah sejauh 400 km.

Kami kembali menyatu ketika saya naik kelas. Ibu membawa saya ke Jambi, ke rumah yang hingga kini beliau tempati bersama Bapak. Tapi kami hanya dua tahun tinggal serumah. Lulus SMP saya melanjutkan ke SMA yang hanya ada di ibukota kabupaten.

Juli 1997, bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru, saya meninggalkan rumah dan indekos di Muara Bulian. Sebuah kota kecil yang merupakan ibukota Kabupaten Batanghari.

Jarak Muara Bulian sebenarnya hanya sekitar 20 km dari rumah. Namun kondisi jalan yang buruk, sebagian besar masih berupa tanah becek, membuat perjalanan ke sana membutuhkan waktu paling cepat 30 menit. Belum lagi minimnya angkutan umum menuju ke sana, sehingga indekos adalah pilihan paling ideal.

Anak-anak "membantu" neneknya membuat kue lebaran sewaktu saya sekeluarga mudik ke Jambi, medio 2014.

Saya tidak menyangka kalau itu sekaligus awal perpisahan saya dengan Ibu. Seemenjak itu saya tidak pernah lagi tinggal di rumah. Selepas SMA saya merantau lebih jauh lagi ke Jogja, dan setelah menikah menetap di Pemalang. Saya tak pernah kembali ke Jambi selain untuk mudik lebaran.

Kalau mau dirinci, dari 34 tahun usia saya saat ini hanya 13,5 tahun yang dihabiskan serumah dengan Ibu. Sisa 20 tahun lainya saya tinggal jauh dari rumah: di Muara Bulian (3 tahun), Jogja (10 tahun), dan Pemalang (menginjak 7 tahun).

Jauh dari Cucu
Mungkin karena sudah lama terpisah, saya merasa tak ada yang salah dengan kondisi ini. Toh, saya pergi untuk sekolah dan mencari penghidupan. Bukankah orang tua juga yang bakal merasa bangga kalau anak-anaknya mapan dan sukses?

Rupanya kondisi berjauhan begini membuat Ibu tidak nyaman. Terlebih saat kedua anak saya lahir di tahun 2010 dan 2011. Sebagai anak sulung, anak-anak saya merupakan cucu-cucu pertama Ibu. Sayangnya, cucu yang hanya dua itu tinggal sangat jauh dari neneknya.

Di telepon, Ibu sering mengungkapkan harapannya agar saya kembali sehingga beliau dapat ikut mengasuh cucu-cucunya. Ibu adalah sosok yang suka anak-anak. Jangankan cucu sendiri, cucu tetangga pun beliau mau ikut mengasuh. Membelikan ini-itu, menyuapi, dan lain-lain.

Adalah sebuah hal naluriah seorang nenek ingin dekat dengan cucunya. Sebagai anak saya sebenarnya ingin sekali mewujudkan harapan Ibu tersebut. Namun, kondisi tidak memungkinkan saya melakukan itu. Aliran listrik yang masih tak menentu serta tidak adanya jaringan internet membuat saya berpikir panjang untuk pindah ke Jambi.

Ibu bersama anak-anak di antara tandan sawit yang baru dipanen di Sungai Bahar, Jambi.

Diam-diam saya merasa bersalah. Saya ingin membalas "dosa" ini dengan sebuah hadiah istimewa untuk Ibu. Saya tahu ini tidak ada apa-apanya dibanding begitu besarnya keinginan Ibu tinggal dekat cucu-cucunya. Namun setidaknya saya bisa membuat Ibu bahagia meski hanya sebentar.

Apa yang akan saya lakukan? Tidak muluk sebenarnya. Saya ingin mengajak Ibu berlibur bersama cucu-cucunya. Menghabiskan 3-4 hari bersama-sama dalam kesenangan dan keseruan di tempat yang sama sekali baru.

Ibu terakhir kali berlibur bersama cucu-cucunya pada Agustus 2014. Waktu itu sepulang dari Jambi kami mampir dua hari di Jakarta, di rumah adik saya di kawasan Palmerah. Ibu ikut mengantar sampai Jakarta, dan kami bersama-sama pergi ke Monas naik Transjakarta.

Kami bertemu lagi sebentar saat kondangan di Nganjuk pada November 2016. Selepas acara Ibu mengajak cucu-cucunya ke Kediri, mengunjungi Goa Selomangleng, Gumul, dan bermain-main di playground Kediri Mall. Tapi ini tidak bisa disebut liburan, sebab tujuan utamanya kondangan.

Liburan Bareng Cucu
Jadi, saya ingin mengajak ibu dan anak-anak berlibur ke suatu tempat. Memberi waktu pada nenek dan cucu untuk berbagi kebahagiaan dalam kebersamaan selama beberapa hari di tempat tak biasa.

Ke mana? Destinasi yang saya pilih Bali. Alasannya, Ibu lahir dan besar di perbatasan Situbondo-Banyuwangi yang hanya sepelemparan batu dari Pulau Bali. Ibu sempat bercerita sewaktu remaja pernah iseng menyeberang Selat Bali. Naik feri dari Pelabuhan Ketapang, Ibu dan kawan-kawannya duduk-duduk di sekitaran Gilimanuk, lalu balik lagi.

Ibu di kampung halamannya, Wonorejo, Kec. Pasir Putih, Situbondo. Foto diambil 30 Juni 2009.

"Ibu dulu sering nyeberang ke Bali, tapi cuma sampai Gilimanuk terus balik lagi," demikian cerita Ibu pada saya via telepon akhir tahun lalu. Ketika itu saya kabari Ibu kalau kami sekeluarga mendapat hadiah liburan ke Bali dari sebuah produsen susu.

Oke, Bu, nanti saya bawa Ibu liburan ke Bali. Bukan cuma sampai Gilimanuk, tapi Ibu akan mengunjungi tempat-tempat wisata terkenal di sana. Sembari berlibur kita sambung silaturahmi dengan beberapa saudara Ibu asal Banyuwangi yang tinggal di Denpasar, di Kuta.

Bagi anak-anak sendiri Bali adalah tempat penuh kenangan. Selama 5 hari 4 malam di bulan November 2016 mereka diajak berkeliling dari Kuta hingga Lovina ketika mengikuti Tur Cokelat Bali. Sangat mengesankan sekali. Namun karena tur tersebut tidak dirancang khusus untuk anak-anak, saya ingin mengajak mereka ke sana lagi.

Saya ingin merancang tur yang cocok untuk anak-anak, sekaligus dapat dinikmati manula seperti Ibu. Dengan bantuan laman kategori voucher taman hiburan di Elevenia, saya sudah menandai beberapa spot menarik di Bali.

Untuk mempermudah pencarian saya mengetikkan "Bali" pada kolom yang tersedia pada laman tersebut. Dari sekian banyak tawaran yang muncul, saya paling tertarik pada 5 tempat berikut:



1. Dolphin Watching at Lovina
Ibu belum pernah ke Lovina, dan belum pernah melihat lumba-lumba di laut lepas. Jadi, Ibu harus merasakan pengalaman berkesan ini setidaknya sekali dalam hidupnya. Di Elevenia, tersedia voucher Dolphin Watching at Lovina seharga Rp247.000. Setahu saya ini lebih murah dari yang ditawarkan beberapa hotel setempat.

Saya sekeluarga memang pernah melihat lumba-lumba di Lovina. Tapi siapa sih yang tidak ingin kembali merasakan keseruan berburu lumba-lumba ini? Apalagi saat mengikuti Tur Cokelat Bali kami hanya menginap semalam di Lovina, dan sudah meninggalkan Singaraja pada pukul 10.00 WITA. Sebentar sekali.

Kami ingin tinggal lebih lama di Lovina. Setelah melihat lumba-lumba di lepas pantai, kami ingin bermain-main pasir dan air laut di pantai. Juga puas-puas berenang di kolam renang hotel sembari menunggu sunset.

FOTO: https://www.balisaritour.com/aktivitas-di-bali/wisata-bahari/bali-sea-walker/

2. Bali Sea Walker
Masih petualangan seru di laut, dan sama-sama melihat ikan di habitat aslinya, tapi kali ini kita diajak menyelam ke dalamnya. Bali Sea Walker menjadi pilihan berikutnya karena saya yakin anak-anak bakal menyukainya. Ini akan jadi pengalaman berkesan bagi mereka.

Demikian pula bagi Ibu. Terlahir sebagai anak pesisir, sejak kecil Ibu sangat akrab dengan laut. Namun karena kakek saya seorang petani, bukan pelaut, Ibu tidak pernah nyemplung ke laut. Paling sekedar bermain-main di pantai yang terletak sekitar satu kilometer dari rumah Simbah.

Di Elevenia ada promo tiket Bali Sea Walker seharga Rp318.000, jauh lebih murah dari tarif aslinya yang sebesar Rp450.000. Syaratnya minimal membeli dua. Karena rombongan saya nanti ada lima orang, syarat ini terpenuhi.


3. Bali Safari & Marine Park
Sewaktu menghadiri wisuda omnya di Jogja tahun 2014, anak-anak saya ajak ke Kebun Binatang Gembiraloka. Namun mungkin karena masih terlalu kecil, Damar 4 tahun dan Diandra 3 tahun, mereka malah ketakutan. Jadi, saya ingin mengulanginya di Bali dengan mengunjungi Bali Safari & Marine Park.

Jika di Gembiraloka mereka hanya melihat gajah, orangutan, dan burung-burung dalam sangkar, di Bali Safari & Marine Park anak-anak dapat merasakan pengalaman lebih seru. Di sini pengunjung diajak naik mobil berjeruji besi dan mengelilingi kandang-kandang hewan buas.

Saya tahu pasti ada rasa takut saat harimau naik ke atas mobil yang kita tumpangi. Tapi pengalaman ini membuat anak-anak berinteraksi lebih dekat dengan satwa buas tersebut. Membuat mereka lebih mengenal sesama ciptaan Allah.

FOTO: http://www.kompasiana.com/losnito/edukasi-di-taman-kupu-kupu-kemenuh-bali_5695ab417593731205826262

4. Kemenuh Butterfly Park
Anak-anak mana yang tidak suka kupu-kupu. Hewan lucu ini bahkan diabadikan dalam sebuah lagu anak. Damar dan Diandra sudah sejak kecil hapal lagu ini, diajari ibunya.

Dengan mengajak mereka ke Kemenuh Butterfly Park, anak-anak dapat mengenal secara langsung aneka ragam kupu-kupu. Jika biasanya di halaman rumah mereka hanya melihat kupu-kupu bersayap hitam-putih, di sini ada banyak warna yang pastinya bakal membuat mereka terkagum-kagum.

Laman Mokado Fun Event di Elevenia menawarkan tiket masuk Kemenuh Butterfly Park dengan harga mulai dari Rp28.000 untuk anak-anak, dan Rp47.500 untuk dewasa. Tinggal memikirkan biaya transportasi ke sana.

FOTO: http://www.ydcbalitour.com/bali-bird-park

5. Bali Bird Park
Masih dari dunia binatang, tujuan terakhir yang ada dalam daftar adalah Bali Bird Park. Kebun binatang khusus marga burung.

Anak-anak sudah punya buku tentang aneka burung. Dari sana mereka mengenal berbagai macam burung yang ada di Indonesia. Akan lebih berkesan jika mereka dapat melihat burung-burung tersebut secara langsung.

Saya dapat mempersiapkan kunjungan ke tempat ini sejak jauh-jauh hari secara daring. Di Elevenia terdapat sejumlah tawaran tiket masuk Bali Bird Park dengan diskon hingga 18%. Ini sangat membantu penghematan budget :)

*****

Sebentar, sebentar. Ini sebenarnya liburan untuk Ibu atau anak-anak sih?

Melihat daftar tujuannya, tentu yang jadi pertimbangan utama anak-anak. Kira-kira mereka bakal nyaman dan senang tidak mengunjunginya. Sebab berwisata dengan anak yang harus diprioritaskan adalah si anak. Yang dewasa dapat dengan mudah menyesuaikan diri.

Demikian pula dengan liburan yang saya rancang untuk Ibu ini. Karena judulnya liburan nenek bersama cucu, maka kesenangan beliau adalah ketika melihat tingkah cucu-cucunya selama berlibur bersama. Saya yakin Ibu sudah sangat senang sekali bisa jalan-jalan dengan dua cucunya.

Saya masih ingat betul bagaimana ekspresi bahagia Ibu sewaktu melihat anak-anak berlarian di pelataran Monas tiga tahun lalu. Melihat antusiasme kedua bocah cilik itu ketika diajak berkeliling bus tingkat gratis, juga di dalam Transjakarta.

Saya ingin melihat ekspresi itu lagi di wajah Ibu.

Posting ini diikut-sertakan dalam lomba blog Cerita Hepi Elevenia.

Foto-Foto:
Foto-foto yang tidak dicantumkan keterangan sumber di bawahnya adalah dokumentasi pribadi.

Terpesona Private Beach di Bali Shangrila Beach Club, Candidasa

$
0
0

HARI sudah beranjak malam ketika bus pariwisata yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti. Di sebuah jalanan yang tak bisa dikatakan ramai. Batang-batang tinggi pohon kelapa terlihat menjulang di beberapa tempat dalam keremangan. Jam digital di bagian depan bus menunjukkan pukul delapan malam WIT.

Saya sekeluarga beserta rombongan Tur Cokelat Bali atas sponsor PT Frisian Flag Indonesia tengah menuju ke hotel waktu itu. Dari briefing book yang dibagikan saat di Bandara Soekarno-Hatta, saya tahu nama hotelnya Bali Shangrila Beach Club (kini jadi Bali Santai Beach Club?)

Pak Made tour guide kami mengumumkan kalau jalan menuju ke hotel sempit, tak cukup dilalui bus. Jadi kami harus turun dan berganti kendaraan shuttle hotel yang sedang menuju ke tempat kami berada.

Beberapa menit menunggu Pak Made mempersilakan rombongan keluarga dengan anak-anak untuk turun terlebih dahulu. Saya, istri, dan anak-anak beranjak dari jok. Pindah ke sebuah minibus yang stand by beberapa langkah di depan bus. Ikut bersama kami keluarga Mas Jimmy Nugraha asal Tangerang yang juga bersama dua anak.

Begitu kami semua masuk, minibus melaju membelah kegelapan malam. Saya tak tahu arah, kanan-kiri gelap. Seingat saya tak banyak lampu penerangan di sepanjang jalan. Anak-anak duduk sembari melihat keluar melalui kaca minibus, penuh penasaran.

Jalan beberapa menit tampaklah jejeran lampu putih di atas sebuah tembok beton. Agaknya kami sudah mulai memasuki kawasan hotel. Ketika kemudian minibus berhenti dan kami turun, saya masih tidak melihat bangunan hotel. Hanya pelataran parkir, beberapa mobil, dan semacam pintu gerbang dengan lampu-lampu berpendar di dalamnya.


Ke "pintu gerbang" itulah kami menuju. Begitu melewatinya barulah suasana hotel saya rasakan. Sebuah resepsionis yang hanya berupa ruangan kecil, satu meja besar dari kayu, dan restoran semi outdoor dengan lampu temaram di seberang.

Tak ada lobi. Atau konsep lobinya memang seperti itu? Serupa teras depan rumah tanpa banyak kursi. Seingat saya hanya ada dua kursi selain meja kayu besar yang ada di sana.

Sembari menunggu Pak Rahmat (tour leader Smailing Tour) mengambilkan kunci untuk kami, saya mengamati sekitar. Terdengar suara kecipak air, juga deburan ombak dekat sekali. Saya berdiri hanya sekitar 100 meter dari bibir pantai. Tapi malam yang pekat membuat mata ini tidak berhasil melihat laut. Hitam.

Sederhana di Luar, Super Mewah di Dalam
Tengah asyik mengamati sekeliling, Pak Rahmat memanggil saya. Dua kunci diulurkan yang langsung saya sambut dengan tangan kanan. Meski belum sampai ke kamar, tapi saya bisa menebak kami bakal dapat bagian connecting room.

"Ikut mas itu, Pak," kata Pak Rahmat sembari menunjuk seorang staf hotel yang berdiri di sebelah koper-koper kami. "Selamat istirahat ya."

Saya cuma membalas dengan senyuman. Staf hotel membawa kami ke sebuah lorong kecil di dekat pintu masuk. Rupanya kamar kami terletak di lantai atas. Kamar nomor 21 dan 22. Connecting room.

Berbeda dengan Hotel Grand Ixora Kuta Resort tempat kami menginap di malam pertama, dari luar Hotel Bali Shangrila Beach Club terlihat biasa saja. Bahkan bangunannya terkesan tua dengan desain sederhana. Sama sekali tak tampak kesan mewah, padahal ini hotel bintang tiga.



Tapi kesan itu langsung buyar begitu kami masuk ke dalam kamar. Berulang kali kata "wow" keluar dari mulut saya dan istri. Maklumlah, sekalipun pernah setengah tahun jadi bellboy Novotel, saya jarang-jarang menginap di hotel mewah. Paling mentok kelas melati kalau bayar sendiri.

Yang pertama kami buka kamar Superior. Wah, luasnya nggak kepalang tanggung! Selain double bed ada kursi kayu, seperangkat meja rias, sofa dan meja sedang, rak tivi, lemari, dan kitchen set lengkap dengan washtafel di sudut.

Legaaaa sekali. Itu masih ditambah balkon menghadap laut.

Didorong rasa penasaran saya buka kamar satu lagi. Dan saya sukses dibuat bengong. Ukurannya jauh lebih besar dari kamar sebelah, terdiri dari tiga ruangan plus tiga balkon. Salah satu balkon berukuran sangat lebar.

Begitu masuk dari pintu kita langsung disambut semacam ruang tamu. Ada satu sofa panjang di depan rak tivi layar datar, seperangkat sofa di pojok lain, serta kitchen set di sudut.

Ketika saya buka lemari kayu di bawah washtafel isinya sendok, garpu, pisau, dan ada pula frying pan. Kemudian lemari di atasnya berisi piring, mangkuk, dan gelas aneka ukuran. Saya lihat juga ada lap, kemungkinan untuk mengeringkan atau mengelap piring sebelum digunakan.

Komplit!



Kamar tidur tak kalah luasnya. Sebuah double bed ukuran raja (king size) berseprei putih dengan aksen kain merah jadi sentral. Di kanan-kirinya terdapat lampu meja. Di satu sisi terletak sebuah rak kayu, ada pula lemari, dan set meja rias.

Yang istimewa, kamar ini memiliki dua balkon di dua sisinya: menghadap laut dan menghadap area parkir hotel. Sekedar duduk-duduk santai sembari mengobrol terasa asyik sekali di sini. Suasana pedesaan dikuatkan dengan kokok ayam jago yang terdengar jelas dari dalam kamar.

Berendam di Bathtub
Nah, bagian paling serunya di sini. Satu ruangan tersisa ternyata kamar mandi. Tak terbayangkan ruangan selebar itu hanya untuk kamar mandi. Di dalamnya ada kloset jongkok, washtafel dengan kaca lebar, dan bathtub. Barang terakhir ini yang bikin agenda tidur kami molor hingga larut.

Anak-anak sebenarnya sudah mengantuk sejak tiba di hotel. Namun begitu melihat kamar luas, nurani petualang mereka muncul. Jalan ke sana-sini, lihat sana-sini, menyentuh ini-itu. Sampailah mereka tahu bathtub di kamar mandi tadi.

"Ini untuk apa?" tanya Damar, anak sulung saya, polos. Maklum, seumur hidupnya belum pernah melihat bathtub.

"Ini bathtub, Nak. Untuk berendam kaya di kolam renang," jawab saya sesederhana mungkin.

Eh, rupanya jawaban saya menimbulkan ketertarikan mereka. Malam itu juga, waktu itu kira-kira jam setengah sembilan malam, mereka minta mandi berendam air hangat. Alamak!

Tapi kami memang belum mandi sore. Jadi, saya turuti kemauan anak-anak. Sembari meminta mereka melucuti pakaian, saya isi bathtub dengan air dingin disusul air panas. Belum lagi isinya penuh, anak-anak sudah masuk ke bathtub. Asyik bermain-main air yang mancur dari shower dan kran.



Begitu bathtub berisi setengah, mereka sibuk bermain air. Saling ciprat. Kecipak-kecipuk nggak karuan, sampai basah semua lantai kamar mandi. Susah payah ibunya membujuk mereka untuk mentas karena sudah hampir jam 10 malam.

Oya, kamar mandi nan luas ini punya dua pintu. Satu pintu terhubung ke kamar, satunya lagi ke living room. Yang agak saya sayangkan, lokasi bathtub di kamar kami malam itu dekat pintu ke living room. Kalau main air harus hati-hati agar lantai ruang sebelah tak ikut basah.

Private Beach nan Cantik
Sesuai namanya, Hotel Bali Shangrila Beach Club terletak tepat di pinggir pantai. Entah apa nama pantainya saya lupa bertanya. Yang jelas itu kawasan private, besar kemungkinan eksklusif bagi tetamu hotel saja.

Pantainya berpasir putih, dengan air bening sekali. Di bibir pantai berjejer perahu-perahu kayu bermotor. Dari hasil googling saya tahu kita bisa menyewa kapal-kapal tersebut untuk berlayar ke tengah laut.

Tak jauh dari pantai terdapat sebuah pulau karang besar. Lagi-lagi saya tak tahu namanya dan lupa menanyakan pada staf hotel. Tapi tak ada tanda-tanda kehidupan di pulau tersebut. Agak jauh dari sana berceceran beberapa pulau kecil, juga terbentuk dari batu karang.

Pagi hari setelah mandi kami turun ke bawah untuk sarapan. Karena malas naik-turun bolak-balik, kami bawa koper-koper dan tas ke bawah agar bisa sekalian check out.

Restoran semi outdoor di seberang resepsionis bernuansa kayu. Bagian yang menghadap resepsionis tidak berdinding sama sekali. Sedangkan bagian-bagian lain berdinding tembok setinggi setengah badan. Jadi, tetamu dapat menyantap sarapannya sembari memandangi laut.

Tepat di sebelah restoran ada kolam renang.



Sajian makanannya tak banyak. Menu lokal terdiri dari nasi goreng dan mi goreng, dengan tambahan irisan tomat dan sayur-sayuran mentah. Kalau mau kita bisa meminta omelet. Untuk lidah bule, restoran menyediakan roti tawar dengan aneka macam selai juga butter.

Bergeser ke meja minuman, tersedia jus jeruk yang menurut saya rasanya juara, termos besar berisi air panas untuk membuat teh atau kopi, serta deretan kotak-kotak susu. Saya pikir susu-susu ini disiapkan untuk tamu yang biasa sarapan dengan sereal.

Beres sarapan saya dan anak-anak turun ke pantai. Sepi sekali. Saat itu tak ada satupun tamu yang terlihat di pantai selain saya dan Damar. Lalu istri dan Diandra menyusul. Kami foto-foto, saya merekam video ala kadarnya. Belum puas sebenarnya, tapi Pak Rahmat sudah memanggil-manggil.

Well, semalam di Hotel Bali Shangrila Beach Club sangat mengesankan bagi kami. Sampai sekarang pun anak-anak masih ingat betul bagaimana serunya mereka bermain-main air di bathtub.

Andai nanti ada kesempatan kembali kemari, saya bakal puas-puas berenang di kolam dan berlari-larian di pantai. Anak-anak sepertinya bakal berlama-lama berendam di bathtub. Semoga saja.

Ingin menginap di Hotel Bali Shangrila Beach Club?
Dapatkan tawaran menarik dari Booking.com di sini!



Bali Shangrila Beach Club
Dusun Samuh
Kecamatan Candidasa
Karangasem, Bali
Telepon: (0363) 41829


Foto-Foto:
Semua foto dengan watermark "BUNGEKO.COM" adalah dokumentasi pribadi, dijepret dengan Canon Powershot SX610 HS. Foto-foto lain diambil dari web www.balisantaibeachclub.com dan Booking.com.

Mengabadikan Kelezatan Pempek Pak Raden dengan ASUS ZenFone C

$
0
0
LAHIR dan tumbuh besar di Palembang, saya memiliki ikatan emosional kuat dengan kota satu ini. Selalu ada harapan untuk bisa kembali lagi ke sana. Bukan cuma perkara nostalgia nan sentimentil, namun juga karena kangen berat dengan makanan-makanan khasnya yang menggugah selera, terutama pempek. Sewaktu kecil saya sangat terbiasa dengan teriakan, “Piyoo, piyooo, pempek…” Yang berteriak seorang anak seusia saya, berjalan dengan wadah besar di atas kepala yang dipegang dengan satu tangan. Sepanjang jalan ia berteriak begitu, dan cuma berhenti kalau sedang melayani pembeli. Eh, ternyata kemudian saya juga jadi penjual pempek seperti itu lho. Ceritanya kondisi ekonomi keluarga Bapak-Ibu morat-marit. Bapak merantau jauh ke Jambi mencari penghidupan baru, sedangkan Ibu berusaha bertahan di Palembang dengan berbagai cara. Salah satunya mengajak kami berjualan pempek! Yang terlibat dalam proyek jualan pempek ini Ibu, saya, dan adik perempuan. Saya kelas IV SD, adik saya kelas I. Adik satu lagi tidak dilibatkan karena masih terlalu kecil. Kami berbagi tugas. Ibu yang membuat pempek, cuka, dan menyiapkan dagangan beserta seluruh peralatannya; saya dan adik perempuan bertugas menjaga dagangan. Namanya saja anak-anak, karena iseng sembari berjaga saya sering mencemil pempek yang dijual. Apalagi pempek buatan Ibu enak sekali. Sayang kan kalau tidak dinikmati sendiri? Hehehe. Saat [...]

Yuk, Seru-seruan Naik Aneka Wahana Ekstrem di Jatim Park 1 Malang

$
0
0
MAU berlibur seru di sebuah tempat sejuk jauh dari ibukota? Kota Malang bisa jadi rencana yang mengasyikkan. Hawa kotanya yang sejuk dapat mengistirahatkan jiwa kita dari kesibukan rutin nan melelahkan. Apalagi, harga-harga di Malang relatif lebih murah dari kota-kota besar seperti Jakarta. Budget liburan pun jadi sangat hemat. Malang tak cuma punya agrowisata apel lho. Di kota ini juga ada destinasi wisata yang seru dan menghibur, tidak kalah dari Jakarta. Bagi yang sudah berkeluarga, tempat ini sangat cocok dikunjungi bersama anak-anak. Yup, yang saya maksud Jawa Timur Park 1. Hmm, ini tempat yang sudah lama ingin didatangi anak-anak saya. Mereka penasaran sekali dengan Museum Tubuh yang ada dalam kompleks taman wisata ini. Kalau tidak ada halangan dan semuanya memungkinkan, insya Allah kami sekeluarga berkunjung ke sana dalam tahun 2017 ini. Bagi pengunjung dewasa, ada banyak sekali wahana seru dan agak ekstrem di tempat ini. Yuk, pacu adrenalinmu dengan menaiki berbagai wahana di Jatim Park 1 Malang. Baca juga: Dua Kenangan Singkat di Malang: Cafe Bale Barong dan Rombengan Malam Ragam Cara Menuju Jatim Park 1Jatim Park 1 terletak di kota wisata Batu. Jaraknya kira-kira 19 km dari Stasiun Malang. Jauh? Jangan khawatir, kita dapat dengan mudah mengaksesnya baik menggunakan kendaraan [...]

Mie Kopyok Pak Dhuwur, Kuliner Legendaris Semarang nan Sederhana

$
0
0
SAYA sudah “akrab” dengan Jl. Tanjung di Semarang setidaknya sejak 2011. Namun baru awal Maret ini, alias ENAM TAHUN berselang, saya ngeh kalau di jalan tersebut ada satu spot kuliner legendaris. Ya, warung Mie Kopyok Pak Dhuwur yang terletak persis di seberang Kantor PLN Kota Semarang. Kita mundur dulu ke Jumat, 11 Maret 2011. Hari itu untuk pertama kalinya saya ke Semarang dari Pemalang. Pertama kali pula ke Semarang naik kereta api. Adalah panggilan wawancara dari Suara Merdeka CyberNews yang membawa langkah saya ke ibukota Jawa Tengah waktu itu. Baca juga: Sehari di Semarang Semenjak itu saya lebih suka naik kereta api ke Semarang. Terlebih layanan PT KAI semakin membaik. Tak ada lagi cerita penumpang berdiri, seperti yang saya alami enam tahun lalu sepulang dari wawancara di Suara Merdeka. Kereta molor pun hanya hitungan beberapa menit. Tidak seperti Kaligung Ekspres yang molor sampai satu jam di tahun 2011 itu. Jadi, biasanya begitu turun di Stasiun Semarang Poncol saya lalu berjalan kaki ke selatan. Baik lewat pintu keluar barat maupun timur, setelah menyeberangi Jl. Imam Bonjol saya pun asyik berjalan kaki menyusuri Jl. Tanjung. Tergantung tujuan, begitu sampai di lampu merah Jl. Pemuda saya naik angkot, ojek, atau (sejak medio 2016) [...]

Visit Tidore Island – Menelusuri Jejak Sejarah Pulau Rempah

$
0
0
TIDORE diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum. Demikian ungkapan kekaguman Juan Sebastian Elcano, kapten kapal Victoria asal Spanyol, saat mendarat di pulau yang kaya akan rempah-rempah tersebut. Hingga kini kalimat Elcano masih terus dikutip untuk menggambarkan keindahan alam Tidore nan mengagumkan. Elcano adalah pelaut pertama yang berhasil mengelilingi dunia. Ia bergabung dalam ekspedisi Fernão de Magalhães (Fernando de Magallanes, Ferdinand Magellan) sebagai bentuk permohonan maaf pada Raja Charles V. Elcano melanggar hukum karena menyerahkan kapalnya untuk membayar hutang. Tim ekspedisi Magalhães ke Islas de las Especias (Kepulauan Rempah-Rempah) terdiri dari lima kapal: Concepcion, San Antonio, Santiago, Trinidad, dan Victoria. Sebanyak 241 pelaut berpartisipasi dalam rombongan ini. Berangkat dari Sevilla pada 10 Agustus 1519, tim ekspedisi Magalhães berlayar ke arah barat daya, melalui pantai barat dan selatan Amerika Selatan, mengarungi Samudera Pasifik, singgah di Guam, Kepulauan Filipina, Brunei, dan tiba di Tidore pada 8 November 1521. Sebuah pelayaran panjang yang tak mudah. Kapal Santiago hancur dihantam badai di Samudera Atlantik. Lalu kru kapal San Antonio memberontak dan kembali ke Spanyol saat rombongan tiba di Argentina. Saat berada di Filipina, tim ekspedisi terlibat konflik dengan penduduk setempat. Magalhães terbunuh pada 27 April 1521. Kematian Magalhães membuat kepemimpinan ekspedisi terpecah. Duarte Barbosa dan João [...]

5 Kuliner Khas Tidore yang Bikin Ngiler

$
0
0
APA yang paling membuatmu penasaran saat berkunjung ke tempat baru? Kalau saya ada dua hal. Pertama, cerita atau sejarah daerah tersebut sehingga saya selalu tertarik mengunjungi situs-situs bersejarah yang ada di sana. Kedua, kuliner alias makanan dan minuman khasnya. Demikian pula saat menyebut nama Tidore. Soal sejarah, saya sudah menulis satu artikel panjang yang merangkum perjalanan Kesultanan Tidore sejak 1521. Saya seorang history enthusiast, jadi jangan heran kalau artikel yang saya hasilkan begitu panjang. Silakan baca ya. Baca juga: Visit Tidore Island – Menelusuri Jejak Sejarah Pulau Rempah Nah, bicara kuliner setidaknya ada lima makanan-minuman khas Tidore yang memikat mata sekaligus perut saya. Tentu saja ini kuliner yang belum pernah saya cicipi sebelumnya. Jadi, benar-benar membuat penasaran dan ngiler berat. Sejak ratusan tahun lalu Tidore dikenal sebagai penghasil rempah-rempah berkualitas baik. Melimpahnya pala, cengkeh, dan lada yang dihasilkan Kesultanan Tidore membuat pedagang-pedagang asing berdatangan kemari. Pedagang Jawa, Melayu, India, Arab, sampai kemudian bangsa-bangsa Eropa yang sangat bernafsu menguasai daerah ini. Dengan kekayaan rempah-rempah seperti itu, jangan heran kalau Tidore mempunyai kuliner khas yang sedapnya menggoda. Oke, setidaknya ini dari apa yang saya baca dan foto-foto yang bertebaran di Google, juga beberapa situs kuliner. Mudah-mudahan kelak saya dapat kesempatan menyambangi Tidore [...]

Grand Ixora Kuta Resort, Hotel Nyaman di Jantung Keramaian Bali

$
0
0
JAM digital di dalam bus menunjukkan pukul delapan malam Waktu Indonesia Tengah (WITA) sewaktu rombongan kami mengakhiri Tur Cokelat Bali hari pertama, 6 Oktober 2016. Bus menepi di sebuah hotel dengan hiasan lampu kelap-kelip berwarna-warni. Dari balik kaca bus saya bisa melihat namanya, Grand Ixora Kuta Resort. Dari depan, hotel berbintang empat ini tampak sederhana. Bagian muka hotel terbagi menjadi dua sisi: akes masuk ke lobi di mana meja resepsionis berada, dan restoran Bambu Roras dengan dinding kaca sehingga siapa saja dapat melihat bagian dalamnya dengan mudah. Lantai dua restoran memiliki balkon kecil tempat di mana nama hotel tertera. Lantai di atas sepertinya kamar-kamar. Menghitung jendela-jendela besar yang tampak dari luar, paling tidak terdapat empat lantai lagi dalam bangunan yang menjulang ke atas tersebut. Di depan restoran terdapat halaman kecil dengan dua set meja-kursi berpayung besar. Sebuah blackboard tinggi berdiri agak di tengah halaman, berisi promo yang tengah diberikan restoran pada hari itu. Kami, rombongan peserta Tur Cokelat Bali bersama PT Frisian Flag Indonesia, langsung dibawa masuk ke lobi hotel. Tak ada pintu masuk di hotel ini, jadi akses ke lobi berupa area taman terbuka dengan aneka ragam pepohonan hijau dan hiasan lampu-lampu cantik di kanan-kiri, diselingi deretan meja-kursi dari [...]

Wira-wiri Cepat dan Murah di Semarang dengan "Si Hijau" Go-Jek

$
0
0
AWAL bulan ini saya berkesempatan menghabiskan dua hari satu malam di Semarang. Tujuan utamanya menghadiri dua event yang berlangsung dua hari berturut-turut, 4 dan 5 Maret 2017. Tapi, mumpung di Semarang, saya sempatkan untuk berwisata sekalipun ala kadarnya. Dan Go-Jek jadi andalan selama di Kota Atlas. Berangkat naik kereta api Kaligung dari Pemalang, saya turun di Stasiun Poncol tepat tengah hari. Adzan Dzuhur berkumandang begitu saya keluar dari area stasiun menuju Jl. Tanjung. Karena sudah waktunya makan siang, saya pun mampir ke warung Mie Kopyok Pak Dhuwur yang legendaris. Bagi yang belum tahu, Mie Kopyok Pak Dhuwur merupakan salah satu spot kuliner yang wajib dikunjungi di Semarang. Namanya melegenda, dengan cabang hingga di ibukota Jakarta. Lokasinya hanya sekitar 300 meter dari Stasiun Poncol. Persisnya di seberang kantor PLN Kota Semarang. Siang itu warung Mie Kopyok Pak Dhuwur ramai sekali. Maklum, memang waktunya rolasan alias istirahat makan siang. Tapi yang saya lihat kebanyakan pengunjung sepertinya berasal dari luar kota. Terlihat dari kamera-kamera yang mereka bawa, juga plat mobil yang parkir berjejer di tepi Jl. Tanjung. Saya memesan seporsi mi kopyok plus es jeruk. Nggak pakai menunggu lama, pesanan saya datang diantar seorang pelayan berpakaian kemeja biru dengan variasi putih. Segera pula [...]

Akankah Google Hentikan Layanan Blog Gratis Blogger/Blogspot?

$
0
0
BENARKAH Google bakal menghentikan, atau menghapus layanan blog gratis miliknya yaitu Blogger.com? Sebagai pengguna platform ini sejak medio 2005, saya coba berbagi pandangan. Just my two cents. Isu layanan Blogger.com bakal dihentikan sudah berulang kali berhembus. Seingat saya kabar burung soal ini bahkan sudah pernah ditiupkan sebelum 2010. Lalu sempat terdengar lagi tahun lalu. Alasan pendukungnya selalu sama, Google terkesan menelantarkan Blogger dengan tidak adanya update fitur maupun template. Sebenarnya Google baru saja “menyentuh” Blogger dengan menyediakan sederet template responsif. Namun, langkah ini terbilang sangat terlambat dibanding platform lain. Katakanlah WordPress sebagai engine blog terpopuler di dunia di atas Blogger. Menariknya, Google sendiri sudah bertahun-tahun lalu mulai mendeteksi apakah sebuah blog responsif atau tidak, lalu menyarankan apa yang perlu dilakukan pemilik blog. Jadi lucu ketika The Big G sibuk menandai blog yang tidak responsif, tapi di layanan blog gratis miliknya malah tidak tersedia template responsif. Okelah, di luar sana banyak situs menyediakan template responsif, baik berbayar maupun gratis. Namun, intinya adalah perhatian Google pada Blogger. Sebelum adanya pembaruan template responsif bulan lalu, Blogger.com terakhir kali di-update pada 2015. Lama sekali. Jadi, akankah Google menghentikan layanan blog gratis Blogger.com? Bisa saja. Google sangat terkenal akan reputasinya menghentikan produk-produk mereka. Sebut saja [...]

Hadiah Liburan Bareng Cucu untuk Ibunda Tercinta

$
0
0
ADA satu kepercayaan umum dalam masyarakat kita bahwa kakek-nenek lebih sayang cucu ketimbang anaknya sendiri. Saya tidak bisa tidak percaya dengan ini. Pasalnya, tiap kali menelepon Bapak atau Ibu nun jauh di Jambi, yang pertama kali beliau berdua tanyakan adalah anak-anak saya. Sebaliknya, kalau Bapak atau Ibu yang menelepon saya atau istri, setelah telepon kami angkat yang pertama kali beliau berdua tanyakan kabar cucu-cucunya. Anak-anak saya. Ini lumrah. Menurut ilmu psikologi, orang tua seringkali merasa perlu “memperbaiki” kekurangan mereka saat mengasuh anak-anaknya di masa kecil. Caranya dengan memperlihatkan kasih sayang berlimpah bagi cucu-cucunya. Begitu pula dengan Ibu. Beliau seolah merasa harus memberikan perhatian, cinta, kasih, dan kepedulian yang lebih pada anak-anak saya ketimbang yang pernah diberikannya untuk saya di masa lalu. Hal ini tentu saja membuat saya senang. Saya bahagia karena anak-anak saya disayangi oleh keluarga besarnya. Sekalipun kasih sayang itu hanya bisa ditunjukkan dengan menelepon secara berkala karena jarak sejauh 1.200 km memisahkan Ibu dari cucu-cucunya. Untuk menjaga ikatan emosional anak-anak dengan kakek-neneknya, saya seringkali menunjukkan foto-foto sewaktu mereka berlibur ke Jambi. Ada foto saat mereka masih bayi digendong Ibu atau Bapak, ada pula foto ketika mereka ikut hujan-hujanan di kebun sawit bersama Kakek-Nenek yang tengah mengawasi panen. Kali [...]

Terpesona Private Beach di Bali Shangrila Beach Club, Candidasa

$
0
0
HARI sudah beranjak malam ketika bus pariwisata yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti. Di sebuah jalanan yang tak bisa dikatakan ramai. Batang-batang tinggi pohon kelapa terlihat menjulang di beberapa tempat dalam keremangan. Jam digital di bagian depan bus menunjukkan pukul delapan malam WITA. Saya sekeluarga beserta rombongan Tur Cokelat Bali atas sponsor PT Frisian Flag Indonesia tengah menuju ke hotel waktu itu. Dari briefing book yang dibagikan saat di Bandara Soekarno-Hatta, saya tahu nama hotelnya Bali Shangrila Beach Club (kini jadi Bali Santai Beach Club?) Pak Made tour guide kami mengumumkan kalau jalan menuju ke hotel sempit, tak cukup dilalui bus. Jadi kami harus turun dan berganti kendaraan shuttle hotel yang sedang menuju ke tempat kami berada. Beberapa menit menunggu Pak Made mempersilakan rombongan keluarga dengan anak-anak untuk turun terlebih dahulu. Saya, istri, dan anak-anak beranjak dari jok. Pindah ke sebuah minibus yang stand by beberapa langkah di depan bus. Ikut bersama kami keluarga Mas Jimmy Nugraha asal Tangerang yang juga bersama dua anak Begitu kami semua masuk, minibus melaju membelah kegelapan malam. Saya tak tahu arah, kanan-kiri gelap. Seingat saya tak banyak lampu penerangan di sepanjang jalan. Anak-anak duduk sembari melihat keluar melalui kaca minibus, penuh penasaran. Jalan beberapa menit [...]
Viewing all 271 articles
Browse latest View live