MANFAAT kesehatan yang diperoleh ketika menjalani ibadah puasa sudah banyak dibahas. Namun, tahukah kamu kalau manfaat kesehatan tersebut tidak akan pernah didapat dengan pola makan yang buruk. Pengaturan pola makan dan apa saja yang dimakan pada saat berbuka puasa memegang peranan lebih penting dalam hal ini.
Berpuasa secara ilmiah adalah cara untuk mengistirahatkan organ-organ pencernaan di dalam tubuh. Dalam sehari-semalam selama 30 hari penuh, usus, lambung dan seluruh kerja pencernaan berhenti bekerja selama setidaknya 12-13 jam.
Sama halnya mesin, organ-organ tubuh yang bekerja tanpa henti dapat membuatnya cepat aus dan bahkan gampang rusak. Mengistirahatkan organ merupakan salah satu cara untuk mencegah hal-hal buruk yang mungkin terjadi karena terlalu lelah bekerja mengolah makanan dan minuman di dalam tubuh. Puasa menjadi satu cara mudah untuk itu.
Sayangnya, pelaku puasa terkadang justru merusak manfaat tersebut dengan pola makan yang salah saat berbuka. Ini ditambah lagi dengan asupan makanan yang tak kalah merugikan tubuh. Akibatnya, alih-alih mendapat manfaat sehat, berpuasa justru membuat organ 'tersiksa' sehingga hal-hal lebih buruk lebih mungkin terjadi.
Mengenal Food Combining Satu pola hidup sehat yang bisa diterapkan selama berpuasa adalah food combining. Sesuai namanya, food combining adalah sebuah cara untuk mengatur dan mengkombinasikan makanan serta pola makan demi tubuh yang lebih sehat. Food combining merupakan sebuah disiplin yang didasarkan pada ritme kerja organ pencernaan. Dengan demikian, menerapkan pola makan ala food combining bisa dibilang merupakan hal wajib bagi Muslim yang tengah berpuasa.
Dalam dunia kesehatan, tubuh mempunyai ritme alami tertentu yang mengatur kinerja seluruh organ secara serasi. Ritme ini biasa disebut sebagai siklus sikardian. Ritme ini adalah sesuatu hal yang pasti pada setiap manusia - juga makhluk hidup lainnya, sehingga melawan ritme ini sama dengan merusak tubuh karena kinerja organ menjadi terganggu. Tak ada pilihan lain kecuali mengatur pola hidup mengikuti ritme ini agar tubuh senantiasa sehat.
Sebagai contoh, ritme sikardian mempelajari bahwa malam adalah waktunya beristirahat untuk tidur. Rupanya, organ-organ pencernaan tengah bekerja keras mengolah makanan dan minuman yang kita makan pada saat ini. Kerja ini membutuhkan energi sangat besar. Itu sebabnya kita merasa mengantuk saat malam dan disarankan untuk tidur pada saat ini. Tetap terjaga pada saat organ tubuh tengah bekerja keras mengolah makanan bakal membuat tubuh menjadi kelelahan sehingga rentan terhadap kerusakan. Akibatnya, si pemilik tubuh merasakan sakit atau setidaknya rasa tidak enak badan.
Nah, food combining mengatur pola makan mengikuti ritme sikardian ini. Karena malam adalah waktunya sistem pencernaan mengolah makanan, maka pelaku food combining sangat tidak dianjurkan makan di malam hari. Makan sewaktu organ tengah bekerja mengolah makanan berarti memberi pekerjaan dobel. Itu sangat memberatkan. Waktu terbaik untuk makan malam adalah sebelum pukul 19.00 WIB, dan usahakan makan paling lambat dua jam sebelum pergi tidur.
Lalu, ketika bangun di pagi hari, fungsi pencernaan tengah menjalankan tugasnya membuang sisa-sisa hasil pengolahan makanan yang dilakukan pada malam hari. Ini sebabnya, waktu alami untuk buang air besar adalah pagi hari usai bangun tidur. Saat ini, tidak disarankan untuk mengonsumsi makanan berat sebab dapat menyebabkan terganggunya kerja organ-organ pencernaan yang tengah membuang sisa-sisa makanan keluar dari tubuh.
Makanan yang dianjurkan pada saat ini adalah makanan ringan. Namun bukan berarti camilan, melainkan makanan yang ringan dicerna tubuh serta memiliki kandungan gizi lengkap serta memadai. Buah matang adalah pilihan tepat. Sangat dianjurkan untuk makan buah sebagai menu sarapan dan tidak memakan makanan berat hingga setidaknya pukul 11.00, waktu di mana seluruh proses pembuangan sisa-sisa makanan selesai dilakukan.
Setelah pukul 11.00, kita bebas memakan apa saja. Nasi beserta lauk-pauk dan sayur-mayur bebas dimakan selama periode ini. Syaratnya cuma satu: patuhi aturan mengenai pengaturan karbohidrat, protein hewani dan protein nabati. Kuncinya cuma satu, makanan yang mengandung karbohidrat atau pati (nasi, kentang, jagung, ketan, tepung-tepungan) tidak boleh dimakan bersamaan dengan makanan yang mengandung protein hewani. Itu saja. Paduan yang lain bebas, sehingga nasi bisa dimakan dengan sayur-mayur, atau sayur-mayur dengan daging dan ikan atau telur.
Pengaturan menu makanan adalah kunci lain dari food combining. Ini terkait kajian mengenai enzim pencernaan dalam tubuh, di mana diketahui jika enzim untuk mencerna protein hewani tidak bisa bekerja bersamaan dengan enzim untuk mencerna karbohidrat. Akibatnya, bila dua makanan tersebut dimakan bersamaan, salah satunya dipastikan tidak dapat dicerna dengan baik dan menjadi sampah dalam tubuh. Itu racun jahat!
Image may be NSFW. Clik here to view.
Food Combining dalam Berpuasa Sekarang, bagaimana cara menerapkan food combining dalam berpuasa? Kita tahu, ritme sikardian berlawanan dengan waktu berpuasa. Siang kita tidak boleh mengonsumsi apapun hingga matahari terbenam, sedangkan malam hari diperbolehkan makan hingga sebelum Subuh. Bagaimana caranya?
Berita baiknya, ritme sikardian tidak berpatokan pada jam tertentu. Patokannya adalah siklus tubuh dan ritme ini bisa berubah menyesuaikan siklus tubuh. Jadi, pada saat berpuasa ritme sikardian bakal bergeser. Untuk mudahnya, tinggal andaikan saja malam di bulan Ramadhan sebagai siang di waktu bulan-bulan lainnya.
Dengan demikian, saat sahur adalah seperti jam makan malam di saat tidak berpuasa. Saat ini kita boleh makan sepuasnya - tentu dengan mengindahkan aturan mengenai kombinasi karbohidrat, protein hewani dan protein nabati. Lalu sepanjang siang tidak makan apapun. Pada saat berbuka sama seperti sarapan pagi, sehingga menurut food combining makanan terbaik adalah makanan ringan yang tidak memberatkan kerja organ pencernaan.
Buah adalah pilihan tepat untuk berbuka puasa. Buah matang pohon yang mengandung banyak air serta manis rasanya yang paling disarankan. Ingat sabda Rasulullah mengenai "berbuka puasa dengan yang manis-manis", bukan?
Kaitkan pula dengan kebiasaan Rasul yang mengonsumsi kurma terlebih dahulu saat berbuka. Di padang pasir setandus Jazirah Arab, kurma adalah buah-buahan yang paling banyak ditemukan. Kurma yang matang di pohon rasanya manis dan mengandung air meski tak terlalu banyak. Jadi, tidak bermaksud memaksakan sunnah jika menyebut anjuran Rasul memakan kurma saat berbuka esensinya adalah memakan buah yang manis.
Jika Rasul memakan buah kurma - notabene merupakan buah lokal Arab, maka kita di Indonesia bisa memakan buah lokal setempat. Mangga, semangka, melon, rambutan atau jeruk manis bagus dikonsumsi saat berbuka puasa. Juga buah-buahan impor seperti pear, anggur atau buah naga. Kunyah pelan-pelan agar buah tercampur dengan air liur sebagai komponen penting dalam proses pencernaan.
Kita bisa mengonsumsi buah hingga kenyang, namun tentu saja dianjurkan untuk secukupnya saja. Bersegeralah menunaikan salat Magrib karena waktunya sempit. Setelah itu, lanjutkan makan buah hingga tiba saat salat tarawih. Jika saat tidak berpuasa kita dianjurkan baru makan makanan berat setelah pukul 11.00, maka saat berpuasa makanan berat bisa dikonsumsi setelah salat tarawih usai. Jangan lupa aturan padu-padan karbohidrat, protein hewani dan protein nabati ya?
Terakhir, jangan lupa untuk makan besar (nasi plus lauk-pauknya) paling lambat dua jam sebelum berangkat tidur. Jadi, kalau kamu biasa tidur jam 12 malam, kamu masih boleh makan setidaknya hingga jam 10 malam.
SUDAH sejak lama saya ingin melanjutkan kuliah. Tapi ada banyak pertimbangan sebelum mengambil keputusan mengingat kondisi dan status saya kini. Kuliah lagi berarti saya musti keluar Pemalang, setidak-tidaknya ke Pekalongan atau ke Tegal yang berjarak satu jam perjalanan darat. Atau sekalian ke Semarang dengan pilihan jauh lebih lengkap. Jauhnya...
Sebagai seorang freelance, saya memang bebas mengambil kuliah di manapun. Toh, pekerjaan saya bisa digarap dari mana saja sepanjang ada koneksi internet. Namun saya juga harus mempertimbangkan faktor keluarga. Maklumlah, sebagai bapak dari dua anak yang dibesarkan tanpa baby sitter, saya harus berbagi tugas dengan istri dalam mengasuh anak-anak.
Saya tidak bisa terlalu lama meninggalkan rumah, sementara kuliah butuh waktu khusus untuk datang menghadiri kelas atau tugas dari dosen. Belum lagi kalau ada praktikum dan segala macam. Kalau dalam sehari ada beberapa mata kuliah, bisa-bisa seharian penuh saya di kampus.
Andaikan saya mengambil kelas weekend di Semarang, itu berarti tiap akhir pekan saya harus menginap di Kota Lunpia. Berangkat Jumat sore agar dapat menghadiri kuliah Sabtu pagi, lalu selepas mengikuti kuliah di hari Ahad pulang lagi ke Palembang. Biaya transport dan akomodasi selama dua hari dua malam sudah tergambar jelas.
Kalaupun saya "hanya" mendaftar di Pekalongan, misalnya, tetap saja butuh waktu yang tidak sedikit untuk ke kampus. Pemalang-Pekalongan bisa ditempuh dalam waktu 35-45 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Itu artinya saya harus berangkat paling lambat jam 06.00 dari rumah untuk mengikuti kelas jam 07.00. Tidak efisien.
Ada sih beberapa kampus di Pemalang, namun tidak satupun yang menawarkan bidang studi favorit saya. Tentu saja saya tidak mau asal ambil jurusan. Saya ingin meningkatkan kemampuan, sehingga jurusan yang diambil mustilah mendukung pengembangan potensi diri.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Kuliah Online, Kuliah Jarak Jauh Sayapun mencari-cari solusi lain agar tetap bisa melanjutkan pendidikan, sekaligus tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang bapak. Mengingat istri juga punya kesibukan lain di luar urusan rumah tangga, bakalan repot kalau saya lebih sering keluar rumah. Maka saya mencari cara agar dapat berkuliah sembari bermain-main dengan anak. Hehehehe...
Beruntungnya saya, ternyata sekarang kuliah tak lagi harus tatap muka di kelas. Kini sudah ada kuliah online, yaitu sistem pembelajaran jarak jauh mengandalkan jaringan internet. Sama seperti kuliah pada umumnya, sebagai mahasiswa kita tetap belajar, mendapat materi pembelajaran, berdiskusi, serta mendapat dosen. Bedanya, semua aktivitas tersebut dilakukan secara online.
Saya juga menemukan kisah almarhum komedian legendaris Pepeng. Penyakit Multiple Sclerosis yang dideritanya membuat Pepeng hanya bisa terbaring di tempat tidur selama hampir 10 tahun! Tapi Pepeng tak mau menyerah. Selama sakit itu ia dapat menyelesaikan pendidikan S-2 dengan nilai A. Ia menempuh kuliah dari tempat tidurnya dengan sistem online learning.
Ini solusi yang saya butuhkan. Jadi, saya yang di Pemalang dapat mengambil kuliah pada perguruan tinggi di Jakarta, tanpa harus meninggalkan rumah. Semua aktivitas pembelajaran dapat dilakukan dari depan monitor laptop. Modalnya hanya jaringan internet dan alamat email untuk menerima materi perkualiahan.
Di Indonesia masih sedikit sekali kampus yang menyediakan sistem pembelajaran online. Salah satu dari yang sedikit itu adalah Universitas Bina Nusantara, lebih dikenal sebagai Binus. Soal kualitas, Binus sudah lama dikenal sebagai universitas dengan standar tinggi. Sebuah kampus dengan slogan "A World-Class University" dan salah satu perguruan tinggi Indonesia yang menyediakan kelas internasional.
Saya pernah menulis profil singkat Ibu Theresia Widia Soerjaningsih dalam salah satu buku saya yang diterbitkan sebuah penerbit berskala nasional. Sungguh inspiratif. Siapa sangka jika pendirian Binus berawal dari kursus komputer di sudut Jakarta? Keteguhan hati dan optimisme Ibu Theresia membuat kursus komputer tersebut berkembang hingga menjadi sebuah akademi komputer, sebelum naik level menjadi universitas dan bertambah besar seperti sekarang.
Soal kualitas Binus tidak perlu diragukan lagi. Siapa yang tak kenal Binus dan segudang prestasi yang ditorehkan mahasiswa-mahasiswanya selama ini? Dan Binus Online Learning hadir memberi kemudahan bagi kita untuk memperoleh pendidikan berkualitas secara mudah. Dari mana saja, kapan saja.
Sistem Binus Online Learning dikemas fleksibel, di mana dalam kegiatan belajar mahasiswa dapat melakukan interaksi dengan dosen tanpa ada batasan waktu dan tempat. Materi mata kuliah yang diberikan tak melulu berupa diktat atau teks, melainkan beberapa bentuk lain seperti video dan video conference. Ada pula diskusi di forum dan tugas bagi individu maupun kelompok.
Kuliah online Binus telah memperhitungkan agar setiap mahasiswa mendapatkan hasil berkualitas. Dengan metode yang dipersiapkan, mahasiswa dapat fokus belajar dengan jumlah mata kuliah terbatas di tiap periode/semester, sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal.
Menggunakan LMS (learning management system), jaringan interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen, dan mahasiswa dengan pembimbing akademis dapat terbangun secara integral. Dengan demikian mahasiswa online learning dipastikan mempunyai kualitas sebanding dengan mahasiswa yang melakukan sistem perkuliahan pada umumnya (tatap muka).
Image may be NSFW. Clik here to view. Image may be NSFW. Clik here to view.
Binus Online Learning juga memberikan Pembelajaran Global, dimana mahasiswa diajar oleh dosen-dosen di luar negeri. Lalu ada pula program Employability & Entrepreneurial Skill (ESS) yang disisipkan ke dalam mata kuliah. Program ini membuat lulusan Binus Online Learning tidak hanya siap terjun ke dunia kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan pekerjaan.
Ada bukti? Binus Online Learning telah menghasilkan lebih dari 300 lulusan terbaik yang tersebar di berbagai instansi dan perusahaan ternama di negara ini, baik perusahaan nasional maupun multinasional.
Tersebar di Lima Kota Sekalipun bersifat online, tatap muka antara mahasiswa dan dosen tetap ada. Utamanya pada kegiatan yang bersifat pembahasan kasus, diskusi pemantapan pemahaman materi kuliah, dan pada saat mengikuti ujian. Mahasiswa juga diharuskan datang langsung pada awal masuk perkuliahan.
Berarti tetap harus datang ke kampus dong? Iya, tapi kan hanya pada saat awal kuliah dan ujian. Sisanya bisa dilakukan dari kenyamanan kamar di rumah masing-masing. Itupun datangnya tidak harus ke Jakarta kok.
Binus mempunyai Binus University Learning Community (BULC) yang tersebar di empat kota: Palembang, Bekasi, Semarang dan Malang. Mahasiswa Binus Online Learning boleh mendatangi BULC terdekat untuk kepentingan perkuliahan tatap muka atau ujian. Saya yang di Pemalang, misalnya, dipersilakan ke BULC Semarang.
Ke BULC Bekasi juga boleh sih, tapi takut macet nanti. #Eh.
Pilihan Program Studi:
Program D3 1. Komputerisasi Akuntansi
Program S1 1. Akuntansi 2. Manajemen Marketing 3. Sistem Informasi 4. Manajemen - Business Management 5. Sistem Informasi - Corporate Information System
Program S2 (Khusus Jakarta) 1. Magister Teknik Informatika (MTI) 2. Magister Manajemen Sistem Informasi
Mahasiswa dapat menjalani kuliah tatap muka atau ujian di semua BULC, tergantung saat itu sedang berada di mana. Jadi andaikan kita tengah dalam perjalanan ke Palembang dan bertepatan dengan jadwal ujian atau perkuliahan face to face, datangi saja BULC Palembang. Beres deh! Benar-benar fleksibel, bukan?
Well, dengan sistem pembelajaran online yang ditawarkan Binus Online Learning, kita bisa Maju Tanpa Batas menempuh pendidikan lebih tinggi demi mengembangkan potensi tanpa terkendala jarak dan waktu. Kita bisa tetap beraktivitas seperti biasa sembari menjalani kuliah. Bekerja, mengurus bisnis, atau menjalani hobi yang membuat kita harus bepergian dari satu kota ke kota lain hingga ke luar negeri bisa jalan terus.
Program ini juga merupakan peluang bagi yang tengah mendapat kendala sehingga tidak dapat menjalani kuliah secara normal. Misalnya sedang menderita sakit sehingga harus istirahat total di tempat tidur, atau menderita cacat. Fleksibilitas yang ditawarkan Binus Online Learning dapat menjadi pilihan untuk mendapatkan pendidikan bermutu tinggi tanpa batasan.
So, sudah siap untuk #MajuTanpaBatas bersama Binus Online Learning? Pelajari lebih lengkap di situs resmi Binus.
SALAH satu lagu lawas yang saya hapal di luar kepala ada Sebiduk di Sungai Musi-nya Alfian. Maklum saja, Sungai Musi sangat lekat dengan masa kecil saya yang lahir dan dibesarkan di Palembang. Jadi saya merasa punya keterlibatan secara emosional dengan lagu tersebut. Siapa sangka jika kemudian saya benar-benar mengalami perjalanan naik biduk di sungai legendaris itu.
Setelah melihat etape terakhir ajang International Musi Triboatton 2016 dari plaza Benteng Kuto Besak pada 14 Mei, hari kedua di Palembang kami habiskan dengan menyusuri objek-objek menari di sepanjang Sungai Musi. Masih "dikawal" Mbak Ira Hairida dan Mas Jony dari Tim Digital Marketing Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Palembang, destinasi pertama kami adalah Pulau Kemaro.
Wah, agenda ini kontan membuat saya bersemangat. Sudah lama sekali saya dibuat penasaran oleh Pulau Kemaro. Berawal dari cerita Bapak sewaktu saya kecil yang sekali waktu mengatakan, "Di tengah Sungai Musi tuh ado pulau, namonyo Pulau Kemaro." Bapak tak banyak bercerita mengenai pulau berbalut mistis ini. Namun keberadaan pulau di sebuah sungai sudah menarik saya sebagai seorang anak.
Masa itu saya hanya tahu Pulau Samosir sebagai pulau di dalam pulau. Rupanya selain Samosir ada pula Pulau Kemaro. Bedanya, Samosir berada di tengah danau sedangkan Kemaro berada di tengah sungai. Dua-duanya sama-sama ada di Pulau Sumatera.
Begitu mengenal internet, saya puaskan rasa penasaran terhadap Pulau Kemaro dengan Google Earth. Juga berbagai bacaan mengenai pulau ini. Dan ketika secara resmi diumumkan sebagai salah satu pemenang lomba blog Jelajah Musi Triboatton 2016, saya kembali intens melahap berbagai referensi mengenai Pulau Kemaro. Terutama sekali video di YouTube.
Pagi hari selepas mandi dan berkemas saya turun ke restoran Hotel Amaris Palembang untuk sarapan. Ah, melihat sawi putih ditumis dan kentang rebus besar-besar saya jadi kalap. Sat-set, sat-set, beberapa potong kentang rebus berpindah ke piring menemani tumis sawi. Sampai di meja saya baru sadar kalau porsi saya terlalu besar. Padahal Mbak Ira berencana mengajak kami sarapan mie celor, salah satu kuliner khas Palembang.
Tapi pantang bagi saya menelantarkan makanan yang sudah tersaji di piring. Okelah, kita kunyah pelan-pelan. Saya sampai ditinggal Mas Wira Nurmansyah dan Mas Jony karena terlalu lama sarapan. Untunglah tak lama kemudian duo blogger perempuan sesama pemenang lomba blog Jelajah Musi, Mbak Relinda Puspita dan Mbak Katerina S, datang mengambil tempat duduk di meja saya.
Sempat dibahas sih porsi sarapan saya yang terlalu banyak itu. Saya masih ingat lirikan Mbak Relinda ke piring di hadapan saya pagi itu. Mbak Rien mengingatkan kalau kami akan dibawa mencicipi mie celor. Saya pasrah. Perut sudah terlalu kenyang oleh kentang rebus dan tumis sawi. Lagipula entah kenapa saya kurang berselera mendengar kata "mie" tadi. Mantan anak kos, saya terlalu akrab dengan mi instan.
Sesampainya di Mie Celor HM Syafei di kawasan 26 Ilir, saya hanya memesan es jeruk dan mengambil beberapa bungkus kerupuk ikan. Mas Wira berulang kali menggoda, sampai akhirnya saya tergoda juga mencicipi barang sesendok dari piringnya. Dan, cukup, saya memang tidak dibuat berselera oleh makanan satu ini.
Sebiduk di Sungai Musi Lepas itu kami langsung bertolak ke kawasan dermaga di bawah Jembatan Ampera. Mbak Ira memarkir mobil di pelataran parkir Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Begitu kami keluar mobil, segerombolan mamang perehu ketek mendekati kami. Negosiasi singkat, kamipun sepakat memakai jasa salah satu dari mereka.
Perahu yang kami tumpangi tak terlalu besar, bermesin diesel sehingga saat berjalan mengeluarkan suara yang terdengar berbunyi "ketek-ketek-ketek-ketek..." Dari sinilah asal-usul penyebutan perahu ketek. Sebutan asli untuk perahu yang lalu-lalang di Sungai Musi adalah biduk. Ingat judul lagu Alfian tadi?
Harus saya akui, inilah kali pertama saya naik biduk. Ya, saya lahir dan menghabiskan 10 tahun pertama dalam kehidupan saya di Palembang. Sungai Musi juga sangat akrab bagi saya masa itu, tapi naik biduk soal lain. Berulang-kali mengunjungi Palembang setelah pindah dari kota tersebut pada 1992, tak sekalipun terbersit keinginan untuk naik perahu ketek.
Air sungai tengah pasang ketika kami dibawa menyeberang ke hilir. Ombak besar membuat perahu bergoyang-goyang kencang, terutama jika berada di tengah-tengah sungai. Saya yang tadinya duduk di bangku bersama Mbak Gladies, istri Mas Muhammad Arif Rahman, pindah ke bagian buritan demi mendapat pemandangan lebih lepas. Sempat mencoba berkomunikasi dengan si mamang, tapi suara mesin terlalu keras untuk dihalau oleh teriakan kami.
Di dekat pabrik PT Pusri, mesin perahu mati sendiri. Mamang perahu ketek sigap membuka lantai perahu di dekat kemudi untuk mengecek kondisi mesin. Lalu ia membuka kaos dan mencemplungkan separuh badannya ke air, mengecek buritan perahu.
Image may be NSFW. Clik here to view.
"Ngapo, Mang?" saya tak bisa tidak bertanya ketika si mamang keluar dari air.
"Ada sampah nyangkut," jawab si mamang singkat sembari tersenyum. Meski saya mengajaknya berbahasa Palembang, ia selalu menjawab dalam bahasa Indonesia. Hanya lidahnya saja yang masih kental logat Palembang.
Si mamang kembali ke balik kemudia dan menghidupkan mesin. Sekali-dua ayun mesin masih belum mau hidup. Perahu sempat terbawa arus dan berubah posisi jadi melintang. Barulah pada percobaan ketiga mesin diesel tersebut menderu-deru, cerobongnya mengepulkan asap hitam tebal. Perahu kembali melaju.
Kira-kira setengah jam perjalanan kami sampai di Pulau Kemaro. Sebuah pulau yang sejatinya adalah delta sungai. Bentuk pulau ini setengah lonjong, nampak jelas dari udara ketika pesawat memasuki atau akan keluar dari kota Palembang. Begitu perahu bersandar di dermaga, pengunjung langsung disambut oleh deretan pohon palem dan pagar beton rendah bercorak merah.
A photo posted by Relinda Puspita (@relindapuspita) on
Saya sengaja menghemat baterai hape demi mengambil banyak foto di Pulau Kemaro. Kamera digital bahkan hanya saya pakai sesekali saja demi mengabadikan eksotisme pulau ini. Barulah ketika perahu merapat di dermaga, saya keluarkan kamera digital untuk membuat video. Sayang, misi ini tak sepenuhnya sukses. Baru sampai Kelenteng Hok Cing Bio, memori yang saya bawa habis.
Ah, padahal sudah ditahan-tahan tidak merekam terlalu banyak footage selama naik perahu ketek. Cek dan ricek, rupanya saya lupa membersihkan isinya sebelum berangkat ke Palembang. Masih ada beberapa bahan video untuk kanal YouTube anak-anak yang tersisa di sana. Mau dihapus saya ragu apakah file video tersebut sudah di-back up di latop.
Apa boleh buat, saya hanya bisa mengabadikan pagoda sembilan lantai yang jadi landmark Pulau Kemaro dalam bentuk foto menggunakan ponsel. Tak apa, toh, sebagian isi Pulau Kemaro sudah terekam. Anggap saja saya memang di-setting untuk sepenuhnya menikmati suasana di sekitar pagoda sembilan lantai dan Pohon Cinta.
Berbarengan dengan kami, ada serombongan alumnus SMA Xaverius I Palembang tengah mengadakan reuni. Mereka berkumpul di bagian depan pagoda, sehingga saya harus menahan diri sampai mereka bubar untuk bisa mengambil foto pagoda dari muka. Eh, mereka ternyata baru bubar pas kami sudah beranjak meninggalkan pulau. Saya jadi berlari lagi ke arah depan pagoda dan menyempatkan mengambil beberapa foto.
Matahari tepat berada di ubun-ubun.
Kampung Arab al-Munawar Dalam perjalanan balik ke Palembang, Mbak Ira meminta mamang ketek berhenti di Kampung Arab al-Munawar. Sebuah kampung tua berusia ratusan tahun di kawasan 13 Ulu, pusat keturunan Hadramaut di Palembang. Kami berjalan menyusuri gang-gang yang tak bisa dibilang lebar, dengan rumang-rumah dua lantai khas Palembang.
Orang pertama yang kami temui di dalam kampung ini langsung meyakinkan saya bahwa tempat ini menyimpan banyak cerita. Wajah-wajah berwajab arab, dengan hidung mancung, mata tajam, serta alis legam nyata menunjukkan penduduk Kampung al-Munawar adalah keturunan Hadramaut di Yaman.
Cerita lebih jelas kami peroleh dari Bapak Muhammad al-Munawar, Ketua RT yang juga merupakan generasi keenam keturunan langsung leluhur kampung: Habib Hasan al-Munawar. Cicitnya cicit Habib Hasan. Menurut istilah jawa, Pak Muhammad adalah udhek-udhek Habib Hasan.
Kami juga diberi kesempatan melongok ke dalam rumah Ibu Lathifah al-Kaab, yang masih satu garis keturunan dengan Pak Muhammad. Ibunya Bu Lathifah bermarga al-Munawar. Namun karena menikah dengan pria bermarga al-Kaab, Bu Lathifah dan seluruh saudaranya menyandang nama famili al-Kaab.
Turut penuturan Bu Lathifah, rumahnya merupakan salah satu dari delapan rumah asli Kampung al-Munawar yang dibangun di era Habib Hasan. Rumah-rumah tersebut dibangun untuk anak-anak Habib Hasan, dan rumah-rumah itulah yang menjadi cikal-bakal kampung. Meski berusia nyaris 300 tahun, bangunan tersebut masih tampak kokoh dan gagah.
Bu Lathifah menceritakan kalau lantai rumahnya bukan marmer biasa, melainkan semacam granit yang didatangkan langsung dari Italia. Lalu kami dibuat terpana oleh pintu-pintu besar di rumah tersebut. Besar dan tinggi, saya rasa tingginya lebih dari dua meter. Di salah satu dinding terpajang silsilah keluarga.
Image may be NSFW. Clik here to view. Bapak Muhammad al-Munawar (kaos hijau) menceritakan sejarah Kampung Arab al-Munawar kepada rombongan blogger Jelajah Musi Triboatton 2016, 15 Mei 2016. Foto: dokumen pribadi.
Silsilah ini menjawab pertanyaan saya mengapa saat bercerita Pak Muhammad selalu menyebut leluhurnya sebagai Habib Hasan. Sebutan "habib" bagi Habib Hasan al-Munawwar tentu ada alasannya. Jika dirunut-runut, garis keturunan Habib Hasan al-Munawwar sampai ke Rasulullah Muhammad SAW. Ya, beliau keturunan langsung Rasulullah karenanya mendapat panggilan Habib. Cuma saya lupa menghitung Habib Hasan al-Munawwar keturunan Rasulullah yang keberapa.
Saya kemudian bertanya, apakah mantan Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar adalah juga keturunan Habib Hasan al-Munawar. Tapi menurut Pak Muhammad, Said Agil bukan keturunan al-Munawar di Palembang. Menurutnya, al-Munawar ada dua: di Palembang dan di Semarang. Keduanya kakak-adik. Nah, Said Agil adalah keturunan al-Munawar Semarang yang lebih dikenal sebagai klan Toha Putra.
Saya agak dibuat heran oleh penjelasan ini karena Sadi Agil kelahiran Palembang. Eks menteri tersebut adalah lulusan Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah 13 Ulu, dan alumnus Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang. Mungkin butuh penelusuran lebih komperehensif untuk mengungkap hal ini. Yang jelas di kawasan Kauman Semarang memang terdapat keturunan al-Munawar dengan tokohnya Habib Toha al-Munawar.
Kira-kira setengah jam di Kampung al-Munawar, kami pun kembali naik perahu ketek ke Palembang.
Akhirnya Ketemu Tekwan! Agenda selanjutnya adalah makan siang. Di luar dugaan, Mbak Ira membawa kami ke RM Pempek Pak Raden di kawasan Radial. Ini juga jadi kali pertama saya masuk rumah makan top tersebut. Orang Palembang mana yang tak tahu Pempek Pak Raden? Sejak saya kecil namanya sudah ngetop.
Kejutan bertambah karena kami diajak masuk ke ruang VIP, dengan meja-kursi yang dihias dan ditata rapi. Alamak! Kami benar-benar merasa disambut oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan. Tak lama kami duduk, Kadisparbud Sumsel Ibu Irene Camelyn Sinaga datang dan langsung menyalami kami satu per satu.
Yang bikin saya kaget, ternyata si Ibu bisa berbahasa Jawa kromo. Beliau menyapa saya dengan bahasa Jawa halus yang mau tak mau saya jawab dengan level kesopanan sama. Dan di situlah terungkap kalau Bu Irene terpikat oleh cerita melow saya. Hihihihi...
"Iya, Bu. Kisah nyata masa kecil," jawab saya. Tak menyangka kalau ungkapan kerinduan pada tanah kelahiran nan mendayu-dayu pada posting tersebut ada yang menyukai.
Kami lalu makan-makan. Namanya restonya memang RM Pempek Pak Raden, tapi ada banyak menu lain yang disediakan. Mbak Rien yang masih penasaran dengan pindang kembali memesan pindang. Seingat saya pindang baung. Sedangkan saya ingin mencicipi tumis kangkung, lalapan segar, dan sambal. Aduh, selera kampung. Hahaha...
Dasar perut karet, selepas makan siang kami masih memesan pempek. Mbak Rien sepertinya tidak terlalu tertarik, atau sudah kekenyangan pindang. Entahlah. Yang jelas saya dan Mbak Relinda masih bersemangat mengunyah pempek. Dan tandaslah seporsi pempek campur Pak Raden dalam waktu sekejap. :)
Habis itu rencananya kami diantar ke hotel dan beristirahat. Cuma Mas Sutiknyo aka Bolang memberi ide lain, yakni ke Bukit Siguntang untuk mengulik sedikit sejarah Sriwijaya. Oke, berangkat! Bukit Siguntang adalah dataran tertinggi di Kota Palembang. Di sini banyak ditemukan benda purbakala yang diduga berasal dari jaman Kerajaan Sriwijaya.
Setelah beristirahat sebentar dan mandi di hotel, jelang setengah enam sore kami kembali menyusuri jalanan Palembang. Plaza Benteng Kuto Besak jadi tujuan karena kami akan menghadiri acara penutupan International Musi Triboatton 2016. Tapi sebelum itu Mbak Ira mengajak kami ke River Side Restaurant, sebuah restoran seafood berbentuk kapal yang berada di tepian Sungai Musi.
Okelah, kita makan lagi. Mas Bolang memesankan seporsi kepiting besar, lalu Mbak Rien lagi-lagi memesan pindang, tapi saya lebih suka sayur-sayurannya. Acara makan yang terburu-buru karena Mbak Ira berulang kali mengingatkan, "Sebelum jam tujuh sudah harus ada di venue ya." Dan kalimat tambahannya bikin kami kaget, "Nanti kalian disuruh naik panggung, disebut namanya satu-satu." Wow!
Rasanya makanan yang kami santap masih berada di tenggorokan ketika meninggalkan River Side. Malam itu juga merupakan pembukaan Sumsel Expo 2016. Sepanjang jalan di plaza Benteng Kuto Besak sudah ramai oleh beberapa stand pedagang dan pejalan kaki. Tak sampai lima menit, kami sudah tiba di venue penutupan International Musi Triboatton 2016.
Acara dibuka dengan Tari Gending Sriwijaya. Lalu ada satu tarian lagi yang saya tak tahu namanya, disusul sambutan-sambutan dari sejumlah pejabat dari tingkat kotamadya, propinsi, hingga Kementerian Pariwisata RI. Saya lebih memilih ke bagian belakang venue, dimana terdapat sederet meja panjang yang menyuguhkan aneka makanan khas Palembang.
Saya susuri satu-satu meja demi maju, sampai akhirnya ketemu yang saya cari: tekwan! Maaf kalau terdengar baper, tapi saya punya banyak kenangan dengan makanan ini. Cerita selengkapnya biar saya sendiri yang tahu.
Setelah itu barulah pemenang lomba-lomba diumumkan, termasuk lomba blog. Satu per satu nama saya, Mbak Rien dan Mbak Relinda dipanggil ke atas panggung. Satu momen lucu adalah ketika perwakilan Kemenpar RI yang didaulat menyalami kami bertanya pada MC, "Hadiahnya mana?" Wah, sempat senang bakal dapat hadiah lagi tuh. Hahaha...
Begitu acara penutupan International Musi Triboatton 2016 usai, selesai pulalah perjalanan kami di Palembang. Perjalanan dua hari yang sungguh berkesan di hati, juga di perut. Membuat saya diam-diam memendam keinginan untuk kembali lagi ke Palembang, dan menikmati kota ini lebih lama lagi. Apalagi anak-istri saya belum pernah kemari.
Mudah-mudahan saja keinginan ini terwujud. Amin.
Catatan: Terima kasih kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan, wa bil khusus Ibu Irene Camelyn Sinaga, yang telah mengundang saya ke Palembang. Juga kepada Mbak Ira Hairida dan Mas Jony yang telah menemani kami selama dua hari pada 14-15 Mei 2016.
SAYA lupa nama masjid ini. Terletak di tengah-tengah perkampungan transmigrasi Blok A Batumarta VIII, Kec. Madang Suku III, OKU Timur, Sumatera Selatan. Saya masih kelas V SD saat masjid ini didirikan medio 1993, alias 23 tahun lalu. Satu hal yang saya ingat, masjid ini berdiri berkat kekompakan serta pengorbanan warga di sekitarnya.
Awalnya Blok A hanya punya satu langgar kayu kecil sebagai pusat peribadatan. Tentu saja tidak cukup karena langgar ini begitu kecil. Utamanya saat salat tarawih dan salat Ied. Jamaah tumpah ruah hingga ke halaman, menggelar tikar atau potongan karung di atas tanah.
Pak Salim sebagai Ketua RT sekaligus tetua kampung tanggap dengan situasi ini. Beliau menggagas sebuah usulan visioner: setiap kepala keluarga diminta menyedekahkan satu baris dari kebun karet masing-masing untuk biaya pembangunan masjid. Ya, alih-alih meminta sedekah uang, Pak Salim justru meminta sumber uangnya!
Warga kompak menyepakati usulan ini, secara sukarela melepas satu baris kebun mereka. Itu berarti sekitar 10 batang. Garis batas kebun diubah dengan kesepakatan bersama, sehingga Blok A punya kebun khusus inventaris kampung. Hasil panen kebun karet tersebut sepenuhnya untuk membiayai pembangunan masjid.
Tak berhenti sampai di situ, warga bergotong-royong menyumbangkan tenaga saat proyek pembangunan masjid dimulai. Kurang dari setahun sejak pondasinya ditanam, masjid kebanggaan warga Blok A Batumarta VIII ini pun berdiri megah.
INGIN merasakan wisata alam bernuansa pegunungan dengan hawa sejuk dan pemandangan hijau tanpa harus ngos-ngosan mendaki penuh keringat? Wisata alam Ciwidey di Kabupaten Bandung bisa jadi pilihan. Bagi yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, tempat ini sangat recommended sekali karena jaraknya dekat.
Ciwidey merupakan satu kecamatan di Kabupaten Bandung yang terletak di selatan Kota Bandung. Sejak jaman penjajahan Hindia Belanda tempat ini sudah terkenal sebagai tujuan wisata alam. Hawanya yang sejuk, perkebunan teh yang menghampar hijau, serta kekayaan hasil pertanian membuat Ciwidey populer di kalangan warga keturunan Eropa masa itu.
Menurut beberapa referensi, nama Ciwidey berasal dari bahasa Portugis Kuno. "Ciwi" berarti kiwi, sedangkan "Dey" berarti hari. Versi lain menyebut nama Ciwidey berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang memiliki arti Sapi Lima. Yakni gabungan kata "Ciwow" (sapi) dan "Dew" (lima). Sementara menurut cerita rakyat, asal-usul nama Ciwidey terkait dengan tiga sosok penyebar agama Islam dari Banten: Eyang Dalem Rangga Sadana, Eyang Camat Nata Wiguna, dan Eyang Jaga Setru.
Terkait asal-usul versi bahasa Yunani Kuno, ada mitos yang mengatakan bahwa Ciwidey merupakan tempat kelahiran sapi berkepala lima. Tempat itu terletak di Rumah Sembah Sapi dengan pemilik bernama Raden Batubara. Namun hingga saat ini tidak diketahui pasti keberadaan Rumah Sembah Sapi tersebut. Demikian pula, tidak ada yang tahu apakah asal nama Ciwidey ini merupakan fakta atau sekedar mitos.
Terlepas dari asal-usul namanya, yang jelas Ciwidey merupakan satu wisata alam yang sangat layak dikunjungi. Ada banyak tempat eksotis untuk refreshing, melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari agar lebih segar dan kembali bersemangat. Berikut beberapa di antaranya.
Image may be NSFW. Clik here to view. Foto: AnekaTempatWisata.com
Naik Perahu di Situ Patenggang Belum lengkap rasanya ke Ciwidey kalau tidak mengunjungi Situ Patenggang. Terletak 47 km di selatan Kota Bandung, tempat wisata ini menyajikan sebuah pemandangan danau yang indah dan masih terjaga keasriannya. Di tepian terdapat perahu-perahu yang siap mengantar kita berkeliling danau.
Ada dua pilihan bagi kita di Situ Patenggang. Pertama, sekedar duduk-duduk menikmati keindahan danau dan sekitarnya. Tempat wisata ini sangat cocok bagi yang datang dalam berombongan besar bersama sanak saudara ataupun kerabat dekat. Terdapat stand-stand makanan dan minuman untuk menuntaskan rasa lapar dan haus sembari bersantai di tepian danau.
Kedua, ini yang lebih asyik sekaligus menantang, menyusuri danau dengan perahu. Biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp150.000-Rp250.000 per perahu, dengan kapasitas paling sedikit 20 orang. Tarif yang dikenakan tergantung jumlah orang dan jenis perahu yang dipilih. Perahu-perahu di sini unik, memiliki atap dengan cat warna-warni cerah.
Selain melihat keindahan danau, kita juga dapat merasakan sejuknya udara di sekitar danau dan merasakan langsung kesegaran air danau yang jernih. Oya, juga pemandangan pepohonan menghijau di sekeliling danau. Siapkan kamera untuk menangkap lanskap menakjubkan dari atas perahu.
Biaya tiket masuk ke Situ Patenggang sangat terjangkau. Dibandrol dengan harga Rp15.000 seorang. Bagi yang membawa kendaraan bermotor, ada tambahan tarif parkir Rp8.000 untuk sepeda motor, dan Rp11.000 untuk mobil atau mini bus.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Si Cantik Kawah Putih Ciwidey Sebagian wisatawan mungkin sudah tidak asing dengan obyek wisata satu ini. Kawah Putih Ciwidey terletak 44 km dari Kota Bandung, merupakan destinasi wisata paling populer dalam beberapa tahun terakhir. Meski diasosiasikan dengan Ciwidey, secara administratif tempat cantik ini masuk wilayah Kecamatan Rancabali.
Mata kita bakal dimanjakan sesampainya di sini. Pesona pemandangan pegunungan yang memikat, kontrasnya perpaduan air danau yang berwarna biru langit menyatu padu dengan bebatuan kapur putih, memberi sensasi ketenangan bagi siapapun yang melihatnya. Belum lagi hijaunya pepohonan dan udara sejuk yang melingkupi sekelilingnya.
Keindahan Kawah Putih Ciwidey sering dijadikan sebagai spot pemotretan untuk keperluan pembuatan iklan, majalah, dan semacamnya. Banyak juga calon pengantin yang memilih tempat ini sebagai lokasi foto prewedding.
Berdasarkan cerita turun-temurun dari penduduk setempat, puncak tertinggi pegunungan yang mengelilingi Kawah Putih merupakan tempat rapat roh-roh leluhur. Bahkan ada masyarakat setempat yang mengaku pernah menyaksikan penampakan domba berbulu putih di tempat ini.
Boleh percaya boleh tidak, tapi tentu obyek wisata ini semakin menarik untuk dikunjungi. Tiket masuk ke Kawah Putih sebesar Rp18.000 per orang untuk wisatawan lokal. Harga berbeda dikenakan bagi wisatawan mancanegara, yakni sebesar Rp50.000 seorang. Sedangkan biaya parkirnya Rp15.000 bagi kendaraan beroda empat, dan Rp10.000 untuk kendaraan roda dua.
Jangan sampai dilewatkan ya!
Image may be NSFW. Clik here to view. Foto: Sebandung.com
Berlibur Sekaligus Belajar di Kebun Teh Rancabali Ingin berwisata bersama putra-putri saat libur sekolah? Maka rekomendasi tempat wisata alam sekaligus untuk belajar yang pas adalah Kebun Teh Rancabali. Perkebunan ini terletak tak jauh dari Kawah Putih, hanya berjarak 8,6 km ke arah barat laut. Kira-kira 21 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor.
Di perkebunan ini kita dapat menikmati pemandangan hijau dari jajaran pohon teh yang bakal menyejukkan mata. Kita bisa berkeliling kebun juga lho. Sangat disarankan untuk menyewa tour guide untuk memandu perjalanan kita selama berkeliling tempat ini. Biaya jasa tour guide hanya sebesar Rp30.000 per orang. Sangat murah.
Tour guide akan membawa kita berkeliling kebun, memberitahukan proses penanaman pohon teh dari bibitnya, cara menanam dengan metode yang tepat, bagaimana membuka lahan teh, tekhnik khusus memelihara daun teh yang baik dan benar, memilah daun teh yang tidak layak konsumsi, hingga mengolah daun teh sebelum dapat dikonsumsi.
Harga tiket masuk ke Kebun Teh Rancabali tidak membuat kantong bolong. Setiap orang hanya dikenakan tarif sebesar Rp5.000. Murah meriah, bukan?
Tertarik? Sediakan beberapa hari agar dapat lebih puas mengeksplorasi tempat-tempat wisata di Ciwidey dan sekitarnya. Tidak perlu risau soal penginapan, karena tempat ini memiliki hotel berbintang yang siap memberikan pelayanan serta fasilitas terbaiknya selama kita berwisata di sana.
JARANG sekali ada event berbau internet atau blogging di Pemalang. Karenanya saya antuasias sekali ketika ICT Watch aka Internet Sehat mengadakan workshop bertajuk "Pentingnya Literasi Digital" pada Sabtu, 25 Juni, ini. Tanpa pikir panjang saya langsung mencari-cari info untuk mendaftarkan diri ikut sebagai peserta. Padahal acara masih dua pekan lagi.
Workshop ini merupakan rangkaian dari program Ngabubur-IT yang digelar ICT Watch di empat kota. Sebelum Pemalang sebagai lota terakhir, acara serupa telah terlebih dahulu diadakan di Bandung (17 Juni), Surabaya (18 Juni), dan Banda Aceh (21 Juni).
Kesan pertama saya terhadap event ini tak sedap sebenarnya. RTIK Pemalang sebagai penyelenggara kurang aktif di Twitter, sehingga pertanyaan dan konfirmasi saya baru dijawab beberapa hari setelahnya. Demikian juga dengan seorang yang disebut sebagai contact person. Ada sih dicantumkan nomor hape. Tapi saya pikir, ini event membahas literasi digital, penyelenggaranya sangat familiar dengan internet, masa iya dikontak lewat Twitter nggak bisa?
Syukurlah salah seorang anggota RTIK Pemalang yang juga admin akun @KabarPML banyak memberi informasi. Termasuk memberi-tahukan tautan ke halaman pendaftaran online peserta workshop ini. Jadilah saya mendaftar secara online. Cuma yang membikin kening berkerut, meski ICT Watch lewat akun @internetsehat berkali-kali menekankan acara ini terbuka untuk umum, pada saat registrasi ulang saya dan seorang teman ditanya, "Dari instansi mana, Pak?"
Lalu, dalam edarannya acara seharusnya sudah dimulai pukul 14.30 WIB. Saya dan seorang kawan sendiri malah baru berangkat kira-kira jam segitu. Artinya, kami telat. Tapi sesampainya di venue, kami baru peserta ketiga dan keempat. Daftar absensi masih kosong, demikian juga isi bagian dalam ruangan Hotel The Winner Premier yang menjadi tempat acara.
Untunglah saya dibuat puas oleh materi yang disampaikan oleh pembicara. Kang Acep dari ICT Watch membahas pentingnya kehati-hatian di dunia maya. Sudah banyak kasus cyber bullying terjadi dan beberapa berujung pada kematian, jangan sampai kita jadi korban. Untuk itu dibutuhkan literasi digital agar kegiatan berinternet kita jadi lebih sehat dan aman.
Kang Acep juga membeberkan data terbaru pengguna internet Indonesia. Dengan populasi penduduk sebanyak 259,1 juta jiwa, Indonesia mempunyai pengguna internet aktif sebanyak 88,1 juta. Jumlah yang sangat besar. Dari angka tersebut, 79 juta di antaranya merupakan pengguna sosial media. Sayangnya, masih banyak pengguna yang belum cakap dalam beraktivitas di dunia maya. Akibatnya, alih-alih memberi manfaat, internet dan khususnya sosial media justru membawa malapetaka.
Sebarkan Kebaikan, Kalahkan Keburukan Setelah Kang Acep, tampil Bapak Khalimi yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pemalang. Berpakaian santai, Pak Khalimi mengaitkan internet dengan dunia pendidikan dan remaja yang menjadi bidang kerjanya. Tidak salah, sebab kebanyakan pengguna internet dan media sosial adalah remaja.
Pak Khalimi mengatakan perkembangan tidak bisa dicegah dan ditahan-tahan. Akan lebih baik jika kita beradaptasi dan mengambil manfaat dari perkembangan tersebut. Dalam hal internet dan sosial media, Pak Khalimi menyebut dirinya tak bisa melarang siswa-siswi sekolah membawa smartphone ke sekolah. Sebab baik-buruknya gadget tergantung pada pemakainya, sehingga pemakainya yang harus diedukasi.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Ditegaskan Pak Khalimi, sekolah memegang peranan penting dalam literasi digital di kalangan remaja. Karenanya beliau sangat mendorong hal ini di kalangan guru. Alih-alih menyita atau melarang siswa membawa smartphone, guru sebaiknya mengarahkan siswa agar memanfaatkan perangkat mereka untuk hal-hal positif yang terkait dengan pelajaran.
Pelajar bisa memanfaatkan berbagai aplikasi pendidikan untuk menunjang kegiatan belajar. Pak Khalimi menyebut, aplikasi seperti Edmodo atau Quipper dapat membantu mengasah kecerdasan siswa. Lebih-lebih aplikasi-aplikasi tersebut menghubungkan pelajar-pelajar dari seluruh dunia. Sehingga lingkup pembelajarannya tidak terbatas pada lokasi geografis pelajar bersangkutan.
Tidak bisa diingkari banyak konten negatif yang merusak bertebaran di internet. Sebagai pengguna, kita dapat turut andil memperbaiki kondisi tersebut dengan cara banyak-banyak menyebar konten positif. "Terus sebarkan konten-konten kebaikan di internet, maka kejelekan-kejelekan itu lama-kelamaan akan mengecil, terkucil, dan menghilang," demikian ujar Pak Khalimi menutup paparannya.
Saya sangat menyepakati statement Pak Khalimi tersebut. Cara terampuh untuk meng-counter konten-konten negatif memang dengan membagikan lebih banyak konten positif. Konten negatif mungkin tak akan pernah hilang, tapi dengan semakin banyaknya konten positif maka pengguna akan lebih sering mendapatkan manfaat dari internet ketimbang mudarat.
Karena waktu mepet adzan Magrib dan berbuka puasa, dua pembicara berikutnya tak bisa banyak-banyak memaparkan materi masing-masing. Terutama Mas Andri dari Relawan TIK Indonesia yang berbicara tak sampai 10 menit, itupun diseling dengan pemutaran video Assa Desa. Meski demikian poin-poin penting dalam paparannya tersampaikan dengan baik. Setidaknya bagi saya, hehehe...
Adzan Magrib kemudian berkumandang menghentikan paksa sesi tanya-jawab. Hadirin dipersilakan mengambil hidangan berbuka yang telah disiapkan. Aih, menunya komplit. Ada kolak pisang, nasi putih, ayam goreng, tempe goreng, sop, sambal goreng, serta tak ketinggalan buah-buahan. Okelah, kenyang perut dibuatnya.
Acara kembali dilanjutkan usai berbuka puasa dan salat Magrib. Namun saya tidak bisa ikut karena sudah harus pulang. Sesi tanya-jawab dan foto-foto pun saya lewatkan. Tak apalah. Toh, saya sudah mengikuti seluruh materi hingga usai.
Oya, berikut video cuplikan acara Ngabubur-IT di Hotel The Winner Premier Pemalang yang saya rekam menggunakan ponsel ASUS Zenfone C dan action cam Xiaomi Yi. Selamat menyaksikan!
PALEMBANG sedang ramai-ramainya pertengahan Mei itu. "Nggak tahu ada event apa aja, tapi semuanya penuh," cerita Mbak Ira Hairida sembari menyetir mobil membawa saya dan beberapa rekan blogger berkeliling kota. Yang dimaksud "semuanya penuh" oleh Mbak Ira adalah hotel-hotel di Kota Pempek, rata-rata fully booked.
Ahad itu, 15 Mei 2016, adalah hari kedua saya di Palembang. Saya bersama dua blogger lain diundang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan untuk menyaksikan etape terakhir International Musi Triboatton 2016 dilanjut upacara penutupan kompetisi internasional tersebut. Kami tidak hanya bertiga, karena Kementerian Pariwisata RI sudah terlebih dahulu mengirim sejumlah blogger top sejak pembukaan pada 14 Mei.
Bisa jadi gelaran Musi Triboatton 2016 yang membuat hotel-hotel di Kota Palembang penuh. Kami pun harus jadi musafir, menginap di dua hotel berbeda dalam dua malam. Tapi kondisi ini seolah berkah tersembunyi, karena kami berkesempatan menginap di Aziza Inn Hotel (sebelumnya bernama Hotel Azza). Sebuah hotel yang terletak tepat di jantung kota Palembang.
Setelah seharian berkeliling mencicipi berbagai makanan khas Palembang, termasuk menyeberangi Sungai Musi menuju Pulau Kemaro, sore harinya kami check in ke hotel. Kami harus istirahat sebentar dan mandi, sebelum kembali keluar untuk mengikuti acara penutupan di Benteng Kuto Besak pada pukul 19.00 WIB.
Kesan pertama begitu melihat Aziza Inn, hotel ini kental dengan nuansa etnik sekaligus minimalis. Dinding bangunan di dekat jalan masuk berupa jalinan teralis besi yang dirambati tanaman menjalar. Nama hotel dengan huruf hijau dan merah terpampang di atasnya. Keesokan harinya saat sarapan saya baru tahu kalau dinding tersebut adalah bagian luar restoran.
Tepat di samping pintu masuk lobi hotel terdapat dua patung hewan berleher panjang dari kayu saling berhadapan. Saya kira itu patung jerapah, tapi entahlah tepatnya apa. Lalu tak jauh dari meja resepsionis terdapat seperangkat tempat duduk dari kayu berukir. Untuk yang suka tempat duduk empuk, di bagian tengah lobi terdapat seperangkat sofa.
Oya, welcome drink yang disajikan hari itu jus nanas, lengkap dengan potongan nanas kecil-kecil. Rasanya segar sekali, perpaduan antara manis dan asam yang pas. Saya sampai minum dua kali dibuatnya. Hehehe...
Image may be NSFW. Clik here to view.
Si Minimalis nan Lega Aziza Inn adalah hotel berbintang dua di bawah naungan Horison Group. Hanya terdiri dari tiga lantai, dengan 52 kamar dalam dua tipe: Superior Room dan Deluxe Room. Saya dapat kamar di lantai dua malam itu, tepatnya nomor 215. Semua blogger Musi Triboatton 2016 ditempat di lantai yang sama. Tak menunggu lama, langsung saja kami semua naik ke kamar masing-masing untuk mandi dan beristirahat sejenak.
Karena kamar dipesankan oleh Disparbud Sumsel, saya tak bisa memilih yang twin atau double. Tapi rupanya saya dapat double bed. Bakalan nyenyak nih tidur di kasur gede sendirian. Kamarnya sendiri tak terlalu lebar, tapi penataan ruang yang efektif membuatnya terkesan lega. Cat putih di seantero ruangan ikut memberi kesan luas, sekaligus bersih.
Dua buah lampu dengan cahaya redup di sudut-sudut ruangan menyambut saya begitu membuka pintu kamar. Di seberang ranjang terdapat sebuah meja ringkas. Dua botol kecil air mineral, beberapa leaflet hotel, kalender meja, gelas dan remote control tergeletak di atasnya. Lalu di tembok menempel sebuah televisi layar datar.
Pandangan saya langsung tertuju pada kasur berseprai putih yang diapit meja-meja sudut. Tanpa tunggu lama-lama segera saja saya rebahkan badan ke atasnya. Nyamannya... Kalau saja tak ingat malam itu ada acara yang harus dihadiri, saya lebih memilih memejamkan mata dan tertidur di atas kasur empuk saat itu juga.
Image may be NSFW. Clik here to view. Image may be NSFW. Clik here to view. Image may be NSFW. Clik here to view.
Oya, buat yang biasa traveling membawa banyak gadget, di kamar terdapat banyak sekali colokan untuk mengecas semua perangkat sekaligus. Selain di atas meja kecil di sudut, colokan bisa ditemui di kedua sisi meja televisi, juga di kamar mandi. Benar-benar surga ngecas.
Saya bergegas ke kamar mandi begitu jarum jam menunjukkan pukul lima sore lewat sedikit. Kamar mandinya juga terkesan minimalis, tapi fungsional dan lengkap. Sabun cair, sampo, pasta gigi dan sikat gigi kecil semua tersedia bersama handuk tebal. Jadi buat yang tidak biasa bepergian membawa toiletris tidak perlu kuatir.
Mumpung di hotel saya memilih mandi air hangat. Ya, kapan lagi bisa mandi air hangat cuma modal memutar kran. Di rumah saya harus merebus air dulu kalau mau mandi air hangat, hahaha. Selesai mandi saya bermaksud salat Ashar, tapi sayang tak ada space yang cukup untuk dipakai salat mengikuti arah kiblat sesuai tanda di langit-langit kamar. Untungnya saya ingat di samping lobi ada musala. Jadi, saya pun turun ke bawah.
Kira-kira jam setengah enam kami dibawa Mbak Ira menuju ke kawasan Plaza Benteng Kuto Besak.
Lokasi Strategis Bagi peminat wisata belanja, Aziza inn dikelilingi pusat perbelanjaan ternama Palembang. Yang terdekat adalah Palembang Icon Mall (PIM) yang terletak persis di seberang jalan. Di mal ini ada berbagai gerai ternama, juga kafe-kafe dan restoran untuk nongkrong cantik seperti Starbucks, Baskin Robbins, Pizza Hut atau J.CO. Tinggal pilih.
Dari Aziza Inn ke PIM sebaiknya berjalan kaki saja menyeberangi Jl. Angkatan 45, sebab kalau naik kendaraan harus memutar sejauh kira-kira 1,5 km. Jl. Angkatan 45 terdiri atas dua lajur dengan separator tinggi di tengah, jadi harus lihat-lihat dulu bagian jalan mana yang bisa dilewati.
Satu mal besar lain yang tak terlalu jauh dari Aziza Inn Hotel adalah Palembang Square Mall. Menurut Google Map jaraknya 750 meter menyusuri Jl. Angkatan 45 ke arah barat laut. Di dalam mal ini terdapat berbagai tempat makan berkelas seperti Solaria dan Es Teller 77. Nyaman untuk kongkow atau meetup dengan sejawat.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Kalau ingin suasana berbeda, ada warung makan Ikan & Ayam Bakar Joglo di sebelah utara hotel. Tak jauh dari sana terdapat Tempat Makan Ikan Bakaran. Pilihan lain ada Bakso Gobud, Warung Solo Berseri Mbak Anny, Roti Bakar Narsis, 1000 Rasa Coffee Shop, atau Golden Abalone Restaurant yang kesemuanya berada dalam radius 100-250 meter dari hotel.
Mau mencicipi makanan khas Palembang? Coba saja datangi Kedai Pempek Dos 171 di Jl. Sulaiman Amin. Jaraknya hanya 270 meter dari Hotel Aziza Inn, cukup berjalan kaki kira-kira lima menit dan sampailah sudah. Tak jauh dari sana terdapat Warung Tekwan 99, kira-kira 300 meter dari Kedai Pempek Dos 171 atau 400 meter dari hotel.
Satu tempat makanan khas Palembang lain yang jalanable dari Aziza Inn adalah Nasi Pindang Kuyung di Jl. Kapten A. Rivai. Jaraknya hanya 350 meter ke arah selatan, tak akan membuat badan kurus kok. Di sini kita bisa menikmati aneka jenis pindang nan lezat.
Mau makan di tempat yang lebih ngetop? Langkahkan kaki sedikit lebih jauh ke arah selatan, hanya berjarak kira-kira 50-75 meter dari Nasi Pindang Kuyung kita akan sampai di RM Pempek Pak Raden yang berada di kawasan Jl. Radial. Ini tempat makan pempek legendaris di Palembang. Belum afdol ke Kota Pempek kalau belum mencicipi Pempek Pak Raden.
Jarak ke tempat-tempat wisata seperti Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak, dan sekitarnya memang agak jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi jangan khawatir. Begitu keluar dari lobi hotel, tepat di pinggir Jl. Angkatan 45 terdapat jejeran driver Go-Jek yang siap mengantar kemanapun kita pergi. Taksi? Ada juga.
Sayangnya saya tak sempat menjelajahi seputaran Aziza Inn Hotel. Waktunya yang tak memungkinkan. Kami check in sore, lalu keluar lagi sampai jelang tengah malam. Tidur sampai pagi, keesokan harinya sarapan dan check out. Berharap sekali suatu saat kembali lagi ke sini dan eksplor tempat-tempat di atas berjalan kaki.
Nah, ngomong-ngomong soal sarapan saya dibuat puas sekali oleh menu yang disajikan. Saya turun dari kamar kira-kira jam delapan pagi. Lihat-lihat situasi tampaklah satu meja berisi buah-buahan. Saya yang sebisa mungkin sarapan buah langsung saja mencomot beberapa potong melon, pepaya dan semangka. Habis dua piring! Hahahaha...
Image may be NSFW. Clik here to view.Berfoto bareng Mas Bolang usai sarapan di Aziza Inn Hotel Palembang. Foto diambil oleh salah satu staf restoran. Abaikan siluetnya, perhatikan suasana di dalam restoran yang jadi latar belakang.
Karena baru akan dijemput saudara jam 10 lewat, saya memilih tetap di restoran sembari memantau timeline media sosial. Tak terasa sejam lebih berlalu. Eh, kok, perut merasa lapar lagi ya. Karena sudah melebihi jarak aman dari waktu sarapan buah, saya berani mengambil nasi gemuk. Ini istilah orang Palembang untuk nasi gurih. Ditambah sayur, sambal dan kerupuk, sarapan ronde kedua pun dimulai.
Belum lama makanan di piring saya habis, Mas Sutiknyo atau yang lebih beken disapa Mas Bolang muncul. Setelah mengambil sarapan dan meminta telur goreng pada staf restoran, ia duduk di meja saya. Kami pun sarapan sembari ngobrol tentang banyak hal. Beruntung sekali saya sempat bertemu dengan travel blogger top satu ini.
Well, kira-kira jam 10 lewat sedikit sepupu saya menjemput. Begitu kunci kamar saya serahkan pada petugas resepsionis, berakhir sudah kebersamaan saya dengan Hotel Aziza Inn Palembang. Hanya semalam, namun pengalaman ini sangat berkesan. Seperti saya bilang di atas, kalau ada kesempatan saya ingin sekali kembali ke hotel ini dan mengeksplorasi tempat-tempat makan di sekitarnya.
Pasti bakal menyenangkan sekali, sekaligus mengenyangkan! :D
Hotel Aziza Inn Palembang (sebelumnya bernama Hotel Azza) Jalan Kapten Anwar Sastro No. 1296 Sungai Pangeran, Ilir Timur I Kota Palembang 30129
KALAU toko yang menyediakan berbagai macam keperluan kita sebut toko serba ada (toserba), maka rasanya Dataran Tinggi Dieng bisa diberi julukan Obyek Wisata Serba Ada. Ya, di satu kawasan ini pengunjung dapat menikmati berbagai macam atraksi wisata. Mulai dari wisata alam, wisata budaya, hingga wisata sejarah. Wisata kuliner? Tentu saja.
Pernah ke Candi Borobudur? Ini obyek wisata yang tak cuma menarik minat wisatawan lokal, tapi juga mancanegara. Tapi di sana kita hanya disuguhi satu obyek untuk dilihat: candi. Bolehlah kalau ada yang memasukkan unsur wisata sejarah karena di badan Candi Borobudur terdapat relief menceritakan kegemilangan leluhur bangsa Indonesia. Toh, tetap saja kita hanya mengunjungi satu candi, lalu pulang.
Bukan bermaksud apa-apa ya. Tapi coba bandingkan dengan Dataran Tinggi Dieng. Di satu area wisata ini, kita seperti masuk toserba karena dapat menikmati berbagai macam obyek dan petualangan sekaligus.
Bagi pecinta alam, Dieng adalah potongan kecil surga yang terlempar ke bumi. Hawanya yang sejuk, pemandangan alam nan asri menghijau, air segar di batang-batang sungai, semua seolah melengkapi petualangan menantang menuju puncak Gunung Prau. Di sini kita bisa mengadakan camping, bermalam di alam bebas hanya beratapkan tenda mungil. Sebelum pulang, sempatkan mampir ke Kawah Sikidang nan eksotis.
Bagi penyuka sejarah dan arkeologi, di Dieng ada satu kompleks candi Hindu yang luas. Kini memang hanya tersisa delapan buah candi, namun menurut penelusuran sejarah dulu terdapat setidaknya 400 candi di kawasan ini. Jumlah ini jauh lebih banyak dari candi-candi kecil di sekeliling Candi Sewu yang namanya berarti Seribu Candi. Juga masih lebih banyak dari candi-candi kecil yang mengitari Candi Prambanan.
Sedangkan bagi pengantin muda, Dieng adalah tempat sangat cocok untuk berbulan madu. Suasananya, pemandangan alamnya, keramahan penduduknya, hawa dinginnya, pokoknya semua sangat mendukung untuk memadu kasih. Tak usah jauh-jauh berbulan madu ke luar negeri, karena orang luar negeri justru banyak berkeliaran di Dieng. Hehehe...
Image may be NSFW. Clik here to view.
Bhumi Kahyangan Terletak lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), Dataran Tinggi Dieng masuk dalam 10 besar dataran tertinggi di dunia. Di Asia, hanya Dataran Tinggi Tibet (Tibetan Plateau) dan Dataran Tinggi Decca (Deccan Plateau) yang posisinya lebih tinggi dari Dieng.
Jika dalam cerita-cerita silat Tibet sering disebut-sebut sebagai Negeri Atap Dunia, maka Dieng mendapat sebutan Negeri di Atas Awan. Ya, saking tingginya beberapa tempat di kawasan ini berada lebih tinggi dari awan. Benar-benar di atas awan dalam artian yang sebenar-benarnya.
Kalau sebutan Negeri di Atas Awan terlalu umum, nama lain yang lebih identik dengan Dieng adalah Bhumi Kahyangan. Menurut sejarah, nama Dieng berasal dari "Di Hyang" yang berarti "tempat tinggal para dewa." Dengan demikian nama Dieng bersinonim dengan Kahyangan, yang sama-sama berarti tempat kediaman dewa-dewa.
Itulah sebabnya kita dapat menemukan satu kompleks candi mahaluas di Dataran Tinggi Dieng. Meski belum ada referensi yang menyebut dengan pasti, menilik dari jumlah candi yang pernah ada kuat dugaan kompleks candi ini dulunya merupakan pusat peribadatan terbesar di Tanah Jawa masa itu. Malah bisa jadi yang terbesar di Nusantara, Asia, atau bahkan dunia.
Misteri yang melingkupi kompleks candi di Dieng menjadi salah satu daya tarik tersendiri untuk mengunjungi tempat ini. Belum ada satupun studi yang berhasil menemukan sejarah pembangunan candi-candi tersebut, siapa raja yang memerintahkan megaproyek ini, nama asli kompleks candi apatah lagi masing-masing candi, serta kapan candi pertama mulai dibangun.
Ini semua disebabkan oleh minimnya data dan referensi sejarah yang terkait dengan kompleks candi di Dieng. Ilmuwan hanya bisa memperkirakan kompleks candi ini dibangun di abad ketujuh, di masa Kerajaan Kalingga. Salah satu dari tiga kerajaan tertua di Nusantara tersebut disebut berlokasi di bagian utara Jawa Tengah saat ini. Dieng yang terletak di dua kabupaten, Banjarnegara dan Wonosobo, masuk dalam wilayah kekuasaan Kalingga.
Dari 400 candi hanya tersisa delapan, itupun hanya satu yang bangunannya bisa dikembalikan utuh: Candi Arjuna. Sedangkan tujuh candi lain berdiri tanpa atap komplet seperti halnya Arjuna. Ilmuwan membagi kompleks candi Dieng menjadi tiga gugus (cluster), yakni:
Image may be NSFW. Clik here to view.
1. Gugus Arjuna Merupakan gugus candi yang berada di tengah-tengah kompleks candi Dieng. Gugus ini juga terletak tepat di tengah Dataran Tinggi Dieng. Terdiri atas lima candi, Gugus Arjuna merupakan gugus candi paling lengkap dibandingkan yang lain. Bersama Candi Arjuna, keempat candi lain adalah Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
2. Gugus Gatotkaca Sama seperti Gugus Arjuna, gugus candi ini terdiri atas lima candi kecil: Candi Gatotkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, dan Candi Gareng. Namun saat ini hanya Candi Gatotkaca yang tetap berdiri tegak, meski tidak utuh seperti sedia kala. Empat candi lainnya tinggal reruntuhan puing.
3. Gugus Dwarawati Berbeda dengan dua gugus lain, Gugus Dwarawati terdiri atas empat candi yang dinamakan Candi Dwarawati, Candi Abiyasa, Candi Pandu, dan Candi Margasari. Sama halnya Gugus Gatotkaca, saat ini hanya Candi Dwarawati yang masih berdiri tegak sekalipun tidak utuh. Sedangkan tiga candi lain berupa onggokan puing-puing.
Selain tiga gugus candi tersebut, masih ada Candi Bima yang lokasinya terpisah dari kompleks candi Dieng. Candi Bima terletak di atas bukit, merupakan candi terbesar sekaligus tertinggi di antara candi-candi lain. Yang menarik, model bangunan Candi Bima terlihat berbeda dari candi-candi yang ada di Dieng.
Bagi penyuka sejarah seperti saya, candi-candi di atas adalah alasan kuat untuk berkunjung ke Dieng. Saya selalu dibuat kagum oleh ornamen-ornamen yang ada di bangunan candi, membayangkan bagaimana orang jaman dahulu menyusun batu-batu sungai menjadi bangunan megah seperti itu. Bayangkan saja, jaman itu mereka bekerja hanya menggunakan palu dan pahat, juga tali tambang.
Melihat Delapan Gunung Selain pecinta sejarah, Dieng juga menjadi destinasi favorit pecinta alam wa bil khusus pendaki gunung. Tujuan mereka adalah mendaki ke puncak Gunung Prau yang merupakan puncak tertinggi di Dataran Tinggi Dieng.
Dengan elevasi 2.565 mdpl, Gunung Prau boleh dibilang tak cukup menantang didaki. Dibandingkan Sindoro yang tingginya 3.136 mdpl, Prau lebih cocok bagi pendaki pemula. Padahal orang-orang yang baru mulai mendaki gunung sering disarankan untuk memilih Sindoro sebagai debut.
Tapi jangan salah, meski tak cukup tinggi Prau tetaplah gunung idola para pendaki. Bukan soal berapa meter di atas permukaan laut yang dikejar, melainkan pemandangan menakjubkan dari atas puncaknya. Sebab dari puncak Gunung Prau kita dapat menyaksikan delapan gunung sekaligus. Ya, delapan gunung!
Image may be NSFW. Clik here to view.
Gunung apa saja? Berderet-deret dari sisi kanan adalah Gunung Kembang, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran. Ini artinya dari puncak Gunung Prau kita bisa melihat wilayah Wonosobo, Temanggung, Yogyakarta, Magelang, hingga Kabupaten Semarang.
Seperti halnya di gunung-gunung lain, menanti sunrise merupakan hal wajib sesampainya di puncak Gunung Prau. Biasanya pendaki memilih bermalam di area perkemahan, tidur dalam tenda-tenda atau sleeping bag. Jangan kuatir, ada banyak pendaki lain yang berkemah di camping ground Prau. Dijamin tidak bakal sendirian deh.
Tempat lain yang biasa dipilih untuk berburu sunrise adalah puncak Gunung Sikunir. Di sini juga ada camping ground sehingga kita dapat bermalam menunggu matahari terbit yang kondang dikenal sebagai golden sunrise. Saat matahari mulai muncul, ufuk timur di langit Dieng terlihat berwarna kuning keemasan.
Berita baiknya, kita tak harus mendaki Gunung Prau maupun Gunung Sikunir untuk melihat golden sunrise Dieng. Masih ada tempat lain di mana sunrise terlihat tak kalah bagus. Misalnya dari puncak Gunung Pakuwojo, atau malah dari gardu pandang Tieng. Tinggal pilih.
Ke Dieng Lewat Banjarnegara Selama ini Dieng dikenal sebagai bagian dari Kabupaten Wonosobo. Padahal, Dataran Tinggi Dieng yang terdiri dari dua desa masuk dalam wilayah administratif Wonosobo dan Banjarnegara. Dua kabupaten ini bertetangga, sehingga membagi dua kawasan Dieng dengan batas Kali Tulis. Bagian timur Dieng (Desa Dieng Wetan) adalah wilayah Wonosobo, sedangkan bagian barat (Desa Dieng Kulon) milik Banjarnegara.
Karenanya, kita bisa menuju ke Dieng lewat Banjarnegara. Para pelancong dari arah barat malah sudah pasti melalui Banjarnegara jika hendak ke Dieng. Cuma biasanya Banjarnegara hanya dilewati saja, karena tujuan utamanya Wonosobo sebelum mencari angkutan ke Dieng. Jalur Wonosobo memang yang paling banyak ditempuh menuju ke Dieng Plateau.
Sekali-kali cobalah lewat Banjarnegara. Ada dua pilihan rute yang bisa diambil dan kesemuanya menuju ke Desa Dieng Kulon yang ada di Kecamatan Batur. Pertama, jalur tengah yang melewati Pagentan, Sumberejo, Karangtengah dan terus mengikuti Jalan Raya Dieng. Kedua, jalur timur melewati Petambakan, Banjarmangu, Karangkobar, dan menelusuri Jalan Raya Batur sebelum masuk ke Jalan Raya Dieng.
Bagaimana kalau naik angkutan umum? Gampang. Angkutan umum di Banjarnegara sudah menjangkau ke pelosok-pelosok. Ditambah jalanan yang relatif bagus, perjalanan menuju Dieng bakal berlangsung lancar jaya bagi pelancong backpacker. Namanya saja angkutan umum, tentu saja ongkosnya murah meriah.
Rutenya, dari terminal bus Banjarnegara naik angkutan jurusan Banjarnegara-Batur. Angkutannya berbentuk bus kecil. Turun di Pasar Batur, lalu tunggu angkutan jurusan Batur-Wonosobo lewat. Angkutan umum yang juga berupa bus kecil ini melewati Dieng. Jadi, tinggal minta turun saja begitu bus melewati Dieng.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Bagi saya yang tinggal di Pemalang, ke Dieng terasa lebih dekat jika melewati Banjarnegara. Alih-alih ke selatan melewati Purbalingga lalu berbelok ke timur menuju Kota Banjarnegara, perjalanan bisa lebih singkat bagi saya dengan melewati Kajen.
Dari ibukota Kabupaten Pekalongan tersebut ada angkutan menuju ke Karangkobar, kecamatan yang sudah masuk wilayah Banjarnegara. Tapi tidak sampai Karangkobar sudah harus turun, tepatnya di pertigaan Wanayasa. Setelah itu cari angkutan menuju Batur, turun di Pasar Batur. Terakhir, tunggu bus rute Batur-Wonosobo yang akan melewati Dieng.
Selain Kajen, saya juga bisa menempuh jalur Batang. Rutenya jika menggunakan kendaran pribadi adalah Batang - Wonotunggal - Bandar - Kambangan (Blado) - Gerlang - Batur - Dieng. Kalau mau naik angkutan umum, ada bus mini yang siap mengantar dari Batang sampai ke Blado. Tapi dari Blado ke Batur masih dalam tanda tanya besar karena sepertinya tak ada angkutan umum.
Atau kalau ingin menghindari Gerlang yang jalanannya terkenal ekstrem, ambil jalur Banyuputih. Jadi dari kota Batang terus ke timur hingga Banyuputih. Dari sini baru berbelok ke arah selatan melalui Limpung dan lanjut ke Bawang, tepatnya Desa Pranten yang berbatasan langsung dengan Desa Karangtengah di Kecamatan Batur. Dari Karangtengah, kita cukup berjalan sejauh 500 meter untuk mencapai Dieng Kulon.
Well, jangan kuatir dengan perjalanan selama 1,5 hingga 2 jam. Kalau terasa haus ya tinggal berhenti saja, mampir ke warung dawet ayu. Segelas dawet ayu khas Banjarnegara bakal mengusir dahaga. Sebagai camilannya bisa cicipi keripik kentang yang merupakan produk khas Batur.
SUDAH sejak lama saya dibuat tertarik sekali mendalami dunia audio visual. Terlebih setelah melihat perkembangan YouTube yang semakin lama semakin membuat ketar-ketir dunia pertelevisian. Butuh waktu lama memang melawan semua keraguan, tapi saya mantap menggantungkan impian untuk membangun sebuah production house skala kecil dan memproduksi konten-konten video.
Rencana ini sebenarnya sederhana saja. Saya buat video, upload di YouTube, lalu promosikan sesering mungkin di media sosial untuk menjaring penonton. Tentu saja videonya dibuat semenarik dan sebagus mungkin. Dari muatannya serta pengemasannya haruslah jempolan agar penonton selalu kembali ke channel yang saya bangun.
Soal pemasukan, target pertama adalah program partnership yang ditawarkan YouTube. PH rumahan saya dapat meraup pemasukan dari sharing pendapatan iklan di program ini. Jumlahnya memang berbanding lurus dengan jumlah pemirsa video. Namun seiring berjalannya waktu, konsistensi dan keseriusan bakal membuka jalan pemasukan lain. Saya yakin itu.
Apa yang akan saya angkat dalam video-video tersebut? Terdengar agak idealis, tapi saya berniat mempromosikan Kabupaten Pemalang tempat saya berdomisili saat ini. Begitu banyak potensi dimiliki Pemalang, termasuk di dalamnya obyek wisata dan aneka ragam kuliner khas. Ini yang akan saya sebarkan melalui video di channel saya kelak.
Orang mungkin hanya tahu Pantai Widuri dan Widuri Waterpark sebagai obyek wisata unggulan di Pemalang. Pergilah ke bagian selatan kabupaten ini, di mana terdapat banyak obyek wisata alam yang jauh lebih menarik. Sebut saja Curug Bengkawah dan Curug Sibedil yang mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal. Atau perkebunan teh Semugih di Kecamatan Moga, agrowisata di Kecamatan Belik, serta wisata kaki Gunung Slamet lengkap dengan gardu pandang.
Berbicara makanan khas, ikon kuliner nasional Pak Bondan Winarno pernah mencicipi nasi grombyang di alun-alun Pemalang. Tapi Pemalang tak hanya grombyang. Masih ada sate loso, lontong dekem, kue kamir, kerupuk usek, tahu pletok, bakso daging, dan yang belakangan mulai ngetren ayam gepuk dan seblak.
Lainnya, kawasan Pemalang selatan dikenal akan kekayaan buah-buahannya terutama nanas di Kecamatan Belik. Malah kini sudah ada minuman ekstrak nanas produksi lokal Belik bermerek VitaNas. Sedangkan Desa Majalangu di Kecamatan Watukumpul terkenal sebagai produsen sapu glagah, yakni sapu dari tangkai padi. Bergeser ke dekat kota, Desa Wanarejan di Kec. Taman adalah sentra kerajinan tenun tradisional yang masih menggunakan mesin tenun tangan.
Itu baru mengupas yang ada di Pemalang, dan sudah terlihat sangat banyak materi yang bisa diangkat. Padahal saya juga ingin mengangkat kisah inspiratif perantauan asal Pemalang yang sukses di tempat lain.
Kenal dong dengan pebulutangkis nasional Hendra Setiawan? Orang tua Hendra sampai saat ini masih tinggal di Pelutan, kampung kelahiran juara dunia tersebut. Aktor gaek Torro Margens, eks Kapolri Jenderal (Purn.) Sutanto, anggota DPR RI Andriyanto Johan Syah, dan Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Agus Dwi Putranto semuanya adalah putra Pemalang.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Grombyang TV Untuk itu saya sudah membuat sebuah channel di YouTube, saya namai Grombyang TV. Nama grombyang saya pakai karena boleh dibilang makanan ini adalah kuliner khas Pemalang paling populer. Tanyakan pada orang Pemalang apa makanan khas dari daerah ini, maka yang pertama-tama mereka sebut biasanya grombyang.
Karena lekatnya grombyang dengan Pemalang itulah saya memakai nama makanan ini sebagai nama channel. Selain itu, kata "grombyang" juga hanya terdiri dari dua suku kata, grom-byang, sehingga memudahkan pengucapan sekaligus mudah diingat. Grombyang TV. Saya rasa ini nama yang keren. Hehehehe...
Langkah-langkah persiapan lainnya adalah membeli nama domain untuk situs. Saya sudah memegang nama domain Grombyang.net yang kelak akan berisi informasi-informasi lengkap tentang aktivitas Grombyang TV. Kisah-kisah behind the scene pembuatan video saya rasa bakal menarik disimak, selain menyaksikan videonya di YouTube.
Kalau ada yang bertanya kenapa tidak membeli nama domain Grombyang.tv, persoalannya harga .tv tidak murah. Terlebih untuk dianggurkan begitu saja seperti Grombyang.net saat ini. Di situs penyedia domain langganan saya, Grombyang.tv dibanderol $34.99 setahun. Menurut Google, uang sebanyak itu setara dengan Rp462.000 per 30 Juni 2016 ini. Selisihnya lumayan sekali dibandingkan Grombyang.net yang "hanya" $10.99 setahun alias lebih murah $24.
Lalu saya juga sudah membuatkan akun media sosial bagi Grombyang TV. Di Facebook sudah ada fanpage Grombyang TV yang beralamat di https://facebook.com/GrombyangTV. Saat posting ini dibuat ada 208 orang yang menyukai fanpage tersebut, dan terus bertambah setiap hari. Setidaknya begitu yang selalu saya lihat di notifikasi Facebook saya sebagai pengelola.
Sementara di Twitter saya buatkan akun dengan nama @grombyangnet. Lho, kenapa tidak @grombyangtv saja biar seragam? Masalah klasik, username tersebut sudah ada yang memakai. Saat ditelusuri ternyata pemiliknya adalah pengembang Grombyang OS, yakni operating system Linux buatan programmer asal Pemalang. So, pilihan terbaik adalah menyamakan akun Twitter dengan nama domain.
Grombyang TV YouTube: https://www.youtube.com/c/GrombyangTV Google+: https://plus.google.com/+GrombyangTV/ Facebook: https://www.facebook.com/GrombyangTV/ Twitter: @GrombyangNet
Apalagi? Secara teknis, saya sudah setahun belakangan rutin berlatih membuat video. Saya install Magix Movie Edit Pro 2016 di laptop saya yang RAM-nya hanya 2GB. Saya bertekad setiap pekan dapat menghasilkan setidaknya satu video baru untuk diunggah di YouTube. Sebagian besar diunggah ke channel khusus anak-anak saya yang beralamat di http://www.youtube.com/channel/UCVQM0b9bfLjslWjSVe58AFA.
Oya, ini salah satu contoh video tentang makanan khas Pemalang di channel YouTube pribadi saya.
Terpikat Produk ASUS Selesai? Tentu belum. Sampai saat ini kanal Grombyang TV di YouTube belum ada videonya satupun. Kenapa tak segera diisi video? Jawabannya bisa panjang, tapi kendala utamanya adalah saya belum punya equipment memadai untuk mengedit video secara serius.
Lho, bukannya sampeyan tadi bilang sudah berlatih mengedit video? Benar. Akan tetapi saya terbilang maksa. Yang paham komputer tentu tahu betul kalau RAM 2GB di laptop saya merupakan spesifikasi minimal untuk software editing video. Magix Movie Edit Pro 2016 yang saya pakai sendiri menyebut RAM 2GB sebagai minimum requirement. Artinya, kalau bisa ya lebih dari 2GB agar lebih optimal.
Saya sendiri setiap kali mengedit video sering muncul pesan bahwa memorinya crash. Tak jarang pula tiba-tiba laptop hang di tengah-tengah mengerjakan video. Terlebih bila saya membuat video panjang, dengan footage sangat banyak, ditambah efek visual dan musik, serta layer-nya lebih dari empat. Itulah sebabnya saya agak ngeri kalau mau mengedit video.
Sudah setahunan ini saya melirik-lirik komputer yang lebih oke untuk editing video. Tidak muluk-muluk, saya hanya mencari PC dengan processor Intel i5 dan paling tidak dual-core, RAM 4GB, serta kartu grafis yang memadai agar preview video yang tengah diedit tidak putus-putus. Oya, kapasitas penyimpanan internal (HDD) minimal 500GB, tapi khusus untuk drive C: memakai SSD agar performa komputer lebih kencang.
Suatu ketika saya membeli keyboard dan mouse di Mitra Mandiri Computer yang terletak tak jauh dari perempatan Sirandu, Pemalang. Setelah keyboard dan mouse didapat, saya iseng bertanya-tanya soal komputer untuk keperluan video editing pada teknisinya. Dijelaskan panjang-lebar mengenai spek yang pas, budget-nya berapa, serta beberapa produk built in yang ada di pasaran. Lalu saya diberi katalog ASUS.
Rupanya, Mitra Mandiri Computer merupakan salah satu partner distribusi ASUS di Pemalang. Itulah sebabnya saya lihat beberapa notebook ASUS dipajang di satu etalase khusus di bagian dalam toko. Saya bawa pulang katalog tersebut untuk dibaca-baca.
Tak sekedar memajang produk, dalam katalog tersebut juga ada profil ASUS, penghargaan yang diberikan, serta penjelasan mengenai teknologi yang diterapkan dalam pembuatan produk. Wuih, rupanya ASUS merupakan brand motherboard nomor satu di dunia. Di Indonesia, ASUS menjadi top 2 brand untuk kategori notebook dan pernah dianugerahi Indonesia Brand Champion 2012 oleh Marketeers Award.
Dari sekian halaman awal, saya paling tertarik dengan uraian mengenai kualitas ASUS. Dengan serangkaian tes berat, setiap produk ASUS dijamin dapat tetap memberikan kinerja terbaik dalam kondisi apapun. Itu sebabnya laptop ASUS tidak mengalami kerusakan sedikitpun selama dipakai 600 hari penuh dalam misi luar angkasa di stasiun luar angkasa MIR.
Akhir 2003, dua pendaki gunung tersohor Shi Wang dan Jian Liu mendaki Gunung Vinson (4.897 mdpl) yang merupakan puncak tertinggi di Antartika. Keduanya membawa laptop ASUS S200N untuk merekam dan berbagi pengalaman selama petualangan. Hebatnya, laptop tersebut tetap berfungsi dengan baik di puncak Gunung Vinson yang bersuhu minus 73 derajat Celcius.
Lebih tinggi dari itu, laptop ASUS pernah sampai ke puncak Gunung Everest (8.848 mdpl). Adalah Kapten Yang Wangfong yang membawa ASUS U5 ketika mendaki puncak Everest. Ketika banyak laptop bawaan pendaki tak bisa beroperasi saat mencapai markas utama di ketinggian 5.000 mdpl, ASUS U5 milik Kapten Yang tetap menyala. Dan terus dapat beroperasi hingga mencapai puncak.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Mimpi Punya ASUS Vivo AiO V230IC Ah, saya tidak akan mendaki Gunung Vinson maupun Gunung Everest. Saya hanya mau mengedit video untuk Grombyang TV. Cari punya cari, tertambatlah mata saya pada ASUS Vivo AiO V230IC. Ini merupakan salah satu tipe dalam lini produk all-in-one PC dari ASUS.
Yang membuat saya langsung terpikat pada ASUS Vivo AiO V230IC karena speknya persis dengan yang saya butuhkan. Persis sama malahan. Coba saja lihat spesifikasinya di bagian paling bawah tulisan ini. Bagi saya yang terpenting prosesornya Intel i5, memorinya 4GB, serta kartu grafisnya oke punya.
Berikut spesifikasi lengkap ASUS Vivo AiO V230IC:
Sistem Operasi
Windows 10 Home
DOS
Display
23.0″(58.4cm), 16:9, Wide Screen, Full HD 1920×1080/, LED-backlight, IPS, 178° wide viewing angle
Touch Screen
Multi-touch (10 Fingers Touch) Non-touch
Prosesor
Intel® Core™ i5 6400T
Intel® Core™ i7 6700T
Chipset
Intel® H110
Grafis
NVIDIA® GeForce 930M 2GB
Memori
4 GB Up to 8 GB
DDR3L at 1600MHz
2 x SO-DIMM
Storage
1TB Up to 2TB SATA Hard Drive
Drive Optik
Tray-in Supermulti DVD RW
Wireless Data Network
802.11 b/g/n , Bluetooth V4.0 , NFC *1
LAN
10/100/1000 Mbps
Kamera
1 M Pixel
Audio
SonicMaster Premium
Speaker
2 x 2 W
Built-in Mic
Yes
Side I/O Ports
1x USB 3.1
1 x 6 -in-1 Card Reader
1 x Headphone1 x Microphone
Port I/O Belakang
1 x USB 3.1
4 x USB 3.0
1 x HDMI-Out
1 x RJ45 LAN
1 x Kensington Lock
1 x Power input
Card Reader
6 -in-1: SD/ SDHC/ SDXC/ MS/ MS Pro/ MMC
Power Supply
120 W Power adaptor
Dimensi
571 x 442 x 50 ~200 mm (WxHxD)
Berat
9 kg
Pilihan Warna
Black
Aksesori
Keyboard+Mouse , Wired/Wireless
AC Adaptor *3
Power Cord
Warranty Card
Quick Start Guide
Software
Anti-Virus Trial
ASUS WebStorage
Office Trial
Certificates
BSMI/CB/CE/UL/Energy Star/RCM
Catatan
* Jaminan: 1 Tahun Garansi
Prosesor Intel i5 Prosesor mumpuni sangat dibutuhkan bagi aplikasi video editing. Yang sering saya alami saat ini adalah leletnya proses impor video, juga preview setelah papan-papan cerita saya susun. Ini dikarenakan prosesor laptop saya kurang memadai kemampuannya untuk pekerjaan seberat mengedit video. Karenanya sering terjadi lag, hingga crash dan hang. Lebih-lebih jika melakukan multitasking.
Di ASUS Vivo AiO V230IC, prosesor Intel i5 yang dipakai didukung teknologi Hyper-Trading Intel dan Intel Turbo Boost Technology. Ini membuat aplikasi olah video yang berukuran besar dapat dijalankan dengan enteng dan cepat. Sebab teknologi Hyper-Trading menggunakan sumber daya prosesor lebih efisien, membuat multi-thread dapat berjalan di masing-masing inti prosesor. Efeknya, teknologi ini meningkatkan throughput prosesor sekaligus performanya secara keseluruhan.
Dengan prosesor Intel i5, proses ekspor video juga bisa jadi lebih cepat. Selama ini saya harus menghabiskan setidaknya 1,5 jam untuk mengekspor video berdurasi sekitar lima menit. Belum lama saya bahkan harus menghidupkan laptop semalam suntuk karena proses ekspor video sepanjang 35 menit membutuhkan waktu hingga 12 jam. Alangkah lamanya.
Ini belum menyebut pemakaian solid-state hybrid drive (SSHD). Ini merupakan teknologi yang menggabungkan kapasitas penyimpanan besar dari hard drive tradisional dengan flash memory super cepat untuk meningkatkan kinerja penyimpanan data. Menggunakan SSHD, ASUS Vivo Aio V230IC tidak butuh waktu booting lama, juga membuat komputer dapat memuat aplikasi besar secara lebih cepat sekaligus memberikan respon sistem lebih besar secara keseluruhan.
Ditambah RAM 4GB dan kartu grafis NVIDIA GeForce 930M 2GB atau Intel HD Graphics, rasanya saya sudah boleh mengucapkan selamat tinggal pada lag, crash, dan hang. Edit video tidak lagi diwarnai umpatan karena komputer tiba-tiba berhenti bekerja.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Port Super Lengkap ASUS Vivo Aio V230IC dilengkapi sangat banyak port untuk berbagai keperluan. Di bagian belakang terdapat total delapan port, dengan rincian masing-masing satu port daya, port LAN, HDMI dan lima port USB. Nah, kelima port USB ini dibagi lagi jadi dua jenis, yakni satu port USB 3.1 dan empat port USB 3.0.
Port USB 3.1 ini penting sekali untuk memangkas waktu penggarapan video. Berbagai macam video bahan dari handycam, action cam, kamera digital, maupun smartphone dapat dipindahkan dengan cepat lewat port ini. Kecepatan USB 3.1 dua kali lipat dari USB 3.0, jadi file-file video berukuran besar dapat dipindah jauh lebih cepat dari biasanya. Situs resmi ASUS menyebut kecepatan transfer data USB 3.1 dengan ungkapan "lightning speed" alias secepat kilat. Wow!
Berita bagusnya, ASUS Vivo Aio V230IC dilengkapi dua port USB 3.1. Satu port lagi terletak di bagian samping bersama port card reader 6 in 1, port headphone dan port microphone. Card reader 6 in 1 ini juga bakal sangat membantu dalam pemindahan file video dari berbagai bentuk kartu memori. Lebih-lebih bagi yang suka lupa di mana menyimpan kabel data seperti saya.
Bagaimana kalau lupa menyimpan kabel data dan malas membongkar smartphone untuk mengambil kartu memori? Tenang, ASUS V230IC dilengkapi dengan teknologi NFC atau Near Field Communication. Teknologi ini memungkinkan perpindahan data antardua perangkat secara wireless. Misal ingin menyaksikan foto atau video dari smartphone di monitor ASUS Vivo Aio V230IC, cukup letakkan hape di sebelah kanan bagian bawah monitor dimana tertanam sensor NFC. Secara otomatis foto dan video ditayangkan di layar.
Sebagai tambahan, di sebelah sensor NFC terdapat wireless charger yang dapat mengecas baterai smartphone tanpa kabel. Ah, saya jadi bisa mengecas ASUS Zenfone C saya deh (Baca juga: Foto Bareng Pramugari Berhijab berkat Kamera Ponsel ASUS Zenfone C). Cukup letakkan smartphone di bagian kiri sebelah bawah monitor, secara otomatis baterai akan terisi dengan sendirinya. Praktis.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Layar Sentuh 10 Jari Satu terobosan lain yang dihadirkan ASUS Vivo Aio V230IC adalah teknologi multi-touch. Memakai layar sentuh, monitor dapat membaca 10 sentuhan jari sekaligus. Dengan demikian saya dapat mengimpor beberapa video bahan sekaligus hanya dengan sekali sentuhan tangan. Lebih cepat.
Saya belum mencobanya, tapi kalau layar dapat merespon seluruh 10 sentuhan sekaligus, artinya saya bisa menyusun storyboard dengan dua tangan sekaligus. Tangan kiri ke sana, tangan kanan ke sini. Dengan 10 jari seluruhnya menyentuh area berbeda. Ini bakal jauh lebih cepat ketimbang menyusun papan cerita menggunakan kursor yang dikendalikan lewat mouse.
Bodi Tipis, Hemat Ruang Ruang kerja saya hanyalah sebuah meja televisi yang dialih-fungsikan jadi meja untuk laptop. Meja ini terletak di dalam kamar, jadi terbayang betapa mungilnya ruang kerja saja yang hanya berupa seperangkat meja-mursi di satu sudut kamar. Kalau mau tidur, kursi dipindah ke ruangan lain agar tempat tidur jadi lebih lega.
Saat mencari-cari komputer untuk keperluan video editing, saya sempat berpikiran membeli desktop. Tapi pikir punya pikir, desktop berarti sebuah PC, sebuah monitor, plus keyboard dan mouse. Ditambah printer dan speaker, bakal sesaklah meja kerja saya yang hanya seuprit. Belum lagi tumpukan buku dan alat tulis yang selalu tersedia di samping laptop.
All-in-one PC seperti ASUS Vivo Aio V230IC adalah jawaban bagi pekerja dengan ruang kerja terbatas seperti saya. Sekilas bentuknya seperti sebuah televisi layar datar. Dimensinya 571 x 442 x 50 ~200 mm, tidak terlalu besar dan tipis. Jadi tidak memakan banyak ruang di meja kerja saya.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Suara Jernih, Monitor Tajam Dua fitur lain yang berkaitan erat dengan video editing adalah built-in speaker dan monitor. ASUS Vivo Aio V230IC menggunakan teknologi SonicMaster Premium sehingga suara yang dihasilkan dari speaker bawaan begitu jernih dan bertenaga. Setiap suara terdengar lebih baik dan seimbang, cocok untuk menggarap video yang kerap saya beri tambahan musik.
Kemudian monitornya yang tajam membuat setiap detil video terlihat jelas. ASUS V230IC menggunakan tampilan LED-backlit yang memungkinkan layar didesain setipis mungkin, dengan teknologi in-plane switching (IPS) untuk tampilan lebih baik dari segala sudut. Tentu saja monitornya sudah mendukung Full HD resolusi 1920 x 1080 yang menjadi standar video YouTube saat ini. Cocok!
Oya, calon video creator seperti saya juga akan sangat terbantu dengan keberadaan mic internal. Ini diperlukan saat menggarap video yang membutuhkan narasi tambahan. Tak perlu lagi memakai digital video recorder atau aplikasi perekam suara di smartphone, cukup tekan saja tombol record di Magix Movie Edit Pro 2016 dan narasi langsung tersimpan di dalam komputer.
Built-in mic ini juga penting untuk layanan komunikasi seperti Skype dan Google+ Hang Out. Tak perlu lagi mencolokkan mic external atau memakai headseat yang ada mik seperti pilot. Miknya sudah tertanam, built-in, jadi langsung saja deh cuap-cuap dengan lawan bicara.
Well, itu dia impian yang sangat ingin saya wujudkan saat ini. Saya sudah memulainya dengan melakukan hal-hal yang bisa saya kerjakan sekarang, seperti membuat akun media sosial. Saya juga sudah menyusun rencana pembuatan video, tema apa saja yang akan digarap, bagaimana konsepnya. Semuanya masih di atas kertas.
Dari hanya sendirian, di mana saya merangkap semua pekerjaan (mengambil gambar, jadi talent, mengedit video, mengunggah ke YouTube, sampai promosi di media sosial), saya yakin lambat laun Grombyang TV akan berkembang. Bukankah perusahaan sebesar Google juga awalnya didirikan oleh dua orang saja dari dalam kamar asrama mahasiswa?
Untuk mengeksekusi ide ini saya butuh perangkat memadai. Karenanya saya sangat mendambakan ASUS Vivo Aio V230IC sebagai peralatan tempur. Saya bisa membayangkan, betapa serunya mengedit video menggunakan perangkat satu ini.
Blang-bleng, satu demi satu video selesai digarap. Was-wus, dengan prosesor Intel i5 dan drive SDHC saya tak perlu lagi menunggu hingga belasan jam saat mengekspor video. Terakhir, unggah video-video tersebut ke YouTube dan galakkan promosi di media sosial. Insya Allah viewers membanjir. Amin...
Bantu saya dengan doa ya, Teman-Teman...
Artikel ini diikut-sertakan dalam Start Up, Now! Writing Competition yang diselenggarakan oleh Asus Indonesia dan Intel Indonesia. Baca disclaimer blog ini selengkapnya pada laman berikut.
JELANG lebaran timeline Facebook saya dipenuhi dengan status tentang Bumi datar, flat earth. Mulai dari status serius, sampai yang bernada guyon, "Enakan mana, tahu bulat apa tahu datar?" Ada juga yang membagikan video-video dari kanal Flat Earth 101 di YouTube. Jadi penasaran, benarkah Bumi ini datar?
Selama ini kita diajarkan bahwa Bumi berbentuk bulat, kurang-lebih seperti bola. Kepercayaan ini sudah ada sejak setidaknya 500 tahun terakhir, diawali dari teori heliosentris yang dikemukakan Nicolaus Copernicus. Kemudian diikuti oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler. Sebelum itu, manusia percaya bahwa Bumi adalah pusat alam semesta (geosentris) dan bentuknya datar. Ya, Bumi berbentuk datar adalah kepercayaan awal manusia.
Gerakan Bumi datar, atau flat earth movement dalam bahas Inggris, sebenarnya bukan barang baru. Keraguan akan bentuk Bumi bulat yang ditanamkan oleh sains modern sudah didengungkan sejak awal abad ke-19. Penulis Inggris Samuel Rowbotham (1816-1884) disebut-sebut sebagai pencetus awal teori Bumi datar di era modern.
Rowbotham menulis sebuah selebaran setebal 16 halaman yang diberi judul Zetetic Astronomy untuk menyebarkan pandangannya. Ia kemudian menerbitkan buku setebal 430 halaman berjudul Earth Not A Globe, Bumi Tidak Bulat. Dalam buku ini Rowbotham menyatakan bahwa Bumi berbentuk seperti piringan, dengan kutub utara sebagai pusat Bumi dan dinding es Antartika sebagai tembok Bumi. Lalu di bagian atas Bumi ada sebuah kubah di mana Matahari, Bulan, serta benda-benda langit lainnya berputar mengelilingi Bumi.
Dalam buku tersebut Rowbotham menyebut Bulan dan Matahari terletak 4.800 km di atas Bumi, dan kosmos (bintang-bintang serta benda lain bergerak lainnya) berjarak 200 km lebih jauh. Ini jauh lebih dekat dari yang diajarkan astronomi masa kini, di mana konon jarak Matahari ke Bumi sejauh 149,6 juta km dan Bulan ke Bumi berjarak antara 147-152 juta km.
Menurut kepercayaan Rowbotham, Bulan dan Matahari beserta seluruh kosmos berpendar mengelilingi Bumi di bawah sebuah kubah Bumi yang oleh Alkitab disebut sebagai firmament. Masih menurut Alkitab, firmament adalah lapisan solid yang berfungsi memisahkan dunia manusia dengan surga yang menjadi Kerajaan Allah. Di atas firmament ada air atau lautan, karena itulah langit berwarna biru.
Keterkaitan antara teori Bumi datar dengan Alkitab ditegaskan Rowbotham dalam sebuah leaflet berjudul The Inconsistency of Modern Astronomy and Its Opposition To The Scriptures!! yang diterbitkannya belakangan. Dalam leaflet itu ia berpendapat, "Alkitab, bersama-sama dengan indra kita, mendukung ide bahwa Bumi berbentuk datar dan tidak bergerak, dan inilah kebenaran sejati yang tidak bisa disingkirkan oleh sebuah sistem yang semata-mata berdasarkan pada dugaan manusia."
Paham Bumi datar terus memiliki pengusung hingga ke abad 20. Tahun 1956, seorang flatter asal Inggris bernama Samuel Shenton mendirikan International Flat Earth Research Society (IFERS), organisasi komunitas flat earth pertama di dunia. Sepeninggal Samuel Shenton ada Charles K. Johnson yang memindahkan pusat IFERS ke Lancaster, California.
Kematian Johnson pada tahun 2001 sempat membuat kalangan Bumi datar kehilangan sosok berpengaruh, sampai kemunculan seorang pria yang mengaku bernama Daniel Shenton tiga tahun berselang. Di YouTube, ada nama Eric Dubay yang secara konsisten mengunggah video-video mengenai teori Bumi datar.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Bumi Datar dalam Kitab Suci Komunitas penganut teori Bumi datar memang menyandarkan kepercayaan mereka pada kitab-kitab suci. Flatter dari kalangan Kristen dan Katolik, misalnya, menemukan beberapa ayat dalam Alkitab yang menyebutkan tentang firmament, serta Bumi yang tidak bisa bergerak melainkan Bulan dan Matahari.
Ambil contoh kisah Joshua yang meminta Allah untuk menghentikan Matahari dan Bulan. Saat itu Joshua tengah memimpin pasukan Bani Israel berperang melawan tentara Amorites di Kanaan, Palestina-Israel masa kini. Dalam perang tersebut Joshua memohon pada Allah untuk menghentikan Matahari dan Bulan, sehingga siang berjalan lebih lama dan Bani Israel dapat mengalahkan Amorites.
Kisah ini menyiratkan bahwa Matahari dan Bulan-lah yang mengelilingi Bumi, bukan sebaliknya. Sebab, jika memang benar Bumi mengelilingi Matahari sehingga terjadi siang dan malam, mengapa tidak Bumi-nya saja yang dminta berhenti berputar? Oh, mungkin karena Joshua belum tahu kalau Bumi mengelilingi Matahari. Bisa jadi, tapi bukankah Allah Maha Tahu?
Mengenai firmament, istilah ini merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani raqia, atau raqiya` (רקיע), yang terdapat dalam Taurat (Perjanjian Lama). Akar kata ini adalah raqa (רקע), berarti "memukul atau menyebarkan keluar" seperti halnya pembuatan senjata tajam yang dibuat dengan cara memukul besi panas menjadi tipis dan kuat. Jadi, firmament adalah selubung tipis nan kuat.
Dalam kepercayaan Israel Kuno, alam semesta terdiri dari Bumi (eres) yang berbentuk datar dan mengambang di air, dengan surga (shamayim) di atas langit manusia, dan alam lain (sheol) terletak di bawah Bumi. Kaum Yahudi masa itu juga percaya bahwa langit adalah sebuah kubah dari bahan solid di mana Matahari, Bulan dan bintang-bintang tergantung.
Berikut gambaran kosmologi dalam kepercayaan orang Israel Kuno. Mereka yakin Yerusalem terletak persis di tengah-tengah Bumi, pusat dunia.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Bagaimana dengan al-Qur'an? Ada beberapa ayat yang menyiratkan Bumi berbentuk datar, yakni frasa "Bumi dihamparkan" yang dalam terjemahan bahasa Inggris diberi tambahan keterangan "like a carpet," seperti karpet. Karpet yang dihamparkan bentuknya datar, tidak bulat. Namun kita tidak menemukan tambahan keterangan seperti itu dalam al-Qur'an terjemahan bahasa Indonesia.
Demikian pula soal Matahari dan Bulan mengelilingi Bumi. Contohnya Surat Yasin ayat 38, yang artinya, "Matahari berjalan di tempat peredarannya, demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." Di ayat-ayat berikutnya dijelaskan lagi tentang garis edar Matahari dan Bulan.
Lalu dalam Surat al-Anbiyaa' ayat 23 dikatakan, "Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, Matahari dan Bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." Pertanyaannya, Matahari beredar mengelilingi apa? Mengelilingi Bumi seperti halnya Bulan, atau mengelilingi bintang Vega dalam Galaksi Bima Sakti seperti diajarkan sains modern?
Kutipan pendapat cendekiawan Muslim Ibnu Sina soal tujuh lapis langit, di mana lapisan kedelapan berupa lapisan solid tempat bintang-bintang dan benda langit lainnya berada, jadi salah satu pendukung argumen kalangan flatter. Soal tujuh lapis langit ini disebutkan pula dalam beberapa ayat al-Qur'an.
Selain ketiga agama samawi di atas, kepercayaan bahwa Bumi berbentuk datar dengan langit berupa kubah (dome) dianut agama-agama besar lain. Termasuk di antaranya kepercayaan Taoisme, yang menggambarkan alam semesta sebagai sebuah keseimbangan Yin dan Yang. Logo Taoisme, menurut video-video komunitas flat earth, adalah gambaran bentuk Bumi datar dengan Matahari dan Bulan yang menyebabkan terjadinya siang dan malam.
Sebuah peta Bumi berusia ribuan tahun pernah diketemukan di satu kuil Buddha di Jepang. Dalam peta kuno itu Bumi digambarkan berbentuk datar, bundar, dengan kutub utara sebagai pusat Bumi, dan dinding es mengelilingi sebagai pembatas. Hal sama dapat ditemui dalam kepercayaan Hindu, di mana tradisi Hindu, Buddha, dan Jain mempercayai Gunung Mahameru sebagai pusat Bumi.
Sekali lagi, kepercayaan bahwa Bumi berbentuk datar sudah dianut manusia sejak dahulu kala. Sampai kemudian sains modern mengubah pendapat ini melalui serangkaian pembuktian ilmiah.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Teori Tak Terbukti Kalangan flat earth pun punya sederet argumen yang tak hanya bersandarkan pada agama dan kitab suci. Sejak abad ke-19 berbagai percobaan untuk menguji kebenaran teori Bumi bulat sudah dilakukan. Satu yang paling terkenal adalah Eksperimen Sungai Bedford yang dilakukan di Norfolk, Inggris, pada tahun 1838.
Dalam percobaan ini sebuah perahu dilajukan menyusuri Sungai Bedford yang bentuknya lurus sepanjang 9,7 km. Menurut teori, jika benar Bumi berbentuk bulat, maka saat perahu mencapai ujung sungai semua benda setinggi kurang dari 4 km di tempat perahu berangkat tak akan terlihat. Sekalipun menggunakan teleskop. Ini karena lengkungan Bumi "menyembunyikan" benda-benda tersebut dari pandangan.
Hasilnya tidak begitu. Orang di dalam perahu masih dapat menyaksikan semua benda di tempat keberangkatan. Ini dipercaya sebagai bukti bahwa Bumi tidaklah berbentuk bulat, melainkan lurus mendatar.
Percobaan berbeda dengan tujuan sama dapat dilakukan dengan cara naik ke dataran tertinggi di satu tempat, lalu layangkan pandangan ke sekeliling. Terlihat bahwa horizon tetap berbentuk lurus, tidak melengkung. Demikian pula horizon lautan yang berbentuk lurus. Jika benar Bumi bulat, maka seharusnya terlihat lengkungan di sana.
Selama ini contoh paling mudah yang biasa dipakai untuk menjelaskan bahwa Bumi bulat adalah horizon laut. Siswa Sekolah Dasar dijelaskan, kapal yang berlayar ke laut semakin lama semakin menghilang disebabkan oleh lengkungan Bumi. Untuk membantah ini, komunitas flat earth naik ke bukit tinggi di tepi laut, lalu mengamati horizon menggunakan teleskop. Hasilnya, semua benda yang awalnya tak tampak oleh mata telanjang dapat terlihat jelas. Hal ini tak mungkin terjadi jika Bumi bulat.
Menurut flatter, penyebab hal tersebut adalah keterbatasan jarak pandang mata manusia. Sama seperti kita menyaksikan sebuah rel panjang yang lurus, akan ada satu titik di mana bagian rel tak terlihat. Ini soal perspektif, bukan lengkungan bumi.
Flatter juga punya argumen yang didasarkan pada sumber-sumber kredibel. Soal peta dunia dalam globe, beberapa referensi terpercaya menyebut pembuatannya didasarkan pada peta Bumi datar. New Standar Map of the World, contohnya, masih disimpan dengan baik oleh Boston Public Library. Peta inilah yang dijadikan patokan pembuatan tiruan bola Bumi.
Bagaimana dengan Galileo, yang dalam sekolah-sekolah dikatakan membuktikan teori heliosentris Copernicus? Flatter punya pendapat sendiri soal ini. Menurut mereka, Galileo diminta Gereja untuk membuktikan teori tersebut. Galileo menyampaikan konsep stellar parallax sebagai pembuktian, namun dinilai gagal. Observasi menunjukkan tidak ada stellar parallax.
Galileo tidak terima dan menerbitkan buku berjudul Dialogo Sopra i Due Massimi Sistemi del Mondo (Dialogue Concerning the Two Chief World Systems) pada 1632. Isinya membandingkan sistem kosmos versi Ptolemy yang beraliran geosentris dengan sistem kosmos Copernicus yang berpaham heliosentris. Buku ini dilarang Gereja, Galileo ditangkap dan dipenjara.
Sejak itulah teori heliosentris diajarkan di sekolah-sekolah, sekalipun belum ada yang dapat membuktikannya. Masih menurut pendapat flatter, bahkan NASA dan Harvard University yang didukung perangkat teleskop canggih tak dapat membuktikan stellar parallax-nya Galileo. Yang ada malah negative parallax, sesuatu yang hanya mungkin terjadi jika bintang-bintang mengitari Bumi.
Konspirasi NASA Terkait NASA, flatter beranggapan badan antariksa milik pemerintah Amerika Serikat ini dibentuk untuk menguatkan paham heliosentris yang belum terbukti. Serangkaian penjelajahan luar angkasa dimulai dari mendaratkan manusia di Bulan, teleskop Hubble, eksplorasi Planet Mars, penemuan planet-planet baru serupa Bumi, disebut hanya rekayasa belaka.
Soal pendaratan manusia di Bulan, misalnya, sampai sekarang pun banyak yang meragukan kebenarannya. Termasuk di luar penganut paham flat earth. Jangankan mengirim manusia sampai ke Bulan, melewati Sabuk Van Hallen saja belum bisa dilakukan sampai kini. Terlebih tiga astronot yang sukses sampai ke Bulan terlihat sangat tertekan saat menjalani konferensi pers sepulangnya ke Bumi.
Coba saksikan serial video NASA Astronauts Going Crazy!! di YouTube. Di sana terlihat astronot-astronot yang dikatakan pernah mendarat di Bulan menolak menanggapi pertanyaan seputar misi mereka. Kalaupun ada yang mau bercerita panjang-lebar, kebanyakan dari mereka menolak saat diminta bersumpah di atas Bible bahwa cerita mereka benar.
Lalu bagaimana dengan foto-foto luar angkasa itu? Flatter menyebut semua foto-foto keluaran NASA adalah hasil rekayasa, demikian pula video-videonya. Banyak video di YouTube yang menunjukkan bagaimana foto-foto dan video luar angkasa yang dirilis NASA merupakan rekayasa komputer. Mulai dari kejanggalan kasar yang terlihat mata telanjang, sampai yang baru tampak setelah dilihat menggunakan program pengolah gambar dan video.
Untuk apa NASA melakukan pemalsuan dokumentasi? Untuk menutupi fakta sebenarnya soal Bumi dan alam semesta, sekaligus menutupi kebohongan soal pendaratan manusia ke Bulan. Manusia tidak mungkin pergi terlalu jauh ke luar angkasa karena langit merupakan lapisan solid yang tak mampu ditembus oleh apapun. Demikian ujar flatter.
Yang menarik, nisan eks direktur pertama NASA Wernher von Braun hanya bertuliskan namanya, tahun lahir dan tahun meninggal, serta tulisan Psalms 19:1. Tulisan terakhir adalah nama ayat Bible, yang dalam Bible bahasa Indonesia bernama Mazmur. Jadi, Psalms 19:1 adalah surat Mazmur ayat 19 pasal 1.
Apa bunyinya?
Dalam Bible versi American Standard, Psalms 19:1 berbunyi, "{To the chief Musician. A Psalm of David.} The heavens declare the glory of God; And the firmament showeth his handiwork." Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi, "Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya."
Apakah diam-diam Von Braun percaya tentang keberadaan firmament? Wallahu a'lam bishshawwab...
SATU tautan dibagikan oleh seorang teman Facebook saya di wall-nya. Saya biasanya abai dengan segala macam tautan di Facebook, paling banter sekedar melirik judulnya untuk menerka apa isinya. Jarang sekali sampai mengeklik, berkunjung. Tapi tautan satu ini langsung membuat saya menutup tab Facebook dan berselancar membaca habis isinya.
Judul tulisan yang dibuat Ifandi Khainur Rahim ini sukses menarik perhatian saya. Judul yang bagi saya mengarah pada kesimpulan, atau malah vonis? "Kenapa Agama Bikin Indonesia Gak Maju-maju," tulisnya. Abaikan penulisan "Maju-maju" itu, kita tidak akan membahas tentang EBI di sini. Saya lebih tertarik menanggapi isinya.
Agar bisa nyambung sebaiknya posting tersebut dibaca dulu ya. Tapi singkatnya Irfandi Khainur Rahim yang lebih suka dipanggil Evan ini menyimpulkan agama adalah pangkal masalah yang membuat Indonesia tidak maju. Tulisannya dibuka dengan Abad Kegelapan yang melanda Eropa akibat begitu kolotnya Gereja pada berbagai pemikiran masa itu. Misalnya penangkapan dan dihukumnya Galileo Galilei karena mendukung teori heliosentris Nicolaus Copernicus.
Kita sama tahu Galileo ditangkap dan dipenjara oleh Vatikan setelah menerbitkan buku Dialogo Sopra I Due Massimi Sistemi del Mondo pada tahun 1632. Buku ini membandingkan sistem heliosentris Copernicus dengan teori geosentris Ptolemy. Gereja Katolik masa itu mendukung teori geosentris karena berbagai ayat dalam Alkitab mengisyaratkan demikian.
Galileo tak cuma ditahan fisiknya, tapi juga pemikirannya. Semua karya tulisnya dilarang terbit oleh Vatikan, sedangkan yang sudah beredar tidak boleh digandakan. Berangus habis. Galileo sendiri mati di dalam tahanan.
Harap dicatat, Tahta Suci Vatikan pada masa itu adalah kekuasaan tertinggi yang diakui oleh kerajaan-kerajaan Eropa. Posisi dan kewenangan Paus berada di atas raja-raja Eropa. Begitu berkuasanya. Karenanya kalau Gereja bilang bumi itu datar karena di dalam Alkitab disebutkan demikian, jemaat harus mengimani. Menolak berarti hukuman. (Baca juga: Benarkah Bumi Ini Datar?)
Dan Galileo bukan satu-satunya "korban" sikap represif Gereja di era tersebut. Karenanya Evan mengambil kesimpulan keberadaan Gereja Katolik Roma menghalangi kemajuan bangsa Eropa.
Orangnya, Bukan Agamanya Evan lalu meloncat ke Indonesia, membandingkan situasi di Indonesia yang "nggak maju-maju" dengan Eropa di Abad Pertengahan. Disebutnya bahwa yang membuat Indonesia terlihat primitif seperti sekarang adalah karena agama. Evan memang tidak menyebutnya secara eksplisit, tapi arahnya sih ke agama Islam yang notabene agama yang ia anut sejak lahir.
Sebagai contoh Evan menyebut fanatisme sempit beberapa kalangan Muslim. Ada yang melarang bergaul dengan orang Kristen, tidak boleh berteman dengan orang Cina karena kafir, tidak boleh mengucapkan selamat Natal, dan tindakan sewenang-wenang beberapa kalangan yang ia tahu merupakan orang-orang beragama.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Lebih konyol lagi ada yang menyebut makan di McDonald sama saja membantu Yahudi. Nonton film Hollywood haram karena merupakan kebudayaan Barat yang kafir. Yang lagi hangat sekarang adalah ribut-ribut larangan memilih Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada DKI Jakarta tahun depan. Alasannya karena Ahok Kristen. Dan, memang, itu semua terjadi di masyarakat kita. Harus diakui ada sebagian Muslim yang berpikiran begitu.
Dari situ Evan lantas menyimpulkan bahwa agama merupakan penyebab Indonesia yang rasis, yang diskriminatif terhadap kaum minoritas. Karenanya jangan satukan agama dengan pemerintahan, dengan pendidikan. Pisahkan! Agama adalah ruang privat, urusan pribadi-pribadi dengan Tuhan. Evan bahkan terang-terangan menyerukan, "ayo jadi sekuler!"
Oke, Evan, Eropa memang kelihatan tambah maju sejak era Renaissance. Petualangan ke Dunia Ketiga dimulai, berbagai penemuan lahir, ilmuwan-ilmuwan bermunculan, pengetahuan berkembang. Eropa bergerak dari agraris menjadi industrialis dengan ditemukannya mesin uap. Dan, Eropa jadi lebih maju dari wilayah lain di dunia.
Satu hal yang lupa ditelaah Evan adalah, orang-orang beragama yang ia sebut di sini sama sekali tidak mewakili agama yang mereka anut. Pun bukan cerminan ajaran agama masing-masing. Gereja Vatikan memang kekuasaan tertinggi dalam struktur Katholik, tapi Paus dan seluruh penghuni Vatikan hanyalah pemeluk Katholik, bukan perwakilan Katholik sebagai agama.
Seorang Muslim juga bukan perwakilan Islam. Bahkan Nabi Muhammad pun tidak bisa disebut sebagai wakil Islam. Ini ajaran, paham, bukan organisasi. Konsekuensinya, kalau ada orang Katholik atau Muslim berbuat di luar nilai-nilai kemanusiaan, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan Katholik dan Islam.
Contoh lain yang mirip kurang-lebih begini. Saya etnis Jawa, tapi apakah saya perwakilan orang Jawa? Tentu tidak. Kalau ada satu orang Jawa berbuat jahat, bisakah kita sebut etnis Jawa itu jahat? Tidak bisa. Yang jahat saya, orangnya. Kebetulan saja saya beretnis Jawa. Kita pasti sepakat ada banyak orang jahat lain yang bukan berasal dari etnis Jawa.
Begitu juga dengan pemeluk Katholik dan pemeluk Islam. Kalau ada di antara mereka yang bertindak sewenang-wenang, rasis, diskriminatif, maka yang jahat adalah orangnya. Sebab agama Katholik mengajarkan kasih sayang pada sesama manusia, sedangkan Rasulullah Muhammad SAW diutus untuk memperbaiki akhlak manusia.
Jadi, kalimat Evan yang mengatakan "Orang-orang seperti ini terlalu fokus untuk beragama yang baik. Sampe lupa gimana caranya jadi manusia yang baik." saya rasa perlu dikoreksi. Kalau orang-orang itu sudah menjalankan agamanya dengan baik, maka ia akan jadi manusia yang baik. Orang-orang beragama yang belum menunjukkan dirinya sebagai manusia yang baik, berarti mereka belum memahami agamanya dan belum beragama dengan baik. Just that simple.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Maju, Berkembang, dan Tetap Agamis So, benarkah agama yang membuat Indonesia tidak maju-maju? Benarkah agama yang membuat peradaban Eropa tidak berkembang sehingga sempat mengalami Abad Kegelapan? Tidak juga.
Ingat, penjelajahan pelaut-pelaut Eropa ke Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, di bawah restu Gereja Vatikan. Beberapa sumber malah menyebut Gereja yang memerintahkan penjelajahan tersebut sebagai misi gospel, penyebaran agama. Ada pula yang mengatakan Gereja-lah yang membagi Spanyol harus ke mana, Portugal ke mana, Belanda ke sana, dan Inggris ke sini.
Yang menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Abad Pertengahan adalah oknum-oknum Gereja. Oknum-oknum inilah yang memanfaatkan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg untuk mencetak surat pengakuan dosa dan mengomersilkannya. Pada merekalah mustinya tudingan diacungkan, bukan Katholik-nya. Ini yang dilakukan Martin Luther dengan mengajukan 95 tuntutan. Beberapa di antaranya mempertanyakan kekuasaan tak terbatas Paus, serta dugaan terjadinya nepotisme dan korupsi di dalam Gereja.
Yang dituntut Martin Luther waktu itu adalah Paus dan pejabat-pejabat Gereja, bukan Katholik. Meski kemudian lahir Kristen Protestan, mereka hanya tak mengakui kekuasaan Paus dan Gereja Vatikan. Bukankah Martin Luther dan pengikutnya tetap mengimani Allah, Yesus, Bunda Maria, dan Roh Kudus?
Dalam sejarah Islam, kebudayaan dan pemikiran Muslim berkembang sangat baik di era kekhalifahan. Ilmuwan-ilmuwan Muslim lahir di masa Dinasti Ummayah dan Abbasyiah, lalu berlanjut hingga ke Kekhalifahan Utsmaniyah. Saat kekuasaan Islam menguasai Andalusia, misalnya, wilayah ini diubah jadi tempat paling maju dan paling berperadaban di daratan Eropa.
Apakah ilmuwan Muslim itu mengabaikan agama? Tidak. Ilmuwan seperti Al-Biruni menelaah ayat-ayat al-Qur'an tentang alam semesta untuk menulis karya-karyanya. Demikian pula Ibnu Sina yang tak melepaskan dirinya dari al-Qur'an saat menulis kitab-kitab kesehatan serta beberapa karya di bidang astronomi dan astrologi. Sebutkan nama lebih banyak, dan mereka lahir di era di mana kekuasaan Islam tengah berjaya. Di masa ajaran al-Qur'an ditegakkan!
Jangan tanya soal toleransi di masa itu. Sejak era Rasulullah etika berperang kaum Muslim sudah digariskan. Salah satu larangannya adalah merusak rumah ibadah. Garis bawahi ini, dilarang merusak rumah ibadah. Tidak disebut apakah itu gereja, sinagog, atau kuil pagan. Malah khalifah-khalifah Islam melindungi kaum Kristen, Yahudi, juga penganut paganisme yang berada di wilayah kekuasaannya.
Oya, ada seorang komposer terkenal era Turki Utsmani yang musiknya sampai kini masih dinikmati dan dibanggakan orang Turki. Namanya Dimitri Kantemiroglu, terlahir sebagai Dmitri Konstantinovich Kantemir. Tak cuma komposer, ia juga musisi, sejarahwan, ahli bahasa dan filosof. Dan, benar, Kantemiroglu seorang nonmuslim.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Maju ke jaman sekarang, Brunei Darussalam adalah satu contoh bagaimana sebuah negara maju yang bersendikan Islam. Atau setidak-tidaknya kita sebutlah negara sejahtera. Sultan Hassanah Bolkiah menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pemerintahannya. Lalu sejak pertengahan 2014 syariat Islam diberlakukan sebagai hukum pidana di Brunei.
Jangan lupakan Malaysia, tetangga kita paling dekat. Negara ini merupakan sebuah federasi terdiri dari 10 Kesultanan Islam di Semenanjung Malaya dan Pulau Borneo, plus satu wilayah khusus federal. Berbeda dengan Indonesia yang sama-sama berwarga mayoritas Muslim, Islam adalah agama resmi di Malaysia. Padahal Muslim di negara ini hanya di kisaran angka 65%.
Soal penerapan hukum Islam, Indonesia bukan apa-apanya dibanding Malaysia. Di Negeri Jiran, etnis Melayu tidak boleh keluar dari Islam. Ini merupakan penerapan larangan murtad dalam Islam, dan pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kemurtadan umatnya. Warung makan boleh buka di siang hari saat Ramadhan, tapi Muslim dilarang membeli makanan-minuman selama bulan puasa.
Cobalah melancong ke Malaysia saat bulan puasa, lalu mampir ke warung makan. Pelayan tak akan mau melayani kalau tahu kita Muslim, sebab penjara jadi hukumannya baik bagi si Muslim maupun pelayan yang melayani. Ini juga bentuk penerapan syariat Islam di mana pemimpin berkewajiban menjaga agar umatnya mematuhi perintah Allah.
Oya, kalau Indonesia baru saja selesai dengan soal seragam syar'i bagi tentara dan anggota polisi wanita, beberapa negara bagian di Malaysia sudah sejak lama mewajibkan nonmuslim mengenakan hijab di tempat umum lho. Catat, mewajibkan nonmuslim berhijab. Di sini, ada Perda larangan miras saja kita sudah ribut soal HAM.
Menariknya lagi, Evan mengatakan Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki Kementerian Agama. Saya ingat ada satu orang lagi yang pernah mengatakan demikian pada saya. Tapi hanya karena banyak yang mengatakan negara lain tak punya Kementerian Agama, bukan berarti itu fakta. Yang benar adalah, tak banyak negara di dunia yang memiliki Kementerian Agama.
Malaysia punya Jabatan Kemajuan Islam (Jakim) yang dalam bahasa Inggris namanya Department of Islamic Development, pejabatnya setara menteri. Aljazair, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, dan Tunisia punya Kementerian Agama yang nama resminya dalam bahasa Inggris adalah Ministry of Religious Affairs.
Di Eropa yang terkenal liberal dan sekular pun ada beberapa jabatan Menteri Agama. Contohnya Prancis yang punya Minister of Worship atau Minister of Public Worship. Di Serbia ada Minister of Religion, di Yunani ada Minister of Education and Religious Affairs. Israel tak mau ketinggalan. Di negara Yahudi ini ada Ministry of Religious Services of Israel atau dalam bahasa Ibrani bernama HaMisrad leSherutay Dat (המשרד לשירותי דת). Nama menterinya saat ini Chaim Yosef David Azulai.
Ah, rasanya sudah terlalu panjang saya berpendapat dan menuliskan rangkuman fakta. Tujuannya hanya satu, sekedar pengingat supaya janganlah kita gampang mendiskreditkan Islam (atau agama apapun) hanya karena eneg dengan ulah segelintir pemeluknya. Indonesia tidak maju-maju bukan karena agama, tapi karena kita lupa menerapkannya dengan baik.
MESKI sudah tidak lagi kuliah, menuntut ilmu dan pengetahuan baru tetap menjadi hal wajib bagi saya. Caranya dengan membaca-baca berbagai referensi secara mandiri, juga mengikuti seminar atau workshop. Khusus yang terakhir, saya harus banyak berkompromi lebih-lebih jika seminar diadakan di luar kota. Untunglah istri sangat suportif :)
Tak ada halangan berarti untuk membeli buku. Meski di Pemalang tak ada toko buku semodel Gramedia atau Gunung Agung, kebutuhan akan buku dapat dipenuhi dengan mudah lewat belanja online. Ada banyak sekali toko buku online yang bisa saya jelajahi. Tinggal klak-klik sembari mendengarkan musik, dua-tiga hari berikutnya kurir JNE atau Pak Pos datang mengetuk pintu.
Lain halnya dengan seminar. Dalam setahun belum tentu ada satu seminar di Pemalang. Maksudnya, selain seminar multilevel marketing yang setiap bulan digelar di berbagai hotel. Apalagi seminar seputar dunia blog dan internet. Tujuh tahun tinggal di kabupaten tertua di Pantura ini, saya baru sekali mengikuti workshop bertema dunia online.
Karenanya saya selalu memasang mata dan telinga, menangkap info seminar di kota-kota tetangga. Kalau hanya sebatas di Tegal dan Pekalongan pasti saya datangi, bermotor mengendarai sepeda motor matic buatan Taiwan yang setia menemani. Tapi sampai ke kota-kota yang lebih jauh pun bakal saya lakoni jika materinya benar-benar menarik.
Contohnya Fun Blogging 9 di Gedung Indosat Oooredoo Semarang pada Maret 2016 lalu. Event ini sangat ingin saya ikuti, terutama sejak membaca pengalaman teman-teman yang pernah mengikuti edisi-edisi sebelumnya. Meski saat itu di web Fun Blogging tertulis keterangan "kuota penuh", saya tetap nekat mendaftar. Alhamdulillah, saya boleh ikut dan sampai sekarang tergabung dalam komunitas keren ini.
Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan Ada beberapa hal yang selalu saya perhatikan saat akan mengikuti sebuah seminar. Seringkali saya sudah melakukan persiapan sejak jauh-jauh hari, utamanya jika seminar diadakan di luar kota. Maklum, saya dan istri mengasuh anak sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. Karenanya kepergian saya keluar kota harus dibicarakan terlebih dahulu, sekaligus merencanakan segala kemungkinan. *halah*
Sebelum Seminar 1. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari tahu lokasi seminar. Apakah seminar diadakan di kantor, di gedung pertemuan, atau di hotel? Lalu alamatnya di mana? Kalau saya tidak familiar dengan daerah tersebut, saya akan melacaknya dengan bantuan Google Maps. Layanan ini juga bisa memberi-tahukan rute menuju ke sana sekaligus estimasi lama perjalanan.
2. Setelah tahu lokasi diselenggarakannya seminar dan estimasi lama perjalanan menuju ke sana, berikutnya saya tandai kalender. Tanggal Hari H seminar saya lingkari, disertai catatan jam berapa saya akan berangkat. Saya tergolong pelupa, menandai kalender jadi metode paling ampuh untuk membantu mengingat agenda seperti ini.
3. Mencari tahu terlebih dahulu materi yang akan disampaikan oleh pembicara. Tujuannya agar saya tidak blank saat seminar. Gampangnya sih biar nyambung, sehingga diharapkan pemahaman pada materi seminar menjadi lebih baik. Selain itu, saya juga jadi punya bahan pertanyaan untuk diajukan pada narasumber.
4. Melacak track record narasumber. Ini tak selalu saya lakukan, tapi seringkali iya. Tidak ada tujuan apa-apa selain rasa ingin tahu. Menjelang mengikuti Fun Blogging di Semarang, conothnya, saya sudah punya gambaran siapa itu Mbak Haya, Mbak Shinta, dan Teh Ani. Serta apa saja yang telah mereka raih dan mereka lakukan di dunia kepenulisan dan blog.
5. Untuk seminar di luar kota, saya harus pertimbangkan mana yang lebih praktis: naik sepeda motor atau kendaraan umum. Jika hanya di Tegal atau Pekalongan, sepeda motor pilihan utama. Tapi kalau sampai ke Semarang atau Jogja, saya lebih memilih naik angkutan umum. Kalau sudah begini, tiket harus sudah dibeli jauh-jauh hari. Kalau perlu tiket pulang-pergi.
Di Hari Seminar 1. Penampilan jadi hal pertama yang harus diperhatikan. Tak musti tampil perlente dengan setelan jas, yang terpenting adalah tampil rapi. Kalau perlu wangi. Bukankah di seminar nanti kita bakal bertemu dengan banyak orang? Pepatah Jawa mengatakan, aji ning raga saka busana. Maksudnya, orang menghargai kita berdasarkan penampilan kita. Jadi, kalau ingin dihargai orang lain mula-mula hargailah diri kita dengan berpenampilan rapi.
2. Saya selalu mengupayakan untuk datang sebelum seminar dimulai. Jika dalam agenda seminar dimulai pukul 09.00 WIB, misalnya, maka saya usahakan sudah sampai di lokasi pukul 08.30 WIB atau selambat-lambatnya 08.45 WIB. Untuk apa? Agar dapat berkenalan dan ngobrol terlebih dahulu dengan sesama peserta. Istilah kerennya networking.
Manfaat lain datang lebih awal adalah sebagai langkah antisipasi. Bekendara menuju lokasi seminar terkadang membuat dandanan rapi dari rumah berantakan, terutama bagi pengendara sepeda motor. Jadi, dengan datang lebih awal kita jadi punya waktu untuk merapikan penampilan. Atau ke toliet dan buang air, agar tak terganggu saat mengikuti seminar karena mendadak "pengen ke belakang." Hehehe...
3. Cari tempat duduk paling nyaman adalah hal berikutnya yang saya lakukan setelah tiba di lokasi seminar. Tergantung desain ruangan, saya pilih barisan paling depan jika jarak tempat pembicara jauh ke depan. Tapi jika area pembicara mepet dengan peserta, saya pilih baris ketiga atau keempat. Bagi saya, mengikuti seminar tak cuma mendengarkan ucapan pembicara, tapi juga memperhatikan seluruh gerak-geriknya termasuk interaksinya dengan peserta.
4. Siapkan catatan, dan catat poin-poin penting dari materi yang disampaikan pembicara. Sejak punya digital voice recorder, saya juga merekam seluruh materi untuk didengarkan lagi di rumah.
5. Demi memusatkan perhatian pada materi, saya pastikan handphone masuk ke dalam tas dan dalam kondisi silent. Saya rasa ini juga bagian dari menghormati pembicara, sekaligus menghormati ilmu yang diberikan. Nggak live tweet? Lihat-lihat kondisi sih. Tapi paling-paling saya hanya mengambil foto, lalu mengunggahnya ke media sosial saat sesi istirahat.
6. Pastikan acara sudah benar-benar selesai, dan pembicara mengakhiri materinya, baru beranjak meninggalkan tempat duduk. Ini juga merupakan adab menghormati pembicara dan ilmu yang diberikan. Saya tak terlalu suka foto bersama, tapi wajib bagi saya untuk menyalami pembicara. Ya, menyampaikan ucapan terima kasih secara langsung atas materi yang diberikan, serta bertukar kontak.
Tapi pernah juga sih saya harus meninggalkan seminar saat belum selesai. Seperti pada Fun Blogging 9, saya sudah pamit ketika Teh Ani masih menyampaikan materi. Soalnya saya musti mengejar jadwal kereta yang tiketnya sudah terlebih dahulu dibeli. Kalau sampai ketinggalan, alamat saya tidak bisa pulang ke Pemalang. Hehehe...
Sesudah Seminar Sepulang dari seminar, biasanya saya langsung menyampaikan ringkasan materi di Twitter. Foto-foto diunggah ke Facebook, sembari menge-tag teman-teman yang juga ikut seminar tersebut. Begitu dapat waktu lebih luang, giliran menuliskan rangkuman materi secara lebih panjang dan detil di blog, lengkap dengan foto-foto seminar.
Terakhir, sebisa mungkin saya abadikan acara seminar dalam bentuk video. Tapi ini tergantung seminarnya juga sih. Sebab ada beberapa seminar yang tidak membolehkan peserta merekam dan menyebar-luaskan materi.
Oke deh, itu dia beberapa hal yang biasanya saya lakukan sebelum, saat, serta sesudah mengikuti seminar. Semoga bermanfaat!
INI tema ODOP tersulit bagi saya, sebab saya tidak punya meja kerja. Maksudnya meja yang khusus buat saya bekerja, tanpa difungsikan untuk yang lain-lain. Jadi, alih-alih bercerita tentang meja kerja, saya akan menceritakan meja kerja impian saya. Boleh kan ya? :)
Per Mei 2010, tepat di hari kelahiran anak pertama, saya memutuskan pindah ke Pemalang karena satu dan lain pertimbangan. Urusan keluarga yang tak perlu dijelaskan di sini. Yang jelas, sejak itu saya tidak punya meja kerja sendiri. Ruang tempat tinggal saya sudah terlalu sesak untuk kami semua, dan segala perabot pendukung.
Awal-awal di Pemalang saya bahkan mengetik tanpa meja! Komputer diletakkan di pojok ruangan kamar, dengan keyboard dan mouse tergeletak di lantai. Supaya tangan tidak pegal, saya biasa mengganjal keyboard dengan kardus bekas pembungkus si papan ketik itu sendiri agar posisinya lebih tinggi.
Saat komputer usang saya diganti laptop, tetap saja saya mengetik tanpa meja kerja khusus. Semua naskah buku saya, termasuk beberapa yang sudah terbit di periode 2010-2012, diketik tanpa meja. Bisa di atas tempat tidur, di lantai dengan alas kardus atau apa saja agar lebih tinggi, lebih sering mengungsi ke meja di ruang tamu.
Barulah sejak pertengahan 2012 saya mendesain satu sudut di ruang belakang untuk tempat kerja. Lengkap dengan meja kerja. Tapi itu bukan meja kerja ideal. Saya mengalih-fungsikan meja yang biasa dipakai menyeterika pakaian oleh istri. Di atas meja itulah saya meng-update blog, memajang dagangan di lapak online, serta menyiapkan paket pesanan pembeli di toko online yang kami kelola.
Karena satu dan lain alasan lagi, meja kerja tersebut harus dikembalikan fungsinya sebagai meja menyetrika. Sudut yang tadinya saya manfaatkan sebagai ruang kerja berubah pula menjadi semacam "tempat transit" untuk pakaian yang baru diangkat dari jemuran dan belum sempat disetrika.
Sebagai gantinya, saya membeli semacam meja tivi yang panjang dengan tiga kompartemen. Dalam pikiran saya, dua kompartemen bisa dipergunakan untuk menyimpan pakaian anak-anak - sebagai lemari tambahan, bagian tengah yang berpintu kaca untuk meletakkan mainan mereka. Nah, saya mendapat jatah bagian atas sebagai meja kerja di mana saya meletakkan laptop dan mengetik.
Ya, meja kerja saya bukanlah sebuah meja. Tapi saya sudah cukup senang mempunyai fasilitas ini. Yang terpenting bisa mengetik dengan nyaman, duduk di atas kursi sembari melipat kaki. Saya menempati sisi sebelah kanan, sedangkan sisi satunya lagi bisa berisi mainan atau buku anak-anak, bisa juga gelar-piring, macam-macam pokoknya berganti-ganti saban hari.
Suatu ketika di akhir 2015, saya mengunjungi seorang mentor di Solo. Beliau blogger top yang mengelola banyak blog populer, dengan bisnis penjualan produk berbasis hobi beromset ratusan juta. Masuk ke dalam ruang kerjanya, saya dibuat ngiler. Di dalam ruangan yang bersebelahan persis dengan kamar tidurnya, Mas Blogger tersebut punya meja kayu lebar yang di atasnya hanya ada PC, monitor, mouse dan keyboard. Benar-benar meja khusus mengetik.
Ada dua meja di dalam ruangan tersebut, masing-masing untuk satu komputer, lalu ada sebuah rak kecil tempat meletakkan berbagai berkas. Printer ada di bagian paling atas rak tersebut. Sisa ruangan berisi sebuah spring bed ukuran sedang, dan kamar kecil. Oh, sebuah ruang kerja idaman bagi saya.
Saking senangnya dengan ruang kerja Mas Blogger tersebut, saya sampai mengambil beberapa foto. Sesampainya di rumah saya tunjukkan foto-foto itu pada istri yang hanya menanggapinya dengan senyum.
Meja kerja impian saya tidak muluk-muluk. Cukup sebuah meja yang khusus hanya untuk meletakkan laptop saya di atasnya, bersama-sama printer dan speaker mini plus setumpuk buku atau majalah. Satu sudut di dalam kamar sudah cukup bagi saya, tapi mempunyai satu ruangan kerja khusus - lengkap dengan perpustakaan mini - terus jadi impian saya hingga saat ini.
Mudah-mudahan suatu saat terkabul keinginan sederhana ini. Amin...
MENERBITKAN buku sudah jadi impian saya sejak SMP. Sebuah buku dengan nama saya pada cover-nya, berisi cerita rekaan yang saya buat. Impian yang baru terwujud belasan tahun kemudian. Tapi jauh sebelum buku pertama saya benar-benar terbit, saya sudah terlebih dahulu membuat buku sendiri. Ya, kita sekarang mengenalnya sebagai buku indie.
Keinginan menerbitkan buku timbul karena pengaruh novel-novel silat yang saya baca. Terutama Wiro Sableng, si Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Cerita-cerita tokoh rekaan almarhum Bastian Tito ini sukses menyihir saya, sekaligus membuat saya berangan-angan jadi penulis. (Baca juga: Penulis yang Puasa Menulis Buku dan Menunggu Film Wiro Sableng)
Saat itu saya tengah belajar menulis. Terhitung sangat rajin karena alih-alih belajar, setiap malam saya mengarang. Bapak dan Ibu tahunya saya belajar, sebab saya mengarang menggunakan buku tulis biasa. Hasilnya, saya sukses menuntaskan delapan episode serial Soko Gendeng si Pendekar Clurit Emas. Terpengaruh sinetron Panji Tengkorak di Indosiar, saya juga menulis satu cerita lepas dengan tokoh bernama Jawara Loreng.
Cerita-cerita rekaan inilah yang saya angan-angankan terbit dan dibaca banyak orang seperti halnya novel Wiro Sableng.
Saat membaca novel Wiro Sableng, saya membayangkan novel karangan saya kelak dibaca oleh remaja-remaja seusia saya saat itu. Lalu ketika membeli novel-novel tersebut di pasar, saya bayangkan anak-anak sekolah tengah berebut ingin membeli novel Soko Gendeng atau Jawara Loreng karya saya. Ya, novel dengan nama Eko Nurhuda di sampul depannya.
Keinginan menjadi penulis dan menerbitkan buku semakin memuncak ketika Bastian Tito menampilkan dirinya di sampul belakang Wiro Sableng. Almarhum terlihat duduk di belakang meja kerjanya, dengan seperangkat komputer berada di atas meja, tersenyum tipis pada kamera. Lalu di episode yang lain ayah aktor Vino G. Bastian tersebut berfoto di hadapan lukisan Wiro Sableng besar. Masih dengan senyum samarnya.
Tentu saja saya membayangkan suatu saat foto saya yang ada di sana, di novel-novel karangan saya. Keinginan yang bahkan sempat terbawa ke dalam mimpi. Dalam bunga tidur, saya bertemu dengan jin yang ada di legenda Aladdin. Jin tersebut bersedia mengabulkan satu saja permintaan saya, dan saya meminta padanya agar karangan saya yang masih berupa coretan-coretan di dalam buku tulis terbit menjadi novel. Dan... abra kadabra! Novel-novel dengan nama saya pun bertumpuk, siap dipasarkan. Sayangnya itu cuma mimpi.
Mesin Tik Pinjaman Masuk SMA, bacaan saya mulai berubah menjadi cerpen-cerpen remaja dengan tema percintaan. Namanya juga masih penulis pemula, saya pun terpengaruh dan mulai menulis cerpen. Sama seperti jaman SMP, saya tetap menulis di atas buku tulis biasa. Boro-boro komputer, mesin tik saja merupakan barang mewah bagi saya saat itu.
Lalu seorang kawan sekelas yang sama-sama menyukai dunia kepenulisan mengajak saya merintis majalah dinding swadaya. Lengkapnya silakan baca di posting Jadi Pemred Berkat Majalah Dinding. Sadar tulisan kami tidak mudah dibaca orang lain, kami meminjam mesin tik dari seorang kawan lain. Bukan perkara mudah sebab rumah kawan kami itu terhitung jauh dan tak satupun dari kami punya sepeda motor. Pendek kata, butuh perjuangan untuk membawa mesin tik tersebut sampai bisa kami pakai.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Mesin tik tersebut ditaruh di kontrakan saya, sedangkan partner saya dalam mengelola majalah dinding tinggal di kontrakan lain. Jadilah mesin tik itu lebih akrab dengan saya, dan lebih sering dipakai untuk mengetik cerpen-cerpen saya. Satu cerpen iseng saya kirim ke harian Jambi Ekspres, dan ternyata dimuat. Itulah karya tulis pertama saya yang dimuat media cetak.
Naik ke kelas tiga, saya terpengaruh oleh kawan-kawan penyuka puisi. Jadilah saya ikut menulis puisi. Frekuensi menulis cerpen berkurang, diganti dengan menulis puisi hari demi hari. Entah bagus atau tidak, saya pede saja mengirimkan beberapa di antaranya ke majalah Horison. Hahaha...
Semakin lama puisi gubahan saya semakin banyak. Saya jadi berpikir, kalau cuma di buku tulis tentu tak sedap dibaca. Saya lalu berpikir, bagaimana caranya membuat semacam buku berisi puisi-puisi saya. Ya, saya istilahkan semacam buku. Mumpung masih ada mesin tik pinjaman dan tinta pada pitanya masih terang.
Setelah memperhatikan buku-buku sederhana di perpustakaan sekolah, saya dapat akal. Beberapa lembar kertas HVS ukuran folio saya lipat dua, kemudian saya susun sedemikian rupa sehingga tampak seperti buku tulis. Puisi demi puisi saya ketik bolak-balik di bagian yang sudah terlipat dua. Bak seorang layouter penerbit, saya mempertimbangkan secara cermat panjang tiap-tiap puisi, memastikannya cukup pada halaman yang tersedia, serta membagi-bagi halamannya sedemikian rupa sehingga saat disatukan runtut dibaca.
Beberapa hari saya disibukkan dengan proyek ini. Begitu bagian isi selesai diketik semua, saya buat cover-nya dengan kertas karton yang dihias tulisan tangan. Oya, judul antologi puisi tersebut Awan Putih, mengambil judul salah satu pusisi di dalamnya. Sebuah buku indie yang diterbitkan secara sederhana, dari sebuah petak kontrakan di sudut kota Muara Bulian nan sepi.
Buku indie ini terus saya bawa-bawa bersama koleksi buku yang lain. Saat kuliah ke Jogja, buku ini ada di rak dan beberapa kali dibaca teman-teman satu kos. Tapi seiring surutnya minat saya pada dunia sastra dan dunia kepenulisan - karena tak kunjung bisa menembus media cetak mayor, serta tuntutan untuk segera mandiri secara finansial, buku indie tersebut entah saya campakkan di mana. Kalau saja bukan karena tema ODOP hari kesepuluh, rasanya tak akan pernah lagi saya mengingat-ingat buku indie Awan Putih itu.
Mungkin saya tinggal di kamar kos di kawasan Suryodiningratan, mungkin masih di rumah seorang teman di Sorowajan, mungkin juga sudah saya bakar bersama buku-buku tak terpakai lain ketika kos di Jl. Kusumanegara. Saya benar-benar tidak ingat. Yang pasti, buku indie pertama saya ini sudah tidak ada lagi. Buku indie yang mengguratkan betapa kuatnya keinginan saya menerbitkan buku karya sendiri.
Awal 2012, saya kembali menerbitkan buku indie. Tapi kali ini dengan kualitas lebih baik, nyaris tak ada bedanya dengan buku-buku yang diterbitkan penerbit pada umumnya. Saya gunakan layanan Nulisbuku.com untuk menerbitkan sebuah naskah buku yang ditolak oleh lima penerbit berbeda. Sebuah buku berisi tips sekaligus motivasi bagi blogger untuk menulis buku. Judulnya, Jangan Ngaku Blogger Kalau Nggak Bisa Nulis Buku! Gambar paling atas merupakan penampakan buku tersebut di web Nulisbuku.com.
Karena tak dipromosikan, hingga saat ini buku tersebut baru dibeli sebanyak 7-8 eksemplar. Dua di antaranya saya pesan sendiri untuk koleksi pribadi dan hadiah, sedang lima sisanya dipesan rekan-rekan sesama blogger. Salah satu pembeli buku tersebut Pakde Abdul Cholik di Surabaya.
Tahun lalu, saya coba pajang versi digital dari buku tersebut di Google Play dan Google Books. Silakan dilihat di laman ini, harganya saya set lebih murah dari versi cetak. Lumayan, ada tambahan penjualan meski jumlahnya masih juga tidaklah seberapa.
MASIH ingat kemacetan parah di pintu keluar tol Pejagan-Brebes jelang Lebaran kemarin? Salah satu kenalan saya cerita salah satu temannya yang ikut jadi korban. Dia terjebak macet berjam-jam, sampai kehabisan bahan bakar dan terpaksa beli Premium dengan harga berlipat-lipat! Kalau saja ia rencanakan mudiknya lebih baik, perjalanannya tidak akan sedramatis itu.
Kemacetan parah di pintu keluar tol di Brebes saat itu benar-benar menjadi pusat pemberitaan. Tak cuma media nasional, sejumlah media asing ikut mengangkat beritanya setelah tersiar kabar ada pemudik yang tewas akibat lama terjebak macet.
Teman dari kenalan saya sendiri berangkat dari Jakarta tanggal 2 Juli pagi. "Habis Subuh" kalau mengutip istilah waktu yang dipakai kenalan saya di Twitter. Tujuannya ke Tegal, seharusnya sebelum adzan Dzuhur sudah sampai rumah. Tapi jam setengah 11 malam ia masih terjebak di tol Pejagan.
@bungeko_ temen saya mas dri JKT abis subuh skrg masih dibrebes jam sgni. Bensin abis beli eceran 1,5 L Rp 30.000 mas gimna mau positif mas?
Saya lalu balik cerita soal keponakan yang mudik nyaman naik kereta api ke Pemalang. Berangkat dari Jakarta jelang tengah malam, sebelum Subuh sudah sampai tujuan. Jarak dari stasiun ke rumahnya memang tidak bisa dibilang dekat. Tapi adik-adiknya siap sedia menjemput, sembari menunggu waktu sahur.
Stasiun Pasar Senen mungkin terlihat lebih padat dari biasanya. Tapi masing-masing penumpang sudah memegang tiket, jadi tidak ada ceritanya berebutan tempat duduk seperti naik KRL. Anak si keponakan yang baru berusia tiga tahun, which is cucu saya dalam silsilah keluarga besar, pun bisa tidur nyenyak sepanjang perjalanan.
Benar-benar mudik yang menyenangkan, bukan?
Perbedaannya terletak pada perencanaan. Temannya kenalan saya belum bisa memastikan kapan akan mudik, jadi spontan saja begitu mendapat waktu luang langsung berangkat naik kendaraan sendiri. Sebaliknya, keponakan saya sudah jauh-jauh hari merencanakan perjalanan mudik. Tiket dipesan sejak sebulan sebelum tanggal keberangkatan.
Pesan Tiket Kereta Api Pakai Hape Saya sendiri lebih suka bepergian keluar kota naik kereta ketimbang bus. Bukan hanya soal romantisme masa kecil, dengan naik kereta api saya bisa memesan tiket jauh-jauh hari. Bagi saya ini memberikan setidaknya dua keuntungan positif. Pertama, saya dapat terlebih dahulu mengetahui berapa ongkos yang harus dibayar. Kedua, saya mendapat kepastian tempat duduk.
Mengetahui ongkos terlebih dahulu membantu saya menyusun anggaran biaya perjalanan. Untuk perjalanan seorang diri ke Semarang, misalnya, saya bisa naik KA Kaligung yang tiketnya seharga Rp50.000. Pulang-pergi jadi Rp100.000. Kalau mau ke Jakarta, ada KA Tawang Jaya dengan tiket seharga Rp100.000 untuk tujuan akhir Stasiun Pasarsenen.
Berkaitan dengan tempat duduk, kita bebas memilih mau di sebelah mana. Dekat pintu gerbong biar tidak perlu melewati banyak orang kalau mau ke toilet, di pinggir jendela, atau malah di tengah-tengah gerbong? Sepanjang kursinya tersedia, kita bebas memilih saat melakukan pemesanan.
Enaknya lagi, sekarang pesan tiket kereta bisa dilakukan di mana saja melalui perangkat apa saja. Asalkan koneksi internet ada, kita dapat memesan tiket dari kenyamanan rumah sendiri. Say goodbye pada stasiun dan loket pembelian, atau mesin ATM untuk pembayaran, juga antriannya yang bikin kaki pegal.
Oya, khusus pemakai perangkat dengan sistem operasi iOS, aplikasinya sudah diperbarui dari versi 2.2. Sehingga ada penambahan fitur-fitur baru, seperti menu pemesanan tiket pesawat terbang, pilihan pindah kursi untuk pemesanan tiket kereta api, dan tentu saja tampilannya berbeda. Tapi pengguna Android jangan khaatir. Fitur untuk memilih kursi kereta juga sudah tersedia kok.
Agar dapat memanfaatkan kemudahan aplikasi ini, setelah menginstal di hape mula-mula kita harus isi dulu saldonya. Mau isi berapapun terserah, tapi minimal Rp10.000. Kalau keperluannya untuk membeli tiket kereta api, isilah saldo seharga tiket yang hendak dibeli. Seluruh saldo dapat dihabiskan, jadi tidak ada potongan sama sekali maupun biaya-biaya tersembunyi lainnya.
Katakanlah kita mau memesan tiket tujuan Semarang naik KA Kaligung pergi-pulang. Harga tiket sekali berangkat Rp50.000, ditambah biaya admin Rp7.500, jadi totalnya Rp115.000. Maka isilah saldo sejumlah ini. Atau lebih baik lagi kalau dilebihkan, buat jaga-jaga isi pulsa mana tahu di perjalanan butuh.
Untuk mengisi saldo atau top up ke akun kita, ikuti langkah-langkah seperti yang ditunjukkan dalam ilustrasi berikut.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Proses top up akan terasa lebih mudah jika kita sudah mempunyai fasilitas internet banking atau SMS-banking. Sebab kita diharuskan membayar dalam tempo selambat-lambatnya dua jam sejak mengajukan tiket deposit. Kalau masih harus ke ATM, apalagi antri di teller, sama saja bohong jadinya.
Begitu saldo masuk ke akun kita, saatnya berburu tiket kereta! Caranya sama mudahnya dengan top up tadi. Sebelum itu siapkan dulu data-data yang diperlukan untuk pemesanan tiket kereta, yakni nama lengkap dan nomor KTP calon penumpang. Lebih-lebih lagi kalau kita hendak memesankan tiket untuk orang lain.
Sudah siap? Lihat ilustrasi di bawah ini untuk mengetahui langkah-langkah memesan tiket kereta api menggunakan aplikasi Android. Oya, pastikan koneksimu lancar ya supaya proses pemesanan tiket berjalan tanpa hambatan sampai selesai.
Image may be NSFW. Clik here to view. Image may be NSFW. Clik here to view.
Begitu dapat kode booking dan saldo kita terpotong sebesar harga tiket, selesai! Catat kode booking yang diberikan untuk keperluan mencetak tiket fisik di stasiun. Gampang sekali, bukan?
Dapat Cashback Yang membuat saya tertarik menggunakan aplikasi besutan PT. Bimasakti Multi Sinergi ini adalah program cashback-nya. Di mana setiap pengguna akan mendapat komisi dari setiap transaksi yang dilakukan, termasuk memesan kereta api untuk diri sendiri.
Ambil contoh saat saya memesan tiket kereta api ke Semarang untuk mengikuti event Fun Blogging 9 pada Maret lalu. Berangkatnya saya ambil KA Kaligung. Kebetulan sekali sedang ada promo, sehingga tiket yang biasanya seharga Rp50.000 didiskon menjadi Rp30.000. Sedangkan pulangnya saya naik KA Kamandaka dengan tiket Rp50.000.
Dari dua transaksi ini, saya mendapat cashback Rp4.600 alias masing-masing Rp2.300 per tiket. Lumayan. Belum lagi kalau digabung dengan transaksi pembayaran listrik, internet, juga pulsa dan paket data yang kesemuanya saya bayar setiap bulan melalui aplikasi sama.
Untuk bayar Speedy saya dapat cashback Rp650, sedangkan bayar listrik cashback-nya Rp1.100. Hitung-hitung menabung uang receh. Hehehe...
Kabar bagusnya, begitu tahu saya bisa isi pulsa dan harganya lebih murah dari di konter dekat rumah, tetangga satu demi satu ikut minta diisikan. Saya cuma ambil selisih sedikit, sekedar menggenapkan saja biar tidak repot memberi kembalian. Lalu ada juga yang titip bayar listrik, beli token PLN, lalu kakak ipar mulai bulan depan mau ikut menumpang bayar iuran BPJS juga.
Selain cashback, ada pula program afiliasi atau lebih tepatnya member get member. Getok tular kalau kata orang Jawa. Di mana kita akan mendapat komisi jika ikut memperkenalkan layanan ini pada saudara, tetangga, teman kantor, atau siapapun. Ada lho yang mendapatkan cashback sampai 4-5juta rupiah setiap bulan. Hmmm, gaji saya kalah banyak donk!
Image may be NSFW. Clik here to view.
Soal ini pernah saya bahas di posting berjudul Bebas Bayar Apa Saja, di Mana Saja, Pakai Perangkat Apa Saja, silakan baca lebih detil di sana. Daftar cashback lebih lengkap berikut simulasi perhitungan berapa yang kita dapat setiap bulan saya jabarkan dengan lengkap.
Bagi yang tidak suka sistem afiliasi, membuka loket pembayaran bisa jadi bisnis sampingan yang bagus. Terutama bagi yang tinggal di perumahan dan jauh dari loket-loket semacam itu. Selain cashback, kita bisa mendapat untung tambahan dari biaya administrasi. Katakanlah Rp1.000 per transaksi, kalikan sekian transaksi per bulan. Lumayan buat bayar tagihan kita sendiri.
Atau, ada tetangga yang ingin balik ke Jakarta setelah Lebaran usai? Tawarkan saja tiket kereta api, atau tiket pesawat sekalian. Tinggal pencet-pencet layar smartphone beberapa menit, tiket pun siap. Tetangga senang karena merasa terbantu, kita pun bahagia karena bisa menolong plus menambah pundi-pundi.
Bagaimana, ayo instal dan rasakan sejuta manfaat dari layanan ini! Unduh aplikasinya di Google PlayStore atau iOS dan ubah smartphone-mu jadi alat pembayaran serbaguna.
SEBAGAI seorang (ngakunya) penulis dan juga blogger, saya tergolong penyendiri. Tak pernah sekalipun saya bergaul dengan sesama penulis, kecuali ya sama-sama writer wanna-be seperti saya juga. Pun di dunia blogging, boleh dihitung dengan jari siapa-siapa saja blogger yang saya kenal dan mengenal saya secara pribadi.
Iya, iya, tolong jangan ulangi lagi nasihat bijak orang-orang tua dulu. Silaturahmi itu pembuka pintu rejeki. Ada juga yang mengadopsi ujar-ujar jadul "banyak anak banyak rejeki" menjadi "banyak teman banyak rejeki."
Saya bukannya sama sekali tidak bergaul. Sebagai makhluk sosial tentulah saya juga ingin berinteraksi dengan sesama. Lalu jika ada yang datang menyapa, ingin berkenalan, rasanya senang sekali menyambut dan berharap hubungan tersebut langgeng. Terpenting lagi, semoga saja perkenalan tersebut barokah bagi semuanya.
Kembali ke dunia penulisan, duluuu sekali sewaktu usia belum genap 20-an saya pernah punya keinginan bergabung dengan Forum Lingkar Pena aka FLP. Itu lho, komunitas penulis yang berbasis pembaca majalah Annida. Ya, saya ngaku deh kalau dulu saya suka sekali baca majalah islami satu ini. Dari majalah inilah saya tahu tentang FLP.
Keinginan bergabung dengan FLP mencuat setelah berkali-kali cerpen kiriman saya ditolak Annida. Tak mau lagi membuka email berisi daftar cerpen-cerpen yang ditolak redaksi, saya mencari info FLP di Jogja dan ternyata ada. Jaman itu FLP Jogja sering kumpul-kumpul secara rutin di kawasan UGM. Saya lupa di mana persisnya.
Saya sudah sempat mencatat jadwal kegiatan FLP dan berniat mendatanginya, namun rasa malu menahan langkah saya. Malu cerpen saya belum pernah diterima Annida, malu saya hanya "kuliah" di sebuah pendidikan profesi tanpa gelar mana kampusnya abal-abal, juga malu di sana nanti bakal bertemu penulis-penulis hebat yang sudah menulis beberapa buku. Bukan cuma satu.
Di komunitas blogger ceritanya nyaris sama. Blogger-blogger Jogja masa itu punya satu perkumpulan tidak resmi. Disebut tidak resmi karena hanya ngumpul-ngumpul saja, tanpa organisasi, bahkan tanpa nama. Mereka rutin berkumpul di kawasan Bundaran UGM tiap malam Jumat. Saya tahu persis jadwal ini, dan sempat terbetik ingin ikut nongkrong di sana.
Lagi-lagi rasa malu membuat saya urung berangkat. Malu saya hanyalah blogger biasa, yang blognya cuma "numpang di Blogger.com. Malu earning saya paling banyak 250-300 dolar sebulan, malu saya cuma ngenet pakai komputer dan bukan laptop-laptop mahal seperti para mastah yang bakal saya temui di sana.
Oh, ada lagi. Tapi yang satu ini terkait hobi saya: sepakbola. Jadi di forum apa gitu saya lupa, ada satu ruang khusus fan Liverpool FC. Lalu terkumpullah beberapa orang yang diketahui sama-sama bertempat di Jogja, salah satunya saya. Di forum itu lantas dirembug rencana pembentukan komunitas yang kelak dikenal (cmiiw) sebagai BigReds Jogja. Saya ikut membubuhkan nama, menyatakan bersedia hadir di pertemuan pertama yang dijadwalkan bertempat di satu lokasi futsal sekaligus kafe tak jauh dari kampus UPN Veteran.
Tepat sekali! Kembali saya tak menghadiri pertemuan tersebut. Saya tak cukup percaya diri bertemu orang-orang baru karena merasa tak ada yang patut dibanggakan dari diri saya.
Ya, silakan berkomentar malu saya itu tak beralasan. Mau bagaimana lagi, tapi itulah alasan saya waktu itu. Sesuatu yang tidak beralasan tapi justru jadi alasan saya untuk tidak bergabung dengan komunitas apapun selama nyaris lebih dari delapan tahun di Jogja.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Make Friend, Make Money Akhir 2008, saya terpilih sebagai salah satu mahasiswa Akademi Komunikasi Yogyakarta (AKY) yang dititipkan ke mingguan Malioboro Ekspres untuk magang. Melihat minat dan kecenderungan saya, Bapak Sutirman Eka Ardhana selaku pemimpin redaksi menempatkan saya di bagian olahraga. Saya dibimbing oleh seorang wartawan lebih senior yang, maaf sekali, saya lupa namanya.
Magang di mingguan inilah yang kemudian memaksa saya bertemu banyak sekali orang baru. Sebagai narasumber tentu saja. Mulai dari pentolan kelompok suporter, hingga bintang lapangan hijau. Level percaya diri saya meningkat. Apalagi kemudian wartawan yang seharusnya membimbing saya justru menghilang. Jadilah saya sendirian mengampu halaman olahraga.
Saking semangatnya, saya bahkan tak cuma menulis berita-berita olahraga. Saya ikut menyumbang rubrik resensi, feature, lalu saat musim Pilkada ikut-ikutan berburu caleg untuk diwawancara.
Level pede saya kian meningkat ketika diterima magang di Harian Jogja, koran lokal yang waktu itu belum genap berusia setahun. Hanya magang memang, dan di koran baru pula. Tapi Harian Jogja yang satu atap dengan Bisnis Indonesia dan Solopos membuat media ini seolah bayi ajaib. Korannya memang baru, tapi orang-orang di meja redaksi sudah lama malang-melintang di dunia jurnalistik Jogja.
Di Harjo, demikian nama koran ini biasa disingkat, saya ditempatkan di desk weekend. Jatuhnya hampir sama seperti saat magang di Malioboro Ekspres yang memang berformat mingguan. Isi Harjo Minggu ringan-ringan, lebih banyak berisi feature. Ada satu rubrik bernama Klangenan yang membuat kami Tim Weekend (saya dan tiga wartawan Harjo) harus mendatangi komunitas-komunitas.
Oke, jadi sudah dapat benang merahnya kan? Ya, berkat magang di Harjo dan khususnya rubrik Klangenan inilah saya jadi banyak tahu komunitas di Jogja. Beberapa yang pernah saya liput komunitas penggemar Koes Plus, komunitas pengendara jeep dan motor trail, komunitas pemakai sepeda lipat, komunitas band indie (saya tak tahu liputannya terbit atau tidak), dan yang saya anggap sebagai masterpiece selama di Harian Jogja adalah liputan komunitas numismatik.
Dari sini saya jadi tahu asyiknya berkomunitas. Saya sendiri menyukai lagu-lagu Koes Plus (siapa sih orang Indonesia yang tidak suka karya band satu ini?) jadi bisa nyambung saat bergabung dengan teman-teman di Jogja Koes Plus Community (JKPC). Saya juga suka sejarah, sehingga merasa sangat excited sekali ketika bertemu rekan-rekan numismatis.
Dari sekian banyak komunitas tersebut, dengan anggota-anggota numismatis Jogja-lah saya masih menyambung silaturahim hingga kini. Awalnya hanya tertarik dengan cerita-cerita seputar uang, lama-lama saya ikut koleksi, dan ujung-ujungnya ikut berjualan. Dari usaha jual-beli uang lama inilah saya ikut membiayai pernikahan, serta menjadi sumber nafkah keluarga selama bertahun-tahun kemudian.
Well, bolehlah saya bilang kalau bergabungnya saya dengan komunitas numismatik Jogja telah membukakan pintu rejeki bagi saya. Sesuatu yang terus-menerus saya syukuri sampai saat ini.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Blogging for Fun Kembali ke dunia blogging, saya tetap menjadi blogger penyendiri hingga akhir 2014. Ya, saya kenal sejumlah blogger top di luar kota. Ada beberapa orang yang kemudian sering saling telepon, lalu satu-dua sempat berinteraksi langsung alias kopi darat. Tapi ya hanya sebatas itu. Mungkin karena itulah skill dan pengetahuan saya tentang blog, juga teknik-teknik mencari uang dengan blog, semakin tumpul.
Adalah pertemuan dengan Mas Duto Sri Cahyono yang membuat saya kembali bersemangat menulis. Dagangan uang lama tengah sepi saat itu, dan tren penjualannya semakin menurun. Saya mengiyakan tawaran beliau untuk menjadi content writer di salah satu blognya. Blog yang kelak menginspirasi saya. Blog yang dalam waktu setengah tahun sudah bisa menjadi nomor satu di Google, serta menghasilkan rata-rata 20-25 juta rupiah sebulan.
Saya pun ikut-ikutan membuat blog serupa, tapi mengambil niche sepakbola. Sayang, hasilnya tak menggembirakan. Hasilnya ada sih, tapi sangat di luar harapan. Bahkan tak sepadan dengan biaya tagihan internet. Tapi berkahnya saya jadi rajin mempelajari cara-cara terkini make money blogging. Hingga sampailah di blog-blog para dedengkot Fun Blogging.
Awalnya hanya melihat-lihat saja, mengagumi dari jauh. Bagaimana Teh Ani diajak jalan ke sana-sini, dipercaya sebagai pembicara di acara ini-itu, semuanya berkat blog. Demikian pula Kak Haya Aliya Zaki yang sempat diberangkatkan ke Singapura oleh sebuah rumah sakit, gara-gara blog. Dan saya dibuat ngiler tingkat dewa sama tarif sponsored post-nya Mbak Shinta Ries.
Semakin lama saya semakin tertarik untuk kembali memberdayakan kemampuan menulis, sekaligus aset berharga saya yaitu blog ini. Kalau ketiga srikandis penggagas Fun Blogging itu bisa, tentu saya juga bisa dengan cara mengikuti jejak mereka. Begitulah. Karena keinginan kuat bergabung dengan Fun Blogging, saya tetap mencoba mendaftar sekalipun tertulis keterangan "Kuota penuh" untuk event di Semarang pada Maret lalu.
Alhamdulillah, pemikiran saya semakin terbuka sepulang dari Semarang hari itu. Optimisme saya kembali melambung tinggi: saya bisa hidup dari blog! Ini pemikiran yang sempat saya kubur di akhir 2011 karena blog saya tak menunjukkan peningkatan memuaskan dalam hal penghasilan.
Banyak teman, banyak rejeki. Ini memang benar. Bergabung dengan Fun Blogging tak hanya make friend alias meluaskan lingkaran pertemanan saya, tapi sekaligus membuat saya bisa make money - banyak rejeki. Peluang demi peluang berdatangan. Sebelum menulis posting ini, saya baru saja menanggapi satu email tawaran article placement dan satu lagi penawaran sponsored post.
Mundur ke belakang, hitung punya hitung saya sudah mendapat baaanyak sekali setelah bergabung dengan Fun Blogging. Yang paling tak ternilai tentu saja relasi dengan blogger-blogger top. Ah, tak berani saya menyebut nama sebab semua anggota Fun Blogging di mata saya sama istimewanya. Mereka blogger-blogger keren kepada siapa saya harus banyak belajar.
Keterangan Foto:
Foto 1: Dari kiri ke kanan Mas Arif Rahman, Mbak Putri Gladys, Mbak Katerina S., Mbak Relinda Puspita, saya, dan Mas Wira Nurmansyah. Selain saya, orang-orang dalam foto ini merupakan travel blogger top Indonesia. Foto: Katerina, yang jepret Mbak Ira Hairida.
Foto 2: Mengabadikan rekan-rekan blogger dalam kunjungan ke Kampung Arab di Palembang. Wisata 2 hari 2 malam di Kota Pempek pada Mei lalu tersebut merupakan hadiah terbesar yang pernah saya dapatkan dari ngeblog sejauh ini.
Foto 3: Di sebelah kiri saya Mas Wira Nurmansyah, sedangkan di depan saya Mas Sutiknyo, Mbak Katerina, dan Mbak Relinda Puspita. Keempatnya travel blogger top negeri ini, dan siapalah saya sampai bisa duduk semeja makan bersama sosok-sosok hebat tersebut? (Foto: Katerina, yang jepret Mbak Ira Hairida)
SUDAH sejak lama saya ingin melanjutkan kuliah. Tapi ada banyak pertimbangan sebelum mengambil keputusan mengingat kondisi dan status saya kini. Kuliah lagi berarti saya musti keluar Pemalang, setidak-tidaknya ke Pekalongan atau ke Tegal yang berjarak satu jam perjalanan darat. Atau sekalian ke Semarang dengan pilihan jauh lebih lengkap. Jauhnya...
Sebagai seorang freelance, saya memang bebas mengambil kuliah di manapun. Toh, pekerjaan saya bisa digarap dari mana saja sepanjang ada koneksi internet. Namun saya juga harus mempertimbangkan faktor keluarga. Maklumlah, sebagai bapak dari dua anak yang dibesarkan tanpa baby sitter, saya harus berbagi tugas dengan istri dalam mengasuh anak-anak.
Saya tidak bisa terlalu lama meninggalkan rumah, sementara kuliah butuh waktu khusus untuk datang menghadiri kelas atau tugas dari dosen. Belum lagi kalau ada praktikum dan segala macam. Kalau dalam sehari ada beberapa mata kuliah, bisa-bisa seharian penuh saya di kampus.
Andaikan saya mengambil kelas weekend di Semarang, itu berarti tiap akhir pekan saya harus menginap di Kota Lunpia. Berangkat Jumat sore agar dapat menghadiri kuliah Sabtu pagi, lalu selepas mengikuti kuliah di hari Ahad pulang lagi ke Palembang. Biaya transport dan akomodasi selama dua hari dua malam sudah tergambar jelas.
Kalaupun saya "hanya" mendaftar di Pekalongan, misalnya, tetap saja butuh waktu yang tidak sedikit untuk ke kampus. Pemalang-Pekalongan bisa ditempuh dalam waktu 35-45 menit, tergantung kondisi lalu lintas. Itu artinya saya harus berangkat paling lambat jam 06.00 dari rumah untuk mengikuti kelas jam 07.00. Tidak efisien.
Ada sih beberapa kampus di Pemalang, namun tidak satupun yang menawarkan bidang studi favorit saya. Tentu saja saya tidak mau asal ambil jurusan. Saya ingin meningkatkan kemampuan, sehingga jurusan yang diambil mustilah mendukung pengembangan potensi diri.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Kuliah Online, Kuliah Jarak Jauh Sayapun mencari-cari solusi lain agar tetap bisa melanjutkan pendidikan, sekaligus tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang bapak. Mengingat istri juga punya kesibukan lain di luar urusan rumah tangga, bakalan repot kalau saya lebih sering keluar rumah. Maka saya mencari cara agar dapat berkuliah sembari bermain-main dengan anak. Hehehehe...
Beruntungnya saya, ternyata sekarang kuliah tak lagi harus tatap muka di kelas. Kini sudah ada kuliah online, yaitu sistem pembelajaran jarak jauh mengandalkan jaringan internet. Sama seperti kuliah pada umumnya, sebagai mahasiswa kita tetap belajar, mendapat materi pembelajaran, berdiskusi, serta mendapat dosen. Bedanya, semua aktivitas tersebut dilakukan secara online.
Saya juga menemukan kisah almarhum komedian legendaris Pepeng. Penyakit Multiple Sclerosis yang dideritanya membuat Pepeng hanya bisa terbaring di tempat tidur selama hampir 10 tahun! Tapi Pepeng tak mau menyerah. Selama sakit itu ia dapat menyelesaikan pendidikan S-2 dengan nilai A. Ia menempuh kuliah dari tempat tidurnya dengan sistem online learning.
Ini solusi yang saya butuhkan. Jadi, saya yang di Pemalang dapat mengambil kuliah pada perguruan tinggi di Jakarta, tanpa harus meninggalkan rumah. Semua aktivitas pembelajaran dapat dilakukan dari depan monitor laptop. Modalnya hanya jaringan internet dan alamat email untuk menerima materi perkualiahan.
Di Indonesia masih sedikit sekali kampus yang menyediakan sistem pembelajaran online. Salah satu dari yang sedikit itu adalah Universitas Bina Nusantara, lebih dikenal sebagai Binus. Soal kualitas, Binus sudah lama dikenal sebagai universitas dengan standar tinggi. Sebuah kampus dengan slogan "A World-Class University" dan salah satu perguruan tinggi Indonesia yang menyediakan kelas internasional.
Saya pernah menulis profil singkat Ibu Theresia Widia Soerjaningsih dalam salah satu buku saya yang diterbitkan sebuah penerbit berskala nasional. Sungguh inspiratif. Siapa sangka jika pendirian Binus berawal dari kursus komputer di sudut Jakarta? Keteguhan hati dan optimisme Ibu Theresia membuat kursus komputer tersebut berkembang hingga menjadi sebuah akademi komputer, sebelum naik level menjadi universitas dan bertambah besar seperti sekarang.
Soal kualitas Binus tidak perlu diragukan lagi. Siapa yang tak kenal Binus dan segudang prestasi yang ditorehkan mahasiswa-mahasiswanya selama ini? Dan Binus Online Learning hadir memberi kemudahan bagi kita untuk memperoleh pendidikan berkualitas secara mudah. Dari mana saja, kapan saja.
Sistem Binus Online Learning dikemas fleksibel, di mana dalam kegiatan belajar mahasiswa dapat melakukan interaksi dengan dosen tanpa ada batasan waktu dan tempat. Materi mata kuliah yang diberikan tak melulu berupa diktat atau teks, melainkan beberapa bentuk lain seperti video dan video conference. Ada pula diskusi di forum dan tugas bagi individu maupun kelompok.
Kuliah online Binus telah memperhitungkan agar setiap mahasiswa mendapatkan hasil berkualitas. Dengan metode yang dipersiapkan, mahasiswa dapat fokus belajar dengan jumlah mata kuliah terbatas di tiap periode/semester, sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal.
Menggunakan LMS (learning management system), jaringan interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen, dan mahasiswa dengan pembimbing akademis dapat terbangun secara integral. Dengan demikian mahasiswa online learning dipastikan mempunyai kualitas sebanding dengan mahasiswa yang melakukan sistem perkuliahan pada umumnya (tatap muka).
Image may be NSFW. Clik here to view. Image may be NSFW. Clik here to view.
Binus Online Learning juga memberikan Pembelajaran Global, dimana mahasiswa diajar oleh dosen-dosen di luar negeri. Lalu ada pula program Employability & Entrepreneurial Skill (ESS) yang disisipkan ke dalam mata kuliah. Program ini membuat lulusan Binus Online Learning tidak hanya siap terjun ke dunia kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan pekerjaan.
Ada bukti? Binus Online Learning telah menghasilkan lebih dari 300 lulusan terbaik yang tersebar di berbagai instansi dan perusahaan ternama di negara ini, baik perusahaan nasional maupun multinasional.
Tersebar di Lima Kota Sekalipun bersifat online, tatap muka antara mahasiswa dan dosen tetap ada. Utamanya pada kegiatan yang bersifat pembahasan kasus, diskusi pemantapan pemahaman materi kuliah, dan pada saat mengikuti ujian. Mahasiswa juga diharuskan datang langsung pada awal masuk perkuliahan.
Berarti tetap harus datang ke kampus dong? Iya, tapi kan hanya pada saat awal kuliah dan ujian. Sisanya bisa dilakukan dari kenyamanan kamar di rumah masing-masing. Itupun datangnya tidak harus ke Jakarta kok.
Binus mempunyai Binus University Learning Community (BULC) yang tersebar di empat kota: Palembang, Bekasi, Semarang dan Malang. Mahasiswa Binus Online Learning boleh mendatangi BULC terdekat untuk kepentingan perkuliahan tatap muka atau ujian. Saya yang di Pemalang, misalnya, dipersilakan ke BULC Semarang.
Ke BULC Bekasi juga boleh sih, tapi takut macet nanti. #Eh.
Pilihan Program Studi:
Program D3 1. Komputerisasi Akuntansi
Program S1 1. Akuntansi 2. Manajemen Marketing 3. Sistem Informasi 4. Manajemen - Business Management 5. Sistem Informasi - Corporate Information System
Program S2 (Khusus Jakarta) 1. Magister Teknik Informatika (MTI) 2. Magister Manajemen Sistem Informasi
Mahasiswa dapat menjalani kuliah tatap muka atau ujian di semua BULC, tergantung saat itu sedang berada di mana. Jadi andaikan kita tengah dalam perjalanan ke Palembang dan bertepatan dengan jadwal ujian atau perkuliahan face to face, datangi saja BULC Palembang. Beres deh! Benar-benar fleksibel, bukan?
Well, dengan sistem pembelajaran online yang ditawarkan Binus Online Learning, kita bisa Maju Tanpa Batas menempuh pendidikan lebih tinggi demi mengembangkan potensi tanpa terkendala jarak dan waktu. Kita bisa tetap beraktivitas seperti biasa sembari menjalani kuliah. Bekerja, mengurus bisnis, atau menjalani hobi yang membuat kita harus bepergian dari satu kota ke kota lain hingga ke luar negeri bisa jalan terus.
Program ini juga merupakan peluang bagi yang tengah mendapat kendala sehingga tidak dapat menjalani kuliah secara normal. Misalnya sedang menderita sakit sehingga harus istirahat total di tempat tidur, atau menderita cacat. Fleksibilitas yang ditawarkan Binus Online Learning dapat menjadi pilihan untuk mendapatkan pendidikan bermutu tinggi tanpa batasan.
So, sudah siap untuk #MajuTanpaBatas bersama Binus Online Learning? Pelajari lebih lengkap di situs resmi Binus.
SIAPA tak kenal Bali? Provinsi satu ini merupakan destinasi wisata nomor satu di Indonesia. Pesonanya tak cuma memikat pelancong lokal, Pulau Bali juga sangat terkenal di mata dunia. Aneka ragam tempat wisata mulai dari pantai, danau, dan tempat-tempat menarik lainnya mengundang rasa ingin tahu para wisatawan.
Bali terkenal sebagai Pulau Seribu Pura. Ini karena nyaris di setiap sudut Pulau Bali terdapat ditemui pura, sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu setempat. Pura-pura ini bisa ditemui pula di kebanyakan tempat wisata. Beberapa di antaranya bahkan menjadi obyek wisata, salah satu contohnya Pura Uluwatu.
Pura yang juga dikenal dengan nama Pura Luhur Uluwatu tersebut merupakan pura tertua di Bali. Terletak di ketinggian 97 meter di atas permukaan laut, Pura Uluwatu berdiri kokoh di puncak tebing batu di sisi paling selatan Pulau Bali. Menghadap ke Samudera Hindia. Dari pura ini mata kita dimanjakan oleh pemandangan laut membiru dengan ombak ganas berdebur.
Image may be NSFW. Clik here to view.Foto: Kemdikbud.go.id
Lokasinya yang terletak persis di atas Pantai Pecatu membuat Pura Uluwatu dikenal dunia. Pantai ini merupakan spot selancar (surfing) nomor satu di Bali, serta menjadi rekomendasi di level dunia. Ombaknya cocok untuk peselancar dari berbagai tingkatan, sehingga Uluwatu menjadi lokasi pilihan peselancar dari seluruh dunia.
Pantai-Pantai Menawan Tebing tinggi yang berada di sebagian daerah pinggiran laut Uluwatu membuat pantai-pantainya tidak seperti kebanyakan pantai di Bali. Tapi soal keindahan jangan ditanya lagi. Sebut saja Pantai Dreamland yang terletak sekitar 9 km dari Pura Uluwatu.
Pantai Dreamland bisa jadi cuma pantai kecil, paling kecil dibanding pantai-pantai lain di Bali. Namun pemandangan alamnya sangat memesona mata yang melihat. Ciri khas pantai ini adalah ombak besar, pasir putih, serta deretan bukit batu yang seolah menjadi tembok pelindung Pulau Bali dari gempuran debur air samudera.
Banyak turis datang untuk menikmati ganasnya ombak serta pemandangan indah yang disajikan Pantai Dreamland. Kalau ingin duduk-duduk di pantai tanpa khawatir terpapar sinar matahari, ada sejumlah persewaan payung besar di sekitar pantai. Para pedagang yang menjajakan baju, oleh-oleh, dan pernak-pernik Bali yang unik juga sangat banyak ditemui di kawasan ini.
Bergeser sedikit dari Dreamland, satu lagi pantai di kawasan Uluwatu yang dijamin bakal membuat terpesona adalah Pantai Blue Point. Pantai yang memiliki air sangat bening ini diapit oleh tebing-tebing batu nan tinggi. Berada pada cekungan tebing. Karang-karang yang menutupi sebagian besar area pantai ini justru semakin memperindah dan mempertajam keunikannya.
Penduduk setempat menyebut Pantai Blue Point sebagai Pantai Suluban, sebab untuk menuju ke bibir pantai kita harus melewati sela-sela dinding tebing batu. Seolah-olah masuk ke dalam terowongan, atau kolong. Suluban berasal dari kata mesulub, bahasa Bali yang berarti melewati kolong.
Image may be NSFW. Clik here to view.Foto: wisataindonesia.co.id
Berbeda dengan Pantai Dreamland yang berombak besar-besar, Pantai Blue Point tergolong tenang. Ombak dari samudera dipecah-pecah oleh bebatuan karang sebelum mencapai bibir pantai. Sehingga pengunjung yang tak mau berbasah-basah terkena air laut dapat menikmati pasir pantai dengan tenang. Uniknya lagi, pantai tak cuma berupa pasir melainkan juga ada beberapa bagian yang berupa dataran batu besar.
Bukit-bukit karang di seputaran pantai tak cuma menciptakan nuansa eksotik. Di siang hari, lekukan bukit karang jadi pelindung alami yang menaungi pengunjung dari teriknya sinar matahari. Pengunjung dapat menikmati keindahan pantai dari sela-sela bukit yang teduh.
Penginapan di Jantung Uluwatu Pura Uluwatu, Pantai Dreamland, dan Blue Point hanyalah dua dari sekian obyek wisata di Uluwatu. Saking banyaknya titik-titik wisata yang bisa dikunjungi, rasanya tidak akan cukup waktu sehari untuk menjelajahi semuanya. So, sediakan beberapa hari agar dapat lebih puas mengunjungi tempat-tempat indah dan unik tersebut.
Jangan kuatir, di Uluwatu terdapat banyak penginapan maupun hotel sebagai tempat menginap. Jenisnya bermacam-macam, tergantung budget dan kebutuhan kita tentunya. Tapi kalau menginginkan hotel nyaman dengan pelayanan prima, Hotel Le Grande Bali yang bisa dipesan di situs Traveloka boleh jadi pertimbangan.
Hotel Le Grande Bali terletak di Jalan Uluwatu, Pecatu Graha Blok 5. Letaknya sangat strategis, sangat cocok bagi wisatawan dari luar daerah yang ingin menikmati keindahan Bali dengan nyaman. Terletak dekat dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, yaitu sekitar 7 km. Hotel berbintang 5 ini juga tak jauh dari pantai-pantai yang direkomendasikan.
Image may be NSFW. Clik here to view.Foto: Traveloka.com
Pantai Dreamland berjarak sekitar kurang dari 2 km dari Hotel Le Grande Bali. Sedangkan Pantai Balangan berjarak 3 km, jarak yang kurang-lebih sama untuk menuju Pantai Bingin. Sedangkan Pantai Blue Point terletak 7 km dari hotel. Dua kilometer lebih ke selatan kita akan sampai di Pura Luhur Uluwatu.
Oya, tadi saya sudah sebut kalau Le Grande Bali ini hotel berbintang 5 kan ya? Karenanya soal kenyamanan, fasilitas, serta pelayanan tak perlu diragukan. Hotel ini meraih predikat Top Hotel Bali Holiday Check 2015, Bali Tourism Awards 2015 sebagai Bali Leading Golf Resort, Indonesian Travel & Tourism Awards 2015 sebagai Indonesian Leading Golf Resort, serta sejumlah penghargaan lain.
Jangan kuatir soal makanan. Le Grande Bali mempunyai Grand Café, sebuah restoran bergaya tradisional Bali yang sudah dipadukan dengan gaya modern. Unik. Konsepnya all-day dining dengan menu-menu khas, baik masakan Indonesia maupun masakan internasional nan lezat. Ada pula Grande Bar yang buka selama 24 jam bagi yang ingin merasakan suasana makan malam nan syahdu dengan iringan live music.
Tak mau makan di restoran hotel? Tidak masalah. Pecinta kuliner sejati memang lebih suka berburu makanan di luar tempat menginap. Satu lokasi makan-makan yang direkomendasikan di kawasan Uluwatu adalah Restoran d'Sambal Uluwatu. Terletak di Jl. Raya Kampus UNUD, dari Hotel Le Grande Bali kita bisa mencapai d'Sambal Uluwatu dengan waktu tempuh sekitar 10 menit.
Resto d'Sambal jadi rekomendasi karena cita rasanya yang dijamin lezat, serta harganya tidak menguras kantong. Rumah makan ini menyajikan 40 jenis sambal dari seluruh daerah di Indonesia. Menunya bisa dinikmati dengan harga sangat terjangkau. Bayangkan, harga menunya dimulai dari Rp3.500, sedangkan paket makan paling murah dibanderol Rp25.000/porsi.
Image may be NSFW. Clik here to view.Foto: dsambal.com
Di resto ini terdapat gazebo bagi yang ingin makan sembari bersantai-santia. Yang suka duduk lesehan disediakan pula tempat khusus. Resto d'Sambal dapat menampung banyak pembeli sekaligus. Rombongan wisata biasa singgah di sini untuk melepas rasa lapar. Menunya dijamin halal, sehingga penganut agama Islam tak perlu merasa was-was.
Salah satu menu andalan d'Sambal adalah ikan bakar Jimbaran, selain lebih dari 30 lauk-pauk dan bermacam-macam sayuran sebagai pelengkap isi meja makan. Tak hanya dimakan di tempat, kita juga boleh kok membawa pulang pesanan. Disediakan paket nasi kotak khusus bagi yang penasaran dengan rasa sambal d'Sambal tapi tidak sempat singgah barang sebentar.
Pendek kata, kawasan Uluwatu memiliki semua yang kita perlukan saat tamasya ke Bali. Pantai-pantai yang memesona, tempat makan murah meriah yang dapat ditemui di mana-mana, ditambah dengan keistimewaan Hotel Le Grande Bali sebagai pelengkap liburan para wisatawan.
Sekarang, siapkan diri kamu untuk berlibur ke Uluwatu!
TIAP kali bulan Ramadhan tiba, secara otomatis saya langsung teringat pada dai kondang idola: almarhum KH Zainuddin MZ. Ada satu tips dalam ceramahnya yang sangat relevan bagi ummat Islam saat menjalankan ibadah puasa. Apa itu? Tips berbuka yang nggak bikin perut penuh kekenyangan!
Saya rasa semua yang berpuasa mengalami ini: kalap dan makan sebanyak-banyaknya begitu waktu berbuka tiba. Lapar dan haus yang ditahan selama seharian membuat nafsu makan tak terkendali. Apa saja yang terhidang di meja terlihat enak sehingga masuk semua ke mulut.
Belum lagi adzan Magrib selesai berkumandang, bentuk perut sudah kaya bedug. Kekenyangan sampai nggak bisa bergerak. Alih-alih enak, perut jadi eneg alias terasa tidak nyaman. Akibatnya, salat Magrib seringkali terlewat karena lebih sibuk mengurus perut. Kalaupun sempat, rasanya jauh dari kata nyaman sehingga jatuhnya tidak khusyuk.
Hmmm, sayang banget, kan?
Nah, almarhum KH Zainuddin MZ punya tips ringan untuk mengatasi itu. Tips ini didasarkan pada kebiasaan Rasulullah SAW ketika berbuka puasa. KH Zainuddin MZ menyarankan agar berbuka dilakukan dalam, kata beliau meminjam istilah tinju, tiga ronde yang terbagi-bagi menjadi: (1) camilan pembuka, (2) makanan ringan, dan (3) makanan berat.
Ronde pertama, cukup batalkan puasa dengan seteguk teh manis dan camilan. Ya, sekedar membatalkan puasa saja. Seteguk teh hangat ditambah satu-dua buah kurma, itu yang disarankan KH Zainuddin MZ mengacu pada kebiasaan Rasulullah. Setelah itu, ambil wudhu dan tegakkan salat Magrib karena waktunya tidak lama. Jangan sampai ketinggalan!
Ronde kedua, usai salat Magrib lanjutkan berbuka dengan makanan ringan. KH Zainuddin dalam ceramahnya menyebut kolak atau sop buah sebagai menu di ronde ini. Tambahan satu mangkuk kolak membuat perut jadi lebih nyaman, sudah cukup bekal untuk menjalankan salat Isya yang dilanjut dengan tarawih berjamaah di masjid.
Terakhir, sepulang tarawih lanjutkan dengan ronde ketiga: makan besar! Di sinilah kita bisa makan sepuasnya, sekenyang-kenyangnya. Sembari menunggu datangnya waktu tidur, isi malam Ramadhan dengan tadarus al-Qur'an. Mantap, bukan?
Image may be NSFW. Clik here to view.
Berbuka dengan Menu Sehat Karena KH Zainuddin MZ adalah seorang dai, maka tips di atas semata-mata dengan pertimbangan ibadah. Tujuan beliau agar kaum Muslim tidak melewatkan waktu salat Magrib karena terlalu kekenyangan saat berbuka. Pun, tetap nyaman saat menjalankan salat Isya dan tarawih karena perut hanya diisi sekedarnya.
Kita bisa memodifikasi tips tersebut dengan lebih mempertimbangkan faktor kesehatan. Misalnya, di ronde pertama ganti teh manis dengan air putih dan kurma dengan buah segar. Kurma yang dijajakan di Indonesia kebanyakan dalam bentuk manisan dengan kadar gula cukup tinggi. Demikian pula teh manis yang mengandung gula.
Mengonsumsi makanan manis-manis setelah seharian penuh berpuasa tidak baik bagi kesehatan. Jangan terpengaruh iklan yang mengulang-ulang kalimat "Berbukalah dengan yang manis-manis" sebab itu tidak sesuai dengan panduan kesehatan. Mereka sedang berjualan, apa saja dilakukan yang penting produknya laku. Sebaliknya, jangan menyantap makanan manis sebagai menu pembuka puasa.
Kajian ilmiah menunjukkan berpuasa adalah cara untuk mengistirahatkan organ-organ pencernaan di dalam tubuh selama setidaknya 12-13 jam sehari. Ini merupakan salah satu cara untuk merawat organ, sekaligus mencegah hal-hal buruk yang mungkin terjadi pada organ akibat terlalu lelah bekerja mengolah makanan dan minuman.
Sayangnya, kita terkadang justru merusak manfaat tersebut dengan pola makan yang salah saat berbuka. Contohnya ya memakan yang manis-manis itu. Padahal dalam ilmu kesehatan, perut yang kosong selama 12-13 jam tidak baik diisi makanan dengan kandungan glukosa tinggi. Teh manis, kurma yang notabene adalah manisan, juga kolak dan sup buah adalah contohnya.
Akibatnya, alih-alih mendapat manfaat sehat karena berpuasa, pola makan yang salah justru membuat organ kita tersiksa atau malah lebih tersiksa dari saat tidak berpuasa. Kalau sudah begini hal-hal lebih buruk mungkin saja terjadi.
Food Combining Salah satu cara agar puasa membuat kita benar-benar sehat adalah dengan menerapkan pola food combining. Ini sebuah disiplin yang didasarkan pada ritme kerja organ pencernaan. Dengan food combining, kita mengatur dan mengombinasikan makanan serta pola makan sesuai kinerja organ sehingga tubuh lebih sehat.
Dalam survei yang diadakan Litbang Kompas pada 28-30 April 2015, sebanyak 34,4% dari 704 responden di 10 kota menyebut food combining sebagai pola makan ideal. Mengungguli empat sehat lima sempurna yang dulu jadi acuan dunia kesehatan selama puluhan tahun.
Lihat aja riset dari Litbang Kompas yang terkenal dan terpercaya ini.
Dalam dunia kesehatan, tubuh mempunyai siklus alami tertentu yang mengatur kinerja seluruh organ secara serasi. Siklus tersebut dikenal sebagai Ritme Sirkadian. Ini adalah sesuatu hal yang pasti pada setiap manusia - juga makhluk hidup lainnya, sehingga melawan ritme ini sama dengan merusak tubuh karena kinerja organ menjadi terganggu.
Tak ada pilihan lain kecuali mengatur pola hidup mengikuti ritme ini agar tubuh senantiasa sehat. Menerapkan pola makan ala food combining bisa dibilang merupakan hal wajib bagi Muslim yang tengah berpuasa, sebab salah satu manfaat berpuasa adalah demi kesehatan organ pencernaan.
Sebagai contoh, Ritme Sirkadian mempelajari bahwa malam adalah waktunya beristirahat untuk tidur. Yang tidur orangnya. Sedangkan organ-organ pencernaan justru bekerja keras mengolah makanan dan minuman yang kita makan sepanjang hari itu. Kerja ini membutuhkan energi sangat besar. Itu sebabnya kita merasa mengantuk saat malam dan disarankan untuk tidur.
Dalam lagu Begadang, H. Rhoma Irama yang adalah sahabat almarhum KH Zainuddin MZ mengatakan melek malam tidak baik bagi kesehatan. Bang Haji menyebut angin malam sebagai penyebab, dan itu ada benarnya. Tapi tetap terjaga pada saat organ pencernaan tengah bekerja keras mengolah makanan bakal membuat tubuh menjadi kelelahan, sangat lelah sekali. Akibatnya organ tubuh rentan terhadap kerusakan.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Food combining mengatur pola makan mengikuti Ritme Sirkadian ini. Karena malam adalah waktunya sistem pencernaan mengolah makanan, maka sangat tidak dianjurkan makan di malam hari. Makan sewaktu organ tengah bekerja berarti memberi pekerjaan dobel. Itu sangat memberatkan. Waktu terbaik untuk makan malam adalah sebelum pukul 19.00 WIB. Ada pula yang sudah berpantang makan selewat jam enam sore.
Kemudian ketika bangun pagi fungsi pencernaan tengah menjalankan tugasnya membuang sisa-sisa hasil pengolahan makanan yang dilakukan malam harinya. Ini sebabnya kita seringkali merasa ingin buang air besar tak lama setelah bangun tidur. Waktu alami untuk BAB memang di pagi hari.
Dalam acuan food combining, tidak disarankan mengonsumsi makanan berat di pagi hari. Ini dapat menyebabkan terganggunya kerja organ-organ pencernaan. Ya, organ yang tengah membuang sisa-sisa makanan keluar dari tubuh. Usahakan tidak memakan makanan berat hingga setidaknya pukul 11.00, waktu di mana seluruh proses pembuangan sisa-sisa makanan selesai dilakukan.
Untuk sarapan pagi, pilihlah makanan-makanan ringan. Namun bukan camilan ya, melainkan makanan yang ringan dicerna tubuh serta memiliki kandungan gizi lengkap. Buah matang adalah pilihan tepat. Paham food combining sangat menganjurkan kita untuk makan buah sebagai menu sarapan. Buah merupakan makanan komplet tapi ringan dicerna sehingga tak memberatkan kinerja organ pencernaan yang tengah bekerja keras.
Barulah setelah pukul 11.00 kita bebas memakan apa saja. Nasi beserta lauk-pauk dan sayur-mayur bebas dimakan selama periode ini. Syaratnya cuma satu: patuhi aturan mengenai padu-padan karbohidrat, protein hewani, dan protein nabati.
Rumusnya gampang. Makanan yang mengandung karbohidrat atau pati (nasi, kentang, jagung, ketan, tepung-tepungan) tidak boleh dimakan berbarengan dengan makanan yang mengandung protein hewani. Itu saja. Paduan yang lain bebas, sehingga nasi bisa dimakan dengan sayur-mayur, atau sayur-mayur dengan daging dan ikan atau telur.
Mengapa menu harus diatur, dipadu-padankan sedemikian rupa? Ini terkait kajian mengenai enzim pencernaan dalam tubuh. Diketahui jika enzim untuk mencerna protein hewani tidak dapat bekerja bersamaan dengan enzim untuk mencerna karbohidrat. Jadi bila dua makanan tersebut dimakan berbarengan, salah satunya dipastikan tidak dapat dicerna dengan baik dan menjadi sampah dalam tubuh.
Sampah yang menumpuk lama-lama berubah menjadi racun jahat!
Image may be NSFW. Clik here to view.
Sahur dan Berbuka dengan Buah Oke, lalu bagaimana cara menerapkan food combining dalam berpuasa? Kita tahu, aturan makan dalam berpuasa berlawanan dengan jam biologis. Siang kita tidak boleh mengonsumsi apapun hingga matahari terbenam, sedangkan malam hari diperbolehkan makan hingga sebelum Subuh. Apa solusinya?
Satu hal yang harus dikoreksi, puasa sama sekali tidak bertentangan dengan jam biologis maupun Ritme Sirkadian. Aturan makan dalam berpuasa masih sesuai dengan siklus alamiah tubuh kok. Hanya saja ada sedikit penyesuaian saat sahur, lalu tidak boleh makan selama siang hari. Sama saja kan dengan menghilangkan menu makan siang?
Perbedaan lainnya adalah dalam sehari ada dua masa di mana perut kita kosong untuk jangka waktu lama. Yaitu setelah makan malam hingga sahur, dan sepanjang siang sejak Subuh hingga tiba waktu berbuka puasa. Mengacu pada kaidah food combining, buah sangat bagus dimakan saat perut dalam keadaan kosong. Artinya, kita disarankan untuk sahur dan berbuka dengan buah. Atau setidak-tidaknya didahului dengan buah.
Eh, tapi kan memakan buah saat perut kosong bisa bikin mulas. Ini salah kaprah. Justru memakan buah saat perut kosong akan memberi hasil terbaik. Sebab nutrisi yang terkandung dalam buah bisa lebih banyak terserap oleh tubuh. Bagi yang ingin menurunkan berat badan, makan buah sebelum makan membuat perut cepat merasa kenyang sehingga porsi makan besar berkurang.
Ada beberapa penganut food combining yang hanya sahur dengan buah lho. Sama sekali tidak makan nasi, sayur, dan lauk-pauknya. Apakah kuat puasa seharian kalau hanya sahur makan buah? Tentu saja. Coba simak uraian Dr Grace Judio-Kahl, MSc, MH, CHt, seorang ahli fisiologi dan pemerhati gaya hidup lulusan Universitas Tubingen Jerman.
Dalam diskusi "Bersama Sunpride Mendorong Masyarakat Meningkatkan Konsumsi Buah" di Jakarta pada akhir Juni 2015, Dr Grace mengatakan bahwa konsumsi buah saat sahur membuat rasa kenyang lebih lama. Ini dikarenakan kadar serat pada buah dicerna secara perlahan oleh tubuh. Sedangkan kadar gula yang terkandung pada buah membuat tubuh tidak lemas.
Berikut beberapa jenis buah yang baik disantap saat sahur, juga berbuka puasa, yang disarankan Dr. Grace dalam acara tersebut:
Image may be NSFW. Clik here to view.
Pisang Buah ini memiliki angka potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat, biasa disebut sebagai indeks glikemik, yang rendah. Sehingga gula darah naik secara bertahap dan bertahan lama dalam tubuh sehingga tidak membuat kita cepat lemas.
Pisang seratnya banyak, juga mengandung banyak vitamin B6 yang menghasilkan serotonin sehingga berefek pada mood pengonsumsinya. Tidak cuma itu saja, pisang memiliki kandungan potasium yang baik untuk pembuluh darah serta kadar antioksidan tinggi.
Jambu Biji Banyak yang memandang remeh buah satu ini. Padahal jambu biji mampu mengikat cairan tubuh (elektrolit) sehingga mengnsomsi buah ini menjaga tubuh tidak cepat kehilangan cairan atau mudah merasa haus. Guava juga mengandung lycopen yang bagus untuk memperbaiki sel tubuh yang rusak.
Dr. Grace menyarankan untuk memakan jambu biji secara langsung, bukan dijus. Sebab buah ini akan terasa lebih mengenyangkan kalau dimakan langsung. Tapi bijinya jangan ikut dimakan ya :)
Nanas Ini salah satu buah yang banyak disalah-pahami sebagai penyebab perut mulas. Sama sekali tidak. Asalkan cara mengonsumsinya benar, nanas malah memberikan banyak mafaat bagi tubuh. Kandungan airnya yang banyak memberikan rasa kenyang dalam waktu lama.
Nanas juga mengandung bromelain yang dapat memecah protein, serta membantu meredakan radang. Buah bermahkota ini ampuh untuk melawan sakit tenggorokan, dan baik bagi pencernaan karena memudahkan buang air besar.
Saya sendiri suka sekali makan semangka dan melon saat sahur, juga jeruk. Namun kandungan air yang sangat banyak pada semangka membuat saya sering buang air kecil, jadi kemudian saya pindah buah ini di waktu berbuka. Sedangkan jeruk tak cukup mengenyangkan, jadi 30 menit setelah makan jeruk saya akan sahur dengan makan besar.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Konsumsi Buah secara Benar Oya, perhatikan juga cara makan buah agar manfaatnya dapat kita serap secara maksimal. Ada beberapa buah yang sebaiknya dimakan sendirian, tidak dimakan bersama-sama buah lain. Misalnya melon. Buah-buahan manis tidak baik dicampur dengan buah-buahan asam, misalnya makan pepaya bersama-sama jeruk.
Berikut tips dari Lifemojo.com mengenai cara makan buah yang benar:
Sebaiknya makan buah dalam keadaan perut kosong, seperti bangun tidur atau setelah berpuasa. Ini membuat penyerapan zat-zat bermanfaat pada buah oleh tubuh menjadi maksimal.
Makan buah di pagi hari juga sangat baik bagi kesehatan. Sarapan buah membantu meningkatkan gula darah secara perlahan. Kebutuhan tubuh tercukupi tanpa membenani kinerja organ pencernaan.
Perhatikan ini, jangan makan buah bersamaan dengan makanan lain. Makanlah buah dengan buah lain, tapi bukan jenis makanan lain seperti sayur atau malah makanan berat.
Kalau ingin makan manakan selain buah, beri jeda setidak-tidaknya 30 menit setelah kita menyantap buah-buahan.
Sebaliknya, kalau ingin makan buah setelah makan besar sebaiknya tunggu setelah sekitar 3 jam. Ini untuk memastikan makanan yang sebelumnya dimakan sudah dicerna dengan baik oleh tubuh. Tapi, sebaiknya hindari sebab manfaat terbaik buah hanya bisa didapat ketika dimakan dalam keadaan perut kosong.
Masyarakat kita punya kebiasaan cuci mulut, yakni makan buah setelah makan besar. Well, ini bukan kebiasaan baik. Manfaat buah tidak dapat dirasakan secara maksimal dengan cara begini, malah cenderung menumpuk sampah di perut.
Makanlah buah organik agar terhindar dari efek pestisida yang mungkin masih tersisa.
Hindari mengonsumsi buah kaleng, buah beku, atau buah yang sudah diproses. Buah-buahan begini biasanya mengandung banyak gula, bahan pengawet, atau bahan kimia yang tidak diinginkan. Buah terbaik adalah buah segar yang matang di pohon.
Menyinggung soal buah yang diawetkan, saya jadi teringat kurma yang banyak beredar di pasaran Indonesia selama Ramadhan. Berbuka puasa dengan kurma adalah sunah Rasul, alias kebiasaan Rasulullah Muhammad SAW. Namun, perhatikan bahwa yang kurma yang kita makan berbeda dengan yang Rasul makan.
Bedanya di mana? Rasul memakan kurma matang pohon, atau setidak-tidaknya bukan kurma awetan seperti yang biasa kita beli. Jika kita mau memaknai sunah tersebut dari sudut pandang lain, maka sunahnya bermakna bahwa Rasul mengajarkan kita untuk berbuka puasa dengan buah. Tepatnya buah-buahan lokal.
Di padang pasir setandus Jazirah Arab, kurma adalah buah-buahan yang paling banyak ditemukan. Kurma yang matang di pohon rasanya manis dan mengandung air meski tak terlalu banyak. Jadi, rasanya tidak melenceng dari sunnah jika saya menyebut anjuran Rasul memakan kurma saat berbuka esensinya adalah memakan buah matang yang rasanya manis.
Jika Rasul memakan buah kurma - notabene merupakan buah lokal Arab, maka kita di Indonesia bisa memakan buah lokal setempat. Pisang, jambu biji atau nanas seperti yang disarankan Dr. Grace. Bisa juga mangga, semangka, melon, rambutan, atau jeruk manis. Kunyah pelan-pelan agar buah tercampur dengan air liur sebagai komponen penting dalam proses pencernaan.
Image may be NSFW. Clik here to view.
Buah Pasti Sunpride! Bicara buah lokal, tidak bisa tidak kita harus menyinggung nama Sunpride yang merupakan ikon buah-buahan lokal Nusantara. Bekerja sama dengan Nusantara Tropical Farm (NTF), Sunpride yang berada di bawah payung PT Sewu Segar Nusantara fokus pada distribusi dan pemasaran buah lokal. So, tidak salah kalau ada ya bilang, "Buah Pasti Sunpride!"
Nama Sunpride pertama kali dikenal dengan produk Pisang Cavendish. Tapi kini ada berbagai macam buah-buahan lokal bermutu tinggi yang dipasarkan. PT SSN mempunyai lahan seluas 3.500 hektar di Lampung untuk menanam Pisang Cavendish, Nanas Honi, Guava Crystal, pepaya, dan buah naga. Selain itu terjalin pula kerja sama dengan petani di Jawa Tengah untuk pembudi-dayaan melon dan jeruk.
Tak cuma buah lokal, Sunpride memenuhi permintaan akan buah impor melalui kerja sama dengan Zespri. Hadirlah Kiwi Zespri dalam jajaran lini produk Sunpride. Pada perkembangannya, perusahaan ini melengkapi daftar buahnya dengan pir dan apel.
Dari sekian buah yang ditawarkan, saya paling tertarik dengan Nanas Honi. Pasalnya, saya punya kenangan dengan nanas. Hehehe...
Ceritanya, semasa masih tinggal di Sungai Bahar, Jambi, di sebelah rumah kami ada deretan tanaman nanas sebagai pembatas lahan. Kata Ibu saya yang menanam tetangga sebelah, tapi kami dibolehkan ikut menikmatinya. Karena banyak dan rimbunnya deretan tanaman nanas tersebut, hampir tiap hari saya bisa menemukan nanas matang.
Saya bisa menghabiskan satu buah nanas sendirian lho. Kalau warna kulitnya sudah menguning dan mata atau sisiknya melebar, itu tandanya nanas matang sempurna. Saat dikupas airnya berlelehan di tangan. Waktu itu saya mengupasnya dengan cara diulir untuk membuang mata nanas. Padahal ada cara lebih praktis, seperti ditunjukkan dalam video di channel YouTube Sunpride ini.
Nanas Honi merupakan salah satu produk andalan Sundpride. Nanas Honi dipanen di waktu terbaiknya, yakni ketika kulit berwarna kuning terang dengan sedikit menyisakan warna hijau. Kulitnya lebih tipis, sehingga mudah dikupas dan dipotong. Sedangkan daging buahnya kuning keemasan, merupakan kondisi terbaik untuk dimakan.
Kandungan air pada nanas cocok untuk menyegarkan tubuh saat berbuka. Jangan kuatir, nanas matang sempurna tak membuat perut mulas. Terlebih Nanas Honi rasanya manis, tidak asam, sehingga aman bagi lambung. Jika nanas pada umumnya memiliki rasa asam dan getir sehingga gatal di lidah, Nanas Honi benar-benar manis.
"Nanas Honi mengandung kadar kalsium oksalat yang rendah, sehingga tidak memicu gatal dan tidak perlu direndam dengan air garam terlebih dahulu," demikian penuturan Sobir, PhD., Kepala Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor saat acara peluncuran Nanas Honi, April 2013.
Bagi yang ingin menurunkan berat badan, Nanas Honi mengandung giuriti efek yang dapat melunturkan lemak. Buah ini juga kaya akan serat, namun rendah kandungan kalori, sodium, dan lemak. Selain dimakan, Nanas Honi bisa dijadikan masker untuk menghilangkan jerawat atau bekas luka.
Sayang disayang nih, saya belum bisa ikut merasakan segarnya Nanas Honi. Di kota kecil seperti Pemalang belum ada yang menjual buah-buahan Sunpride. Jadilah saya hanya bisa ngiler setiap kali melihat kawan-kawan blogger share foto-foto buah Sunpride. Seperti sewaktu Mbak Evrina Budiastuti share foto Rock Melon di akun Instagram-nya. Hmmm...
A photo posted by Evrina Budiastuti (@evrinasp) on
Pemalang sendiri sebenarnya punya nanas khas yang disebut Nanas Madu. Sentra utama produksinya di Kecamatan Belik, wilayah selatan Pemalang yang berada di kaki Gunung Slamet. Nanasnya kecil-kecil, saya bisa makan 3-4 buah sekali duduk. Kalau hanya satu tidak bakalan kenyang. Hehehe...
Semoga saja Sunpride segera meluaskan jaringan pemasaran dan distribusinya ke daerah-daerah. Kami orang daerah juga berhak dong menikmati buah-buahan lokal bermutu tinggi. Iya kan?
Semoga bermanfaat!
Sumber-sumber: www.sunpride.co.id, termasuk foto-foto berlogo Sunpride)
SELEPAS menulis review tentang sebuah hotel di Uluwatu, saya jadi teringat kalau saya sendiri belum pernah sampai ke Bali. Beberapa kali hanya nyaris saja pergi ke sana, dan selalu tertahan di Pelabuhan Ketapang. Entahlah, tapi kok belum sreg rasanya hidup di Indonesia kalau belum pernah mengunjungi Bali.
Ya, siapa yang tak kenal Bali. Sejak saya belum lahir provinsi ini merupakan destinasi wisata nomor satu di Indonesia, serta menjadi rekomendasi di luar negeri. Kalau menarik lebih jauh ke belakang, Bali sudah menjadi tujuan wisata di jaman pemerintahan Hindia Belanda. Di masa itu turis-turis mancanegara sudah berdatangan ke sana. Buktinya bisa dilihat dari video-video rekaman Bali pada tahun-tahun prakemerdekaan yang banyak beredar di YouTube.
Saya memang belum pernah ke Bali, tapi saya pernah berhubungan dekat dengan komunitas Bali. Tepatnya Bali perantauan, sewaktu saya dan keluarga masih tinggal di kawasan transmigrasi di Batumarta, Kab. OKU Timur, Sumatera Selatan. (Baca juga:Putra Jawa Kelahiran Sumatera dan Masjid yang Dibangun dengan Getah Karet)
Teman sebangku saya sewaktu kelas satu di SLTP Negeri 4 Batumarta seorang Bali. Saya masih ingat betul nama dan wajahnya hingga saat ini. I Made Bimbo, tapi seringkali kami pelesetkan jadi I Made Bumbu.
Selain Bimbo, satu lagi orang Bali sekelas di SMP yang masih saya ingat jelas nama dan wajahnya adalah Kadek Sarianti. Ehem, benar dia seorang perempuan. Sejak masih kelas satu Kadek jadi primadona sekolah. Banyak kakak-kakak kelas yang sengaja mendatangi kelas satu saat jam istirahat cuma untuk melihat Kadek. Dari yang tingkahnya sopan, sampai yang capernya amit-amit naudzubillah.
Iya, iya, saya akui saya dulu juga salah satu pemuja rahasia Kadek Sarianti. Siapa sih yang nggak? Melihat wajah Kadek secara otomatis di kepala saya terngiang lagunya Ari Wibowo yang berjudul Ida Ayu Komang. Yap, Kadek bagi saya adalah gambaran cewek Bali yang ayu nan anggun tapi pemalu, seperti yang digambarkan oleh model dalam video klip tersebut.
Oya, Bimbo kawan SMP saya itu sampai sekarang masih tinggal di Blok B Batumarta VI, Kec. Madang Suku III, OKU Timur. Seperti halnya anak-anak Bali seusianya, Bimbo menghabiskan masa kecil di Batumarta. Ayah-ibunya ikut program transmigrasi dan ditempatkan di perkampungan yang terletak tepat di tengah-tengah perkebunan karet.
Memegang Teguh Tradisi Meskipun tinggal jauh dari tempat asal-usul, keluarga Bimbo dan warga Bali perantauan tetap memegang teguh tradisi dan adat-istiadat mereka. Kawasan pemukiman yang berjarak kira-kira lima jam perjalanan darat dari Palembang tersebut seolah menjelma jadi Bali kecil. Pura-pura bertebaran, lalu saat Hari Raya Galungan tiba rumah-rumah dan sepanjang ruas jalan di mana warga Bali tinggal dihiasi penjor aneka bentuk.
Untuk keperluan peribadatan, tiap-tiap rumah warga Bali di Batumarta mempunyai pura sendiri-sendiri. Ini wajib hukumnya bagi penganut Hindu Bali. Sebab keberadaan pura di halaman rumah sendiri mempermudah pelaksanaan ibadah harian setiap pagi dan sore. Kalau tak mempunyai pura di rumah, ibadah musti dilakukan di pura milik kampung atau desa yang jaraknya belum tentu dekat.
Lagipula pura tak hanya untuk ritual pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa, tapi juga leluhur keluarga. Karenanya memiliki pura pribadi adalah semacam kewajiban bagi masyarakat Hindu Bali di Batumarta. Sama halnya dengan warga Bali di tempat asalnya nun jauh di Pulau Bali.
Satu hal yang jadi kekaguman warga etnis lain terhadap komunitas Bali adalah soal pengorbanan untuk membangun pura. Mereka mau habis-habisan membangun pura sekalipun hidupnya masih belum mapan secara finansial. Pura dibangun semegah-megahnya, meski rumah tempat tinggal mereka hanya berdinding gedhek dan beratap ilalang.
Tentu bukan alasan jika warga Bali harus memilih antara memperbaiki rumah atau membangun pura. Dengan biaya yang nyaris sama, mereka lebih suka membangun pura demi memudahkan ritual pemujaan sehari-hari. Padahal biaya untuk pura bukan cuma ongkos membangun, tapi juga perawatannya. Termasuk juga kain-kain dan canang (sesaji) yang musti diganti terus-menerus.
Image may be NSFW. Clik here to view.
So, pura megah dan bagus di halaman sebuah rumah (maaf) buruk bukan pemandangan aneh di Batumarta. Hal sama berlaku pada pembangunan pura kampung atau pura desa. Jangan heran melihat sebuah komplek peribadatan mahabesar nan luas dan indah di tengah-tengah perkampungan warga Bali yang rumahnya kebanyakan masih berdinding papan beralas tanah.
Kami sudah mafhum, bagi orang Bali lebih baik pura mereka yang bagus ketimbang punya rumah mentereng tapi puranya ala kadar. Bagi mereka ini merupakan salah satu wujud syukur terhadap nikmat yang telah diberikan Sang Hyang Widi Wasa. Keteguhan terhadap keyakinan membuat mereka rela berkorban, mewujudkan cinta kasih pada Sang Dewata dalam bentuk pura-pura megah. Tak peduli bagaimana pun kondisi mereka sendiri.
Oktober 2011 lalu masyarakat Bali di Batumarta pernah membuat geger Sumatera Selatan. Pasalnya, mereka membangun sebuah pura dengan anggaran Rp 1,5 miliar yang kesemuanya merupakan hasil swadaya warga. Pura di Desa Swarnaloka Batumarta VII, Kecamatan Madang Suku III, tersebut diberi nama Pura Puseh. (sumber)
Pura-Pura Menakjubkan Pengorbanan dan kegigihan dalam membangun pura ini rasanya sudah menjadi darah daging orang Bali. Mereka tak mau tanggung-tanggung. Mereka ingin pura dibuat sebagus mungkin, semegah mungkin, semenawan mungkin, sekalipun bagi orang lain terlihat mustahil untuk dikerjakan. Karenanya jangan heran kalau di Bali banyak pura-pura menakjubkan.
Pura Uluwatu salah satu contohnya. Pura yang juga dikenal dengan nama Pura Luhur Uluwatu tersebut terletak di ketinggian 97 meter di atas permukaan laut. Berdiri kokoh di puncak tebing batu, menghadap ke Samudera Hindia nan ganas.
Coba bayangkan sejenak, bagaimana caranya orang-orang yang membangun pura tersebut membawa batu-batu ke atas bukit? Batu-batu bahan pembuatan pura tersebut biasa terdapat di sungai, sisa-sisa lahar letusan gunung berapi. Lihat di Google Maps, berapa jarak sungai terdekat dari Pura Uluwatu? Dan batu-batu tersebut dibawa menanjak ke atas bukit!
Wisatawan yang tak membawa apa-apa saja banyak dibuat terengah-engah saat meniti undak-undakan tangga menuju Pura Uluwatu. Bagaimana dengan orang Bali yang dulu membawa batu-batu tersebut ke atas bukit?
Image may be NSFW. Clik here to view.
Lihat juga Pura Tanah Lot. Bayangkan bagaimana orang-orang Bali dahulu membawa batu-batu bahan pembuatan pura menuju ke atas batu raksasa di tengah kepungan air laut. Membayangkannya saja tidak mudah. Entah dari mana pula asal batu-batu tersebut. Tapi orang Bali bisa melakukannya, dan jadilah Pura Tanah Lot yang dikagumi wisatawan dari berbagai belahan Bumi.
Bagi saya, jawabannya adalah kegigihan orang Bali dalam mewujudkan apa yang mereka inginkan. Kecintaan pada Sang Hyang Widhi Wasa membuat orang Bali merancang pura di tempat-tempat luar biasa demi mendekatkan diri pada Penguasa Jagat. Tempat yang terlihat tidak mudah. Tapi, toh, pura-pura luar biasa tersebut rampung dan terus mengundang decak kagum hingga kini.
Saya jadi berandai-andai. Saya pernah melihat pura-pura kecil di rumah-rumah tetangga semasa tinggal di Batumarta dulu. Saya juga pernah dibuat tertegun penuh kagum oleh kemegahan sebuah pura desa di sana, yang saya kira candi. Satu yang belum saya alami adalah melihat pura-pura Hindu Bali di tempat asalnya. Tentu bakal menyenangkan sekali.
Seperti saya ceritakan di paragraf pembuka, beberapa kali saya hanya nyaris ke Bali. Sewaktu mengunjungi paman di perbatasan Banyuwangi-Situbondo, niat untuk menyeberang via Ketapang selalu ada. Tapi karena tak direncanakan sebelumnya, niat mendadak tersebut tak pernah terwujud. Jadilah saya harus puas hanya bisa melihat daratan Bali dari Watudodol.
Ah, semoga saja tulisan yang saya ikut-sertakan dalam #JejakMahakarya Blog Competitin 2016 dari simbokvenus.com ini bisa mengantarkan saya jalan-jalan enam hari di Bali. Ya, ENAM HARI! :)
Catatan: - Foto 1: Pura salah satu desa di Batumarta, OKU Timur, Sumatera Selatan. (imgrab.com) - Foto 2: Pura Luhur Uluwatu di Kabupaten Badung, Bali. (Kemdikbud.go.id) - Foto 3: Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, Bali. (plesiryuk.com)