Quantcast
Channel: bungeko.com
Viewing all 271 articles
Browse latest View live

9 Keuntungan Booking Online Menurut Saya

$
0
0

SETIAP naik pesawat terbang saya selalu teringat kali pertama berkendara dengan burung besi ini. Mundur kira-kira 10 tahun lalu, ketika rasa penasaran adik perempuan saya membawa kami mudik dengan pesawat. Terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju ke Bandara Sultan Thaha, menumpang Batavia Air yang kini tinggal nama.

Waktu itu Ramadhan tahun 2005. Saya masih kuliah di Akademi Komunikasi Yogyakarta, kuliah yang sebenarnya agak tidak jelas juntrungannya. Sedangkan adik menempuh strata satu di STIE Muhammadiyah Tangerang. Kalau nggak salah sekarang kampus itu jadi Universitas Muhammadiyah Tangerang ya?

Nah, kami janjian mudik bareng jelang lebaran. Saya ke Tangerang naik bus malam dari Terminal Umbulhajo, lalu rencananya sih mau lanjut naik bus lagi. Tapi rupanya adik saya tertarik mencoba pengalaman baru: naik pesawat! Setelah cari-cari info, akhirnya kami mem-booking dua tiket penerbangan Jakarta-Jambi.

Jangan bayangkan booking tiket pesawat masa itu seperti sekarang. Jaman itu aplikasi mobile belum banyak digunakan. Jangankan aplikasi, hapenya saja hanya bisa mengakses internet lewat WAP. Jadi, booking tiket pesawat kami lakukan langsung ke travel agent. Atau kalau menurut istilah sekarang booking secara offline.

Bukan pekerjaan mudah lho memesan tiket pesawat secara offline. Pertama-tama kami cari tahu dulu agen penjual tiket pesawat di daerah Karawaci dan juga Tangerang. Didapatlah beberapa nama, beserta alamat dan nomor telepon. Karena kami hanya bisa mengandalkan angkutan umum untuk keluar-keluar, dipilihlah cara paling praktis untuk ukuran jaman itu: menelepon.

Well, meski praktis tapi tetap saja menelepon bukan cara terbaik untuk memesan tiket pesawat. Apalagi jika dibandingkan dengan sekarang. Satu kelemahan yang paling membuat kami keki adalah kami tidak bisa mengetahui harga terlebih dahulu. Padahal kami tergolong budget flyer. Maunya tiket termurah, hehehe.

Telepon agen satu, tanya penerbangan ke Jambi untuk tanggal sekian ada apa tidak? Pesawatnya apa? Lalu ketika harga disebut, ternyata di luar bayangan kami. Terlalu tinggi. Ganti telepon agen satunya lagi, masih sama saja harga yang ditawarkan tidak pas. Adik saya akhirnya berpesan pada salah satu agen untuk menelepon balik jika ada tawaran harga terbaik.

Mudik lintas pulau membawa dua anak kecil membuat saya lebih memilih naik pesawat. Walaupun di Pemalang tak ada travel agent, sama sekali tak ada kesulitan dalam memesan tiket. Booking online saja, beres!

Agen tersebut benar-benar menghubungi. Setelah kami menunggu selama dua hari. Mengabarkan ada tiket yang tidak selisih jauh dari budget kami, tapi kami tidak bisa memilih tanggal dan jam keberangkatan. Demikian pula maskapainya. Apa boleh buat, prioritas kami memang harga jadi terima sajalah.

Singkat cerita, kami pun menginjakkan kaki di Bandara Internasional Soekarno-Hatta untuk kali pertama. Berangkat dari kontrakan adik sebelum subuh sebab dapat penerbangan paling pagi. Sempat kebingungan di mana pintu masuk ke dalam bandara, cara check in, dan lain-lain. Lucu juga kalau ingat itu semua.

Lebih Pilih Booking Online
Pengalaman pertama naik pesawat itu rupanya membuat saya ketagihan. Adik saya pun demikian. Terlebih masa itu maskapai-maskapai penerbangan baru bermunculan. Selain Batavia Air ada pula Sriwijaya Air dan Adam Air. Harga murah jadi andalan maskapai-maskapai rintisan ini dalam menarik minat calon penumpang.

Bayangkan saja, tiket bus Jogja-Jambi masa itu (tahun 2005) harganya Rp350.000. Sedangkan tiket pesawat Jakarta-Jambi kisaran Rp400.000. Tinggal naik bus malam ke Jakarta dengan ongkos Rp95.000, atau naik kereta api yang tiketnya cuma Rp45.000, saya bisa memangkas waktu mudik secara signifikan.

Bila naik bus butuh waktu 36 jam alias sehari dua malam, plus biaya makan sepanjang jalan yang tidak bisa dibilang murah bagi kantong mahasiswa. Sedangkan dengan pesawat dari Jakarta hanya perlu waktu kurang dari 24 jam. Naik bus Jogja-Jakarta kira-kira 12 jam, lalu penerbangannya sekitar satu jam, ditambah waktu menunggu.

Terang saja, saya jadi lebih suka naik pesawat terbang untuk mudik ke Jambi. Tambah lagi ketika pemesanan tiket bisa dilakukan secara online seperti sekarang. Cukup lewat laptop atau bahkan smartphone saya bisa tahu harga tiket masing-masing maskapai di tiap-tiap jadwal penerbangan pada tanggal yang saya inginkan. Kalau cocok di kantong baru dipesan.

Saya merasa sangat tertolong dengan layanan booking online saat berada di rumah orang tua di Jambi. Tinggal di tengah-tengah kebun sawit, berjarak paling dekat 30 menit dari pusat keramaian (ATM, minimarket, kantor pos, dan sebagainya), internet dan aplikasi booking tiket benar-benar membantu saya.

Ini kejadian nyata sewaktu mudik tahun 2014. Saat kami mau balik ke Pemalang, Ibu mendadak ingin mengantar sampai Jakarta. Padahal saya sudah memesan tiket untuk kami berempat (saya, istri, dan dua anak) jauh-jauh hari, bersamaan dengan tiket keberangkatan ke Jambi sebulan sebelumnya. Apa akal?

Menuruti keinginan Ibu untuk mengajak anak-anak jalan-jalan di Jakarta sebelum balik ke Pemalang. Berkat layanan booking online saya bisa memesankan tiket pesawat buat Ibu sekalipun tengah berada di pelosok desa transmigrasi nan terpencil.

Di momen itulah layanan booking online jadi pahlawan. Cukup buka laptop, sambungkan modem, saya ketikkan satu web booking online dan mencari tiket di tanggal yang sama dengan keberangkatan kami. Pembayaran juga saya lakukan via web secara online. Tak sampai 15 menit berselang tiket untuk Ibu sudah didapat.

Meski beda maskapai (kami naik Citilink, Ibu dapat tiket Sriwijaya Air) dan jadwal keberangkatannya selisih setengah jam, Ibu tetap bisa mengantar kami sampai Jakarta. Kami berangkat bersama-sama dari Sungai Bahar, lalu berpisah sebentar di Bandara Sultan Thaha karena saya dan anak-istri terbang lebih dahulu. Sampai di Jakarta, saya sekeluarga menunggu kira-kira satu jam dan kembali bertemu Ibu.

9 Keuntungan Booking Online
Sejak itu saya semakin jatuh cinta dengan layanan booking online. Mau tiket pesawat ataupun kereta api, saya lebih suka memesan lewat aplikasi maupun web. Datang ke bandara atau stasiun cukup berbekal kode booking. Lebih praktis.

Dalam hemat saya, setidaknya ada delapan keuntungan yang bisa kita dapatkan dari booking online. Apa saja?

1. Booking tiket di kenyamanan rumah sendiri
Tidak perlu keluar rumah untuk memesan tiket ke travel agent. Kita bahkan tidak perlu keluar kamar! Cukup hidupkan laptop atau buka aplikasi pemesanan online di smartphone, kitapun sudah bisa mencari tiket yang diinginkan. Tentukan tanggal, lalu klik. Berikutnya keluar deretan pilihan berdasarkan jam keberangkatan dan maskapai. Tinggal pilih.

2. Bisa pesan kapan saja
Memesan tiket secara offline dibatasi oleh jam buka kantor. Baik kantor agen penjualan tiket, maupun kantor tempat kita bekerja bagi yang berstatus karyawan. Booking via telepon bisa jadi solusi, tapi tetap saja jam operasionalnya terbatas. Beda cerita dengan booking online via web atau aplikasi mobile yang bisa dilakukan kapan saja, 24 jam sehari, tujuh hari sepekan, 30 hari sebulan.

3. Sangat mudah
Booking online itu mudah. Sangat mudah malah. Yang diperlukan hanyalah koneksi internet, atau aplikasi mobile dan paket data bagi pengguna smartphone. Cukup klik sana-sini, pilih ini-itu, hanya dalam waktu belasan menit tiket yang diinginkan sudah didapat. Simpel.


4. Dapat tawaran harga terbaik
Ini kelebihan yang dicari-cari budget traveler, ataupun buat orang perhitungan seperti saya. Hahaha. Dengan booking online kita bisa membanding-bandingkan harga secara lebih mudah, dan mendapatkan penawaran terbaik. Hal ini tidak mungkin didapat kalau booking secara tradisional. Kecuali punya waktu sangat luang untuk datang dari satu travel agent ke travel agent lain. Capek, Kakak...

5. Tahu harga sebelum memesan
Kalau kamu adalah tipe orang yang sangat memperhitungkan pengeluaran sebelum bepergian, poin ini untukmu. Dengan memesan tiket secara online kita sudah tahu harga sebelum membeli. Ini membuat kita lebih mudah merancang budget. Terpenting lagi, kebanyakan layanan booking online memberikan harga final tanpa tambahan biaya lain.

6. Banyak pilihan
Ada banyak cara untuk memesan tiket secara online. Kita bisa buka web resmi maskapai, atau melalui web dan aplikasi mobile milik berbagai jasa layanan booking online. Di smartphone saya saja ada tiga aplikasi booking online, yang saya gunakan secara bergantian tergantung mana yang menawarkan harga terbaik.

7. Bertabur promo dan diskon
Saya pernah mendapat tiket pesawat Jakarta-Solo seharga Rp272.000 (screenshoot di atas). Jauh lebih murah dari harga yang tertera di web resmi maskapai. Kok bisa? Karena layanan booking online yang saya gunakan sedang menggelar promo. Jadilah tiket yang normalnya dibanderol paling murah Rp350.000 untuk maskapai low cost carrier bisa saya tebus di bawahnya.

Dan, promo maupun diskon seperti ini seringkali digelar oleh penyedia layanan booking online. Ada yang kasih diskom langsung Rp100.000 per tiket, atau harga coret. Belum lagi program cashback atau poin berhadiah berbagai macam barang. Asyik, bukan?

8. Tidak butuh kartu kredit
Pemahaman salah tentang booking online adalah bahwa kita harus punya kartu kredit. Tentu saja tidak. Ada banyak kok layanan pemesanan tiket online yang metode pembayarannya sangat beragam. Transfer tunai, transfer via ATM, mobile banking, e-banking, bahkan sekarang bisa bayar lewat Kantor Pos dan minimarket semacam Indomaret maupun Alfamart. Opsi terakhir merupakan favorit saya.

9. Lebih menyenangkan
Percayalah, berburu tiket secara online itu sangat menyenangkan. Mengalami sendiri setiap prosesnya adalah pengalaman sangat berharga. Mulai dari menentukan tanggal, memilih maskapai dan jadwal penerbangan, melakukan pembayaran, mendapatkan kode booking, semuanya terasa menarik dijalani. Belum lagi kalau kita ikut berburu tiket promo, terus dapat harga yang tidak masuk akal murahnya, dijamin kamu akan merasa bahagia selama beberapa hari ke depan.

Semoga bermanfaat!

Tur Cokelat Bali Hari 2: Hujan-hujanan di Taman Ujung Soekasada

$
0
0

HARI kedua di Bali hujan deras turun sejak pagi buta. Awalnya saya tak tahu kalau hujan, sebab kamar menghadap tembok pembatas hotel sebelah. Mepet sekali, hanya berjarak kira-kira 150-200 cm. Langit pun tak terlihat karena tertutup atap gedung. Satu-satunya petunjuk kalau sedang hujan adalah cuaca yang tetap gelap padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WITA.

Lepas mandi anak-anak mengajak keluar kamar. Mereka bilang mau lihat kolam renang. Entah dari mana mereka tahu di Grand Ixora Resort Kuta ini ada kolam renang. Mungkin diberi tahu istri. Jadilah kami keluar. Lokasi kamar di lantai dasar, jadi ke kolam renang cukup berjalan beberapa menit saja.

Hujan tinggal rinai-rinai kecil, tapi tetap saja kami bakal basah kalau berlama-lama di kolam renang tanpa payung. Tak sampai 10 menit kami kembali ke kamar untuk berkemas-kemas. Lebih asyik menghabiskan waktu di restoran sembari sarapan. Apalagi malamnya anak-anak tak banyak makan sewaktu sunset dinner di Jimbaran.

Sarapan di hotel berbintang jadi pengalaman pertama bagi istri dan anak-anak. Saya cuma pernah mengajak mereka menginap di hotel melati sewaktu liburan ke Jogja pertengahan 2013. Sarapannya teh plus roti tangkup yang ditaruh di meja depan kamar. Pernah juga menginap di guest house setahun berselang, masih di Jogja, dan tidak dapat sarapan.

Bagi saya sendiri ini seolah deja vu. Dunia pariwisata termasuk di dalamnya perhotelan adalah bidang yang saya pelajari begitu lulus SMA. Dua tahun saya menempuh pendidikan pariwisata di sebuah kampus yang sudah bubar di Jogja. Sempat magang setengah tahun di Novotel Solo, lalu kerja sebagai resepsionis serabutan di Hotel Winotosastro Garden, dan pernah pula merintis karier sebagai pemandu wisata aka tour guide.

Jadilah lima menit pertama saya memandu istri dan anak-anak keliling restoran. Membukai satu-satu hidangan yang tersedia, mencari di mana minuman dan buah berada, juga piring dan sendok-garpu. Anak-anak senang sekali begitu melihat dua jus siap minum. Damar mengambil jus jambu, sedangkan Diandra mengambil jus sirsak.

Kira-kira satu jam kami di restoran. Lebih banyak menuruti tingkah Diandra yang ingin mencicipi semua makanan yang tersedia. Mula-mula nasi goreng sosis seperti kakaknya, lalu pengen coba mi goreng. Begitu saya kasih tahu ada buah dia minta semangka dan melon. Eh, melihat jejeran roti tawar dan aneka selai di dekat pintu masuk restoran dia mau juga. Terakhir, dia minta ketoprak. Alamak!



Belajar Batik Bali
Karena jarum jam sudah menunjuk ke angka 09.00 WITA, kamipun naik ke bus. Rupanya kami penumpang pertama. Peserta lain termasuk rombongan panitia masih bertebaran di restoran dan lobi menikmati sarapan masing-masing. Okelah, kita tunggu sembari bermain-main di dalam bus.

Destinasi pertama di hari kedua adalah workshop Batik Popiler II. Lokasinya di kawasan Tohpati, Denpasar. Saya awalnya tidak tahu apa nama tempat tersebut dan di mana alamatnya. Barulah setelah keluar dari sana saya baca papan nama di bagian depan. Alamat lengkapnya di Jl. WR Supratman No. 306, Denpasar.

Begitu turun dari bus kami digiring ke tempat wanita-wanita paruh baya duduk membatik. Pak Made, guide kami, memberi penjelasan mengenai batik Bali. Ada juga peraga alat-alat membatik, mulai dari wajan, kompor kecil, sampai canting dan malam. Lalu kami diberi secarik kain putih bergambar aneka rupa sebagai bahan belajar membatik.

Saya awalnya memilihkan gambar pola sepasang capung untuk Damar dan Diandra. Tapi mereka justru memilih gambar ikan. Pilihan yang membuat saya sadar kalau gambar capung lebih detil dan kompleks, tidak cocok untuk anak-anak. Kamipun bergantian mencoba menggoreskan malam dengan canting ke atas pola di kain.

Ternyata membatik butuh keahlian khusus ya. Seninya adalah bagaimana membubuhkan malam ke atas kain dengan rapi, tanpa tumpah berceceran, tapi juga tidak terlalu sedikit. Malam harus tembus hingga ke bagian belakang kain. Kalau tidak, gambarnya tidak akan terlihat setelah kain putih dicuci dan diwarnai.

Kerajinan seperti ini bukan kegiatan yang disukai Damar. Dia cuma bertahan sebentar, menggores satu gambar gelembung air, lalu digantikan adiknya. Tapi begitu melihat adiknya begitu asyik memindahkan malam dari wajan ke kain, dia minta giliran lagi. Saya dan istri bagian finishing, kemudian disempurnakan oleh ibu pembatik karyawan Popiler II.

Kain-kain hasil karya kami dikumpulkan ke ruang lain untuk dicuci, dan selanjutnya diwarnai. Tak lama berselang, tara! Jadilah sebuah kain batik cantik berwarna biru dengan gambar ikan putih.



Desa Adat Tenganan Pegringsingan
Perjalanan dilanjutkan ke Kabupaten Karangasem, tepatnya daerah Candidasa. Kami berhenti di restoran Lotus Seaview untuk makan siang. Tak seperti acara makan hari pertama di mana sup jagung selalu jadi appetizer, di restoran ini kami disuguhi soto ayam. Yumm! Damar dan Diandra pun lahap menghabiskan semangkuk soto jatah mereka.

Ada momen kecil yang menurut saya lucu. Begitu soto ayam terhidang di meja, salah seorang kontestan (namanya dirahasiakan) menanyakan nasi. Well, soto memang biasanya dimakan dengan nasi kan ya? Tapi karena di resto ini soto merupakan appetizer, jadi tak ada nasi yang dihidangkan.

Nasi baru nongol di hidangan utama, semacam pepes ikan komplit dengan potongan buncis dan wortel rebus. Juga dua macam sambal di wadah-wadah kecil. Kelihatannya sih enak, tapi rupanya anak-anak tidak suka. Saya sendiri merasa kurang sreg dengan nasinya menurut selera saya kurang lembut.

Habis makan anak-anak mengajak mendekat ke laut. Kami sempat foto-foto sejenak, tapi tak bisa bergaya maksimal maupaun mencari spot terbaik. Pak Rahmat, tour leader Smailing Tour yang memimpin rombongan Tur Cokelat Bali, sudah memanggil-manggil dari kejauhan agar kami segera naik ke bus.

Destinasi berikutnya Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Desa ini terkenal sebagai salah satu desa tradisional tertua di Bali. Desa adat yang masih mempertahankan tradisi, upacara-upacar adat, dan aturan-aturan Bali kuno. Hingga 1970-an, desa ini bersifat inklusif. Warga desa baru berbaur dengan dunia luar begitu dipromosikan sebagai salah satu obyek wisata oleh pemerintah setempat.

Menurut Pak Made, wanita Desa Tenganan Pegringsingan hanya boleh menikahi pria sedesa. Kalau menikah dengan orang asing, katakanlah dengan orang Jawa atau bule, maka status kewarga-desaannya hilang. Ia tidak bisa kembali ke desa andaikata bercerai dengan pasangannya.

Desa Tenganan juga dikenal sebagai produsen tenun ikat tradisional buatan tangan. Nama Pegringsingan mengacu pada kata geringsing, sebutan bagi tenun ikat tersebut. "Gering" berarti "sakit" dan "sing" berarti "tidak", sehingga bermakna "tidak sakit". Warga Desa Tenganan percaya kain tenun ikat buatan mereka mempunyai kemampuan menyembuhkan penyakit. Sebab, benang yang dipakai menenun terbuat dari serat dedaunan hutan.



Dua foto keluarga di Desa Tenganan Pegringsingan ini mungkin terjadi berkat kemurahan hati Mbak Shasya Pashatama yang menawarkan diri membantu kami berfoto. Thanks a lot, Mbak! Gusti Allah yang balas kebaikan Mbak.

Karena anak-anak bad mood - mereka menanti-nantikan kunjungan ke pabrik cokelat - kami tidak ikut masuk ke tempat pembuatan tenun ikat. Untungnya ada berbagai macam hewan di sana. Damar dan Diandra paling senang mengejar kelinci dan bermain payung.

Oya, tepat di dekat pintu masuk halaman desa, setelah patung dua kerbau, terdapat penjual merchandise berbahan daun tal atau lontar. Ada kalender Bali, ada gambar Barong, dan macam-macam hiasan dinding lain yang keseluruhannya terbuat dari lontar. Penjualnya dengan senang memperlihatkan pada kami bagaimana cara membuat tulisan dan gambar-gambar tersebut.

Main Ayunan Raksasa
Destinasi ketiga kami hari itu adalah pabrik cokelat milik seorang asing bernama Charles aka Charly. Jadi ingat novel dan film Charlie and The Chocolate Factory kan? Di Google Map tempat ini terdaftar sebagai Bali Chocolate Factory. Jaraknya hanya 15 km dari Desa Tenganan Pegringsingan. Bus kami mencapainya dalam waktu tempuh sekitar 45 menit.

Rupanya akses menuju bagian depan pabrik hanya berupa jalan setapak. Mobil kecil masih bisa lewat, tapi bus tidak. Kami diturunkan di tengah-tengah kebun kelapa, dilanjutkan berjalan kaki sekitar 10 menit. Jalan kaki yang bikin betis saya kembali cenut-cenut. Pak Rahmat sempat menawari saya naik mobil pemandu yang dibawa seorang staf Smailing Tour. Tapi saya tidak enak hati menerimanya. Ada ibu hamil dan anak-anak yang lebih layak didahulukan.

Begitu masuk ke dalam area pabrik cokelat, kami dibuat terpesona oleh lautan luas yang berada tepat di depan. Bangunan-bangunan di pabrik ini juga unik. So instagramable pokoknya. Saya dan keluarga tak sempat foto-coto cantik berlatar belakang bangunan-bangunan tersebut. Damar dan Diandra lebih tertarik mencoba ayunan raksasa yang terletak di bagian lain.

Sebenarnya kami diagendakan melihat langsung pembuatan cokelat di pabrik tersebut. Tapi entah kenapa tidak ada yang mengajak kami masuk. Mungkin karena melihat kami lebih asyik bermain-main dan foto-foto di luar. Hehehe.

Ada tiga ayunan besar yang tergantung di batang-batang pohon kelapa. Kami memilih yang papannya lebih dekat ke tanah. Itu pun rupanya anak-anak tidak mau diayun karena takut jatuh. Ya sudahlah, kita foto-foto saja di sana.


Di pojok halaman terdapat bangunan lain menyerupai kapal. Damar dengan semangat berlari ke sana, masuk ke dalamnya walau kemudian dibuat kedinginan oleh angin laut yang berhembus kencang. Bangunan kapal-kapalan itu dibuat semirip mungkin dengan kapal asli, sehingga ada lambung, buritan dan dek. Saya iseng turun ke bawah, tapi cuma sebentar karena rupanya panas dan pengap sekali.

Mendekat ke pantai ada rerumputan hijau nan asri. Saya dan anak-anak turun ke bawah, memandangi laut, ombak, serta pulau-pulau kecil nun di kejauhan sembari menikmati semilir angin. Anak-anak kemudian berlarian di rerumputan, sampai Mbak Ade dan Pak Rahmat bergantian memanggil-manggil kami untuk kembali ke bus.

Dalam perjalanan kembali ke bus kami bertemu seekor babi. Begitu kami melewatinya, si babi seperti membuntuti saya. Sempat panik dibuatnya karena kondisi kaki tidak memungkinkan saya berlari. Untunglah ternyata babi tersebut hanya kebetulan saja jalannya searah dengan saya. Legaaa...

Naik-Turun Tangga di Taman Ujung
Saya pikir, atau lebih tepatnya berharap, tur hari itu sudah selesai begitu kami sampai di Villa Taman Ujung. Apalagi sampai sana hujan turun. Seharusnya sih, atau maunya saya, kami tinggal duduk manis menunggu jam makan malam saja di sana. Tapi kejadiannya tidak seperti itu.

Salah satu staf Villa Taman Ujung bernama Mbak Astri membagikan payung ke kami. Jadilah kami berjalan lagi, menuruni anak tangga demi anak tangga, menuju ke Taman Ujung Water Palace atau dikenal juga sebagai Taman Ujung Soekasada. Saya yang sebenarnya sudah sangat ingin mengistirahatkan kaki - betis saya semakin cenut-cenut - mau tak mau ikut berjalan juga.

Alasan utama saya apalagi kalau bukan anak-anak. Melihat antusiasme mereka, yang setengah berlari menuruni tangga demi tangga, saya kalahkan rasa nyeri di kaki. Sakit di kaki saya tidak ada apa-apanya dibandingkan besarnya rasa keingin-tahuan Damar dan Diandra. Lagian kapan lagi saya bisa mengajak mereka ke Taman Ujung?

Turut kata Pak Made, Taman Ujung merupakan sebuah taman relaksasi atau tempat tetirah Raja Karangasem. Kalau teman-teman pernah mengunjungi Taman Sari di Yogyakarta, kurang-lebih seperti itulah fungsinya. Bentuknya pun serupa, dengan sebuah kolam besar dan jembatan plus bangunan di atasnya. Hanya saja Taman Ujung menurut saya jauh lebih luas.

Kami melintasi jembatan beton di atas kolam, selintas melihat-lihat bangunan di antara dua jembatan, lalu sampai di taman berumput yang terletak di seberang kolam. Anak-anak senang sekali berada di sini. Mereka tak bisa berhenti bergerak, terus berlari-larian kecil dari satu sudut ke sudut lain. Sebisa mungkin saya ikuti pergerakan mereka.

Hujan mulai reda, tinggal rintik-rintik halus.

Lalu sampailah mereka ke sebuah tangga tinggi, yang di bagian atasnya terdapat reruntuhan bangunan. Damar tertarik ingin naik ke sana dan melihat reruntuhan bangunan tersebut. Saya ingin menyerah saat itu, tapi akhirnya ikut naik juga meski perlahan-lahan dengan badan penuh keringat.

Perhatikan deretan tangga ini, juga reruntuhan bangunan di atas sana. Ke sanalah Damar mengajak kami.
Setelah sampai di atas, saya ditinggal sendirian. Damar lincah sekali menuruni tangga, tahu-tahu sudah sampai di tempat dia foto sebelum naik. Perhatikan anak kecil berkaos cokelat membawa payung biru di antara pepohonan berdaun kekuningan itu.

Ternyata keputusan anak-anak tepat! Begitu sampai di atas pemandangan indah memanjakan mata kami terpampang. Jika kita memandang lurus searah tangga, di sebelah kiri terlihat pebukitan hijau. Sedangkan di sebelah kanan tampak laut luas membiru. Kayangkan pandangan ke bawah, Taman Ujung terlihat lebih indah dilihat dari posisi lebih tinggi seperti itu.

Kami sempatkan foto-foto di atas, dengan latar belakang pemandangan pebukitan dan juga laut. Tak lupa kami juga berswafoto di depan reruntuhan bangunan yang, menurut penjelasan Pak Made, merupakan bekas gudang penyimpanan Belanda. Di depan reruntuhan gedung tersebut terdapat kolam dan ada ikannya. Damar dan Diandra senang sekali melihat-lihat ikan.

Makan Terenak di Bali
Tiba waktunya kembali ke resort karena waktu makan malam sudah dekat. Dari tempat kami berada sebenarnya tinggal berjalan ke arah kanan, tidak perlu turun lagi ke bawah. Semua jalan dan tangga di kawasan Taman Ujung dirancang saling terhubung dan tembus ke bagian depan resort. Tapi hujan kembali deras, dan kami harus mengambil payung yang tadi ditinggal di bawah. Okelah.

Tadinya kami direncanakan makan malam di restoran open air, di halaman rumput samping kolam renang. Meja-meja dan kursi sudah disiapkan sejak kami datang. Namun karena hujan tak kunjung berhenti, acara dinner dipindah ke bagian dalam.

Inilah makan terenak selama dua hari kami di Bali. Nasinya lembut, dengan lauk ayam kecap yang sedap, ditambah tumis brokoli dan jamur. Dan, oh, ada es buah! Rasanya super segar, paduan sirup-air-esnya pas sekali. Saya sampai habis tiga gelas lho. Ya, bolak-balik ke meja prasmanan untuk nambah lagi dan lagi.

Khusus Damar, dia sangat suka sekali makan dengan lauk ayam. Semua olahan ayam dia suka, asalkan tidak pedas. Tanpa malu-malu saya ambilkan sekitar 4-5 potong ayam kecap untuknya. Dan, habis! Ia benar-benar puas dengan makanan yang tersedia kali ini. Syukurlah. Itu artinya dia tidak akan mengeluh lapar lagi begitu bangun tidur.

Sembari makan kami disuguhi tari Bali. Tari pertama bernama Merak Angelo, di mana dua penarinya berdandan ala burung merak. Tari ini menggambarkan merak jantan yang bangga dengan keindahan bulu ekornya nan panjang. Ketika kedua penari mengegol-egolkan bokong menirukan gerakan buntut merak, Damar dan Diandra tertawa lepas melihatnya. Dasar anak-anak...

***Di sini nanti ada video kami berkeliling Taman Ujung. Sabar ya, masih diedit :)***

Makan malam selesai, kami kembali naik bus untuk menuju ke Bali Shangrila Beach Club. Hotel ini terletak sekitar 11 km dari Taman Ujung. Lokasinya justru tidak jauh dari Lotus Seaview Resto tempat kami makan siang. Perjalanan ke hotel juga melewati pabrik cokelat. Jadi, ceritanya kami berbalik arah menuju ke tempat kami datang.

Tur Cokelat Bali hari kedua ditutup begitu kami tiba di hotel. Seperti hari pertama, kami dapat connecting rooms dengan salah satu kamar bertipe apartemen. Super lebar. Terdiri atas dua ruangan. Satu ruang berisi satu set sofa, tivi layar datar + DVD player, dan kitchen set komplit. Ruangan satunya tempat tidur dengan dua balkon, menghadap laut dan teras hotel.

Di apartemen itu ada bath tube-nya. Begitu tahu ini anak-anak langsung minta mandi berendam pakai air hangat. Lama sekali mereka bermain-main air hangat dari shower. Susah payah saya dan istri membujuk mereka keluar dari bath tube.

Jam setengah 10 barulah Damar dan Diandra mau mentas. Sebenarnya mereka masih ingin bermain-main setelah pakai baju, tapi kami cegah. Kami setengah memaksa mereka untuk pergi tidur. Dengan wajah kurang senang keduanya masuk selimut, lalu tertidur pulas.

Kamipun ikut tidur. Kami harus cukup istirahat karena perjalanan di hari ketiga bakal jauh lebih melelahkan. Bayangkan saja, dari Candidasa di bagian tenggara Pulau Bali kami akan dibawa ke Lovina di utara. Perjalanan setengah memutari Pulau Dewata itu menurut Google berjarak 111 km, dengan estimasi waktu tempuh 3 jam. Realisasinya lebih lama dari itu.

BERSAMBUNG...

Tips Cuci Piring Lebih Bersih, Lebih Cepat à la Ibu Saya

$
0
0

BIARPUN laki-laki, saya sudah biasa dengan yang namanya mencuci piring. Adalah ibu saya mengajarkan sejak saya kecil mula, bahwa mengurus rumah itu bukan cuma pekerjaan perempuan. Kalau ada waktu senggang, daripada duduk-duduk bengong atau ngerumpi lebih baik membantu istri mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan.

Ditambah lagi saya anak pertama. Sudah jadi semacam kultur kita mungkin ya kalau anak pertama itu harus jadi contoh bagi anak-anak berikutnya. Jadilah saya diajari macam-macam oleh ibu dan bapak, agar kelak bisa ganti mengajari adik-adik saya. Termasuklah soal mencuci piring tadi.

Saya sudah diberi tanggung jawab mencuci piring sejak kelas V Sekolah Dasar. Dulu Bapak merantau ke luar daerah, Ibu pagi-pagi buta sudah ke kebun untuk mengambil getah di kebun karet. Kalau ada piring kotor di dapur, adalah tugas saya untuk membersihkannya sebelum berangkat sekolah.

Karena sudah terbiasa sejak kecil, saya tidak canggung lagi mencuci piring dan juga masak sendiri saat ngekos di Muara Bulian semasa SMA. Lalu ketika kuliah di Jogja, saya juga lebih memilih masak sendiri dan tentu saja mencuci piring sendiri ketimbang makan di warung. Penghematan ceritanya.

Kini setelah beristri dan punya anak pun saya tidak segan-segan mencuci piring kalau pas tidak ada pekerjaan. Istri sudah repot memasak, mencuci baju, juga bermain dengan anak-anak. Masa iya cuma membantu mencuci piring saja saya tidak mau? Jadi jangan heran kalau kebetulan mampir ke rumah melihat saya sedang menggosok-gosok wajan dan panci. Hehehe...

Sabut Kelapa dan Abu Gosok
Ibu biasa memakai sabut kelapa untuk mencuci piring. Alasannya karena ini peranti gratis yang sangat mudah ditemukan. Bisa didapat dari kelapa yang jatuh dari pohon, atau minta sama tetangga. Selain itu sabut kelapa juga sangat ampuh untuk membersihkan noda membandel, terutama pada peralatan memasak.

Dulu kami memasak dengan tungku, bahan bakarnya kayu. Jadi setiap habis dipakai memasak panci dan wajan jadi hitam. Nah, sabut sangat ampuh untuk membersihkan gosong-gosong ini sehingga peralatan masak kembali cling. Kalau gosongnya bandel tak mau pergi, tinggal tambahkan saja abu gosok. Tak punya abu gosok? Gunakan tanah atau pasir halus sebagai gantinya.


Selain sabut kelapa, Ibu juga pernah memakai sabut blustru (labu air, Luffa cylindrica). Orang Jawa mustinya paham dengan tanaman merambat satu ini. Bentuknya semacam gambas (oyong), tapi lebih besar. Blustru yang terlalu tua seratnya menyerupai spons. Semakin tua semakin mirip spons. Biasanya blustru sengaja dibiarkan tua dan kering untuk diambil bijinya sebagai bibit.

Tak cuma blustru, sabut dari gambas tua pun bisa dipakai sebagai spons pencuci piring. Sama seperti blustru, gambas dibiarkan tua dan kering karena bijinya akan diambil sebagai bibit. Tinggal buang deh kulitnya, maka didapatlah sebuah spons alami berbentuk lonjong berwarna coklat muda.

Saya kira cuma di Indonesia, khususnya Jawa, yang memakai spons alami seperti itu untuk mencuci piring. Rupanya di kawasan pedesaan Malaysia pun sama saja. Di sana sabut blustru atau gambas dijual bervariasi menurut ukuran. Termurah dibanderol RM 2 (setara Rp6.250), ada pula yang dihargai hingga RM 7 (sekitar Rp22.000) per buah.

Karena tinggal di perkotaan, semasa ngekos di Jogja saya pakai spons buatan pabrik yang banyak tersedia di minimarket. Masa iya mahasiswa kok cuci piring pakai sabut kelapa atau sabut blustru. Hihihi. Lagipula tidak gampang cari sabut kelapa di Jogja, sebab biasanya sabut-sabut kelapa sudah dipisahkan untuk dijual ke pengepul yang memasok bahan baku pembuat sapu.

Spons yang biasa saya pakai masa itu warnanya hijau. Ada bagian kasar berwarna hijau tua, lalu bagian lebih lembut sekaligus lebih tebal berwarna lebih muda. Entah mereknya apa. Seringkali beli yang tanpa merek sih. Maklumlah, kantong mahasiswa.

Saya tidak pernah tahu, dan tidak pernah ada yang memberi tahu, untuk apa spons pencuci piring dibuat dua lapis berbeda seperti itu. Secara instingtif saya pakai bagian spons yang lembut untuk mencuci piring, gelas, dan sendok-garpu. Juga aneka perabot berbahan plastik dan melamin. Lalu bagian kasar untuk mencuci peralatan memasak.


Beda Warna Beda Fungsi
Apa yang saya lakukan itu rupanya salah kaprah. Begini yang benar. Bagian spons yang kasar berfungsi untuk mencuci, sedangkan bagian yang lembut dan tebal sebagai penyimpan air. Jadi, jangan pernah gunakan bagian spons yang lembut untuk menggosok permukaan piring, gelas, panci, kuali, dan lain-lain. Gunakan bagian kasarnya.

Yang tidak kalah penting, menurut penjelasan yang saya baca di web BriteQueen.com, sangat disarankan memakai spons berbeda untuk membersihkan perlengkapan makan dan peralatan masak. Demikian pula dengan benda-benda berbahan plastik atau melamin.

Kenapa harus demikian? Ini untuk menghindari perpindahan kuman dan bakteri dari peralatan masak ke perlengkapan makan. Apalagi piring yang terbuat dari beling berbeda sifatnya dengan panci yang terbuat dari stainless steel. Jadi, yang digunakan untuk membersihkannya pun harus berbeda.

Masuk akal juga ya? Kalau kamu selama ini masih pakai satu spons untuk membersihkan segalanya, mulai sekarang ganti deh. Siapkan satu spons khusus untuk mencuci piring dan gelas beling serta sendok-garpu, spons lain untuk membersihkan perlengkapan makan berbahan plastik/melamin, lalu satu lagi menggosok peralatan masak.

Well, berarti ini alasannya kenapa di supermarket dan minimarket saya lihat ada berbagai spons warna-warni. Mereknya Scotch-Brite yang baru belakangan saya tahu merupakan ahli dalam hal bersih-bersih rumah. Selain spons pencuci piring, Scotch-Brite juga punya sapu berbahan nylon, alat pel, sikat washtafel, sikat toilet, dan berbagai macam lap yang tentu saja untuk peruntukan berbeda.

Kembali ke soal spons. Scotch-Brite memiliki spons berbagai warna dengan fungsi berbeda-beda, yakni:
  • Sabut Spons Hijau Scotch-Brite untuk mencuci alat masak.
  • Sabut Spons Anti-Gores Scotch-Brite untuk mencuci alat makan dan alat masak teflon/anti-lengket, warnanya pink.
  • Sabut spons khusus tempat minum anak, warnanya juga pink tapi bentuknya lebih panjang.
  • Sabut Spons Putih Scotch-Brite untuk mencuci peralatan makan anak-anak.
  • Sabut Spons Biru Scotch-Brite untuk mencuci peralatan memasak anti-lengket.

Didorong rasa penasaran kenapa sampai harus repot-repot membuat begitu banyak spons hanya untuk cuci piring, saya pun mendarat ke fanpage Scotch-Brite Indonesia. Naga-naganya, merek satu ini benar-benar serius soal bersih-bersih. Produk buatan Scotch-Brite dijamin berkualitas bagus.

Contohnya sabut spons tadi. Sabut dibuat dengan teknologi yang ampuh membersihkan kotoran. Jadi acara cuci piring bisa lebih cepat dan hasil cucian lebih bersih. Lebih kerennya lagi, sabut mengandung serat dan mineral berkualitas. Hmmm, terbayang kan bagaimana bersihnya hasil cucian menggunakan sabut spons Scotch-Brite.


Tentu saja saya bagikan informasi ini kepada istri. Sama seperti saya, istri mengira spons bisa untuk mencuci apapun. Juga tahunya bagian lembut spons untuk perlengkapan makan, bagian kasar untuk peralatan masak. Mulai saat ini tidak begitu lagi. Kami gunakan sabut spons Scotch-Brite berbeda untuk masing-masing cucian.

Untuk kami yang peralatan masaknya tidak terlalu macam-macam, pakai dua spons saja sudah cukup. Sabut Spons Hijau Scotch-Brite untuk mencuci alat-alat masak, dan Sabut Spons Anti-Gores untuk membersihkan perlengkapan makan dan alat masak anti-lengket. Eh, tapi kami juga butuh sabut spons khusus tempat minum anak ding. Jadinya pakai tiga spons deh.

Ngomong-ngomong soal tiga, dengan memakai sabut spons Scotch-Brite kami bisa mencuci lebih bersih sekaligus berhemat. Biarpun harganya di atas sabut spons pada umumnya, tapi Scotch-Brite lebih tahan lama. Harga murah tapi mudah rusak ya sama saja jatuhnya dengan beli mahal tapi awet. Jadi, bukan sekedar slogan kosong kalau Scotch-Brite memakai tagline 3X Cepat Bersih, 3X Tahan Lama.

Tips Cuci Piring
Lha, terus, mana nih tips cuci piringnya? Oke, oke, sepanjang yang saya ingat dari apa yang pernah diajarkan Ibu, berikut beberapa hal yang bisa saya bagikan.

Just for your information, saya sendiri masih mempraktikkan apa yang Ibu ajarkan ini saat mencuci piring. Malah kalau anak-anak saya nimbrung ikut mencuci piring, saya selipkan ajaran Ibu tersebut ke anak-anak. Entah mereka merekamnya dengan baik atau tidak, kalau terus-terusan diulang pasti bakal diingat.

Here we go...

Tips Mencuci Piring Lebih Bersih:
  • Buang semua sisa makanan yang masih ada di perlengkapan makan atau alat masak.
  • Siram cucian dengan air hingga basah. Ini untuk melunturkan kotoran, atau melunakkan sisa-sisa makanan yang masih menempel.
  • Pisahkan cucian. Awali dengan mencuci gelas, lalu sendok-garpu, disusul piring dan mangkok. Paling terakhir adalah peralatan masak seperti kuali dan panci. Terutama kalau bagian luar peralatan masak hitam-hitam karena gosong.
  • Sangat disarankan untuk mencuci memakai bak/ember besar ketimbang di bawah kran mengalir. Siapkan dua bak/ember besar, bilas cucian sampai dirasa benar-benar bersih.
  • Saat membilas, siram terlebih dahulu cucian dengan air sebelum dicelupkan dalam bak/ember.
  • Urutan membilasnya sama seperti urutan mencuci: gelas terlebih dahulu, disusul sendok-garpu, mangkok, piring, baru peralatan masak.



Tips Mencuci Piring Lebih Cepat:
Kalau cucian sangat banyak sampai berlusin-lusin, katakanlah saat ada hajatan atau pengajian, cara satu ini bisa dipakai. Tak cuma ibu saya, banyak restoran dan hotel menerapkan cara mencuci begini lho. Dan terbukti lebih efektif dan efisien, alias lebih cepat.

Khusus untuk piring dan mangkok, setelah dibersihkan dari sisa makanan, disiram air, dan disabuni, tumpuk sebanyak selusin-selusin atau 10-10. Siapkan dua-tiga bak besar berisi air. Kemudian siram tumpukan piring dan mangkok yang sudah disabuni. Terakhir, angkat setumpuk-setumpuk dan celupkan ke bak pertama berulang-ulang, lanjut ke bak kedua dan ketiga sampai benar-benar bersih.

Teknik ini bisa diaplikasin juga pada sendok-garpu. Masukkan sendok-garpu sebanyak mungkin ke dalam wadah bolong-bolong, lalu celup-celupkan ke dalam bak pembilas. Cara ini bisa membuat kita mencuci satu ember sendok-garpu sekaligus.

Kalau gelas bagaimana? Tak jauh berbeda sih. Cuma karena gelas tak mungkin ditumpuk, mencelupkannya ke bak bilasan tetap harus satu-satu. Untuk mempercepat, siram gelas yang sudah disabuni dengan air sebelum dicelupkan dalam bak. Jadi sewaktu dicelupkan sudah dalam kondisi bebas sabun.

Nah, itu dia tips mencuci piring lebih bersih lebih cepat yang diajarkan ibu saya. Selamat mencoba!

Say No to Low-Batt dengan Moto E3 Power

$
0
0
WAKTU liburan ke Bali bersama keluarga belum lama ini, saya benar-benar dibuat mati gaya. Bukan karena tak bisa mengabadikan perjalanan 5 hari 4 malam tersebut. Tapi karena hape saya lebih sering off di jalan sehingga saya tak bisa update ke media-media sosial. Ngeselin banget nggak sih?

Jaman sekarang kebutuhan akan narsis bin eksis itu nyaris selevel dengan kebutuhan akan makan-minum. Buktinya, masuk ke restoran terus pesan makanan, yang biasa dilakukan apa dulu? Foto-foto makanan di atas meja, terus unggah deh ke Instagram. Tak lupa pula nulis status di Facebook atau sekedar mencuit di Twitter.

Ketemu teman lama di kafe yang dilakukan dulu apa coba? Wefie first, talk later. Yup! Foto-foto bareng dulu dong, terus pilih-pilih foto terbaik, dan woro-woro di medsos biar semua orang tahu.

"Wuih, senangnya ketemuan sama si Anu di Cafe Ini. Teman lama waktu di TK nih, sudah 20 tahun nggak ketemu. Ngobrolin jaman masih imut, waktu kami latihan drum band sama lomba mewarnai." Padahal ngobrolnya baru nanya, "Apa kabar, Bro?"

Nah, saya nggak bisa begitu waktu jalan-jalan di Bali sama anak-istri. Biasanya cuma pas sarapan saya bisa foto-foto, terus update di semua medsos. "Sarapan enak nih di Hotel Oke Banget di Kuta. Habis ini kami mau jalan ke Nusa Dua, lihat Waterblow."

Habis itu notifikasi masuk bertubi-tubi. Like atau komentar di Instagram dan Facebook, juga mention dan kutipan di Twitter. Sambil jalan ke Nusa Dua jari-jemari sibuk membalas semua respon itu satu-satu. Begitu sampai di Nusa Dua baterainya low bat terus habis! Mana nggak punya powerbank lagi.

Jadilah selama di Bali saya baru bisa update medsos lagi pas sudah balik ke hotel. Itu artinya sudah malam. Masa iya ke Waterblow-nya jam 9 pagi terus update ke medsos jam 9 malam? Itu namanya bukan update.


Hape Anti Low-Batt
Ya, saya tahu sudah hal lumrah yang namanya smartphone itu boros baterai. Sehari-semalam harus dicas paling nggak 2-3 kali. Kecuali di smartphone itu nggak ada aplikasi macam-macam dan cuma buat SMS-an, sekali-kali telepon, awetlah baterainya seharian. Tapi kalau dipakai secara intens, dengan segala sosial media aktif, kita tidak bisa jauh-jauh dari sumber listrik.

Jadi, kalau lagi jauh sama colokan listrik kita musti sedia powerbank. Kalau sampai lupa bawa powerbank ya wassalam. Kejadiannya bakal kaya saya waktu jalan-jalan di Bali kemarin deh. Ngakunya blogger tapi kok jalan-jalan nggak pernah update? Tengsin dong.

Wajar kalau saya pernah berandai-andai punya hape yang bisa hidup seharian. Dan, rasanya bukan cuma saya sendiri yang berpikiran begitu. Iya nggak sih? Eh, rupanya sudah ada lho smartphone seperti itu.

Akhir September lalu laman CNET.com merilis daftar hape dengan baterai paling awet sedunia. Sebenarnya tulisan tersebut pertama kali tayang 31 Oktober 2011 sih. Tapi terakhir diperbarui 30 September 2016. Tentunya yang masuk daftar itu hape-hape terbaru.

Ada enam smartphone dalam daftar tersebut, dan jagoannya adalah Moto Z Play keluaran Motorola Mobility. Menurut hasil tes CNET, hape satu ini sanggup bertahan hidup dalam kondisi aktif (bukan cuma standby) selama 23 jam 3 menit. Itu artinya nyaris sehari-semalam! Siapa yang pakai hape selama 23 jam nonstop?

Moto Z Play tergolong smartphone paling murah dibanding produk lain dengan spesifikasi nyaris sama. Tapi kalau untuk orang yang terikat budget ketat, contohnya saya, harga Moto Z Play masih di luar jangkauan dompet. Laptop yang saya pakai untuk mengetik posting ini saja harganya cuma setengah dari banderol Moto Z Play.

Berita baiknya, Motorola Mobility - yang sudah diakuisisi Lenovo pada Oktober 2014 - baru saja merilis lini produk terbaru dengan life-time baterai tak kalah dari Moto Z Play. Ya, sama-sama tahan seharian penuh tanpa harus dicas bolak-balik, tanpa dicolok powerbank, tapi dengan harga yang sangat bersahabat. Boleh jadi malah harga bersaudara, hehehe.

Ladies and gentleman, please welcomeMoto E3 Power.



Baterai Besar, Charging Cepat
Seperti halnya Moto Z Play, sebenarnya Moto E3 Power sudah sama-sama diperkenalkan di ajang IFA (Internationale Funkausstellung) Berlin pada awal September lalu. Namun seri yang dipamerkan di ajang tersebut adalah Moto E3, tanpa embel-embel Power.

Selain kapasitas baterai, RAM, serta penyimpanan internal, spesifikasi Moto E3 yang dipamerkan di IFA Berlin 2016 persis sama dengan Moto E3 Power.

Di Indonesia sendiri Moto E3 Power resmi dirilis pada 26 Oktober kemarin. Dalam acara bertajuk Moto Is Back di Jakarta, perwakilan Lenovo menyebut momen ini sebagai kembalinya hape Motorola di Tanah Air. Memang sudah lama hape bermerek Motorola absen di Indonesia, dan Moto E3 Power membuka jalan untuk kembalinya merek legendaris ini.

Penambahan kata "Power" pada Moto E3 Power tentu bukan tanpa alasan. Jika Moto E3 hanya dibekali baterai berkapasitas 2800 mAh, Moto E3 Power punya baterai 3500 mAh. Tidak terlalu besar memang, tapi Lenovo menjamin baterai pada smartphone ini bisa tahan sehari-semalam!

Wow, pernah kebayang punya hape yang bisa on sehari-semalam tanpa bantuan powerbank? Ini bakal memuaskan hasrat narsis bin eksis kita selama mungkin. Jalan-jalan nggak bawa powerbank bukan lagi masalah besar. On terus pokoknya. Update media sosial bisa jalan terus.


Tanpa keraguan lagi Moto E3 Power cocok sekali dibawa bepergian jauh. Bagi yang nggak mau tasnya terlalu banyak isi, hape satu ini layak dipertimbangkan. Cukup bawa perangkat dan charger, beres deh. Itupun charger-nya sekedar buat berjaga-jaga aja. Kalau cuma pergi seharian sih rasanya tidak perlu bawa charger.

Tapi ngecasnya lama nggak? Biasanya kan hape dengan baterai besar butuh waktu charging lama?

Kalau ada yang bertanya begitu, Moto E3 Power memberikan jawaban: nggak pake lama! Hape satu ini sudah mengusung teknologi fast-charging. Atau malah bisa dibilang super fast-charging. Hanya dengan mengecas selama 15 menit, baterai bisa bertahan hidup hingga 5 jam. Sesuatu banget nggak sih?

Moto E3 Power tak cuma menawarkan baterai tangguh. Melihat ke jeroannya, smartphone satu ini memang dirancang untuk kerja berat. Sangat cocok untuk blogger atau buzzer yang harus selalu update di media sosial dan terkoneksi dengan dunia luar lewat berbagai macam aplikasi.

Prosesornya quad-core 1.0 GHz, menjamin kinerja yang cepat yang dibutuhkan pengguna aktif. Didukung RAM 2GB membuat kita bisa menjalankan berbagai aplikasi untuk multitasking dalam waktu bersamaan tanpa hambatan. Juga untuk terhubung dengan semua akun medsos tanpa membuat hape melambat.

Soal tampilan, Moto E3 Power mempunyai monitor IPS LCD selebar 5" dengan warna 16M. Resolusinya 720 x 1280 piksel dengan pixel density ~294 ppi. Tidak terlalu lebar maupun terlalu wah, tapi sudah sangat nyaman untuk menonton video-video di YouTube atau melihat-lihat foto di Instagram.


Bagi yang suka selfie, ponsel pintar ini dibekali dua kamera. Kamera belakangnya 8MP dengan fitur autofocus dan dilengkapi LED flash. Ambil foto di tempat gelap tak jadi masalah, tinggal hidupkan saja flash-nya. Fitur lainnya ada geo-tagging, panorama, dan HDR.

Sedangkan kamera depannya 5MP, sudah sangat baik sekali untuk foto selfie. Buat yang suka nge-vlog, kamera Moto E3 Power bisa diajak membuat video dengan resolusi 720p dan kecepatan 30 frame per second (fps). Kemampuan yang sangat lumayan untuk ukuran smartphone kelas menengah ke bawah.

Untuk membuat kita tetap terhubung dengan dunia luar, Moto E3 Power mendukung nyaris semua jaringan komunikasi. Mulai dari 2G, 3G, sampai 4G semuanya oke. Mau GPRS maupun EDGE juga bisa. Yang terpenting adalah speed-nya, di mana E3 Power support HSPA, LTE Cat4 dengan kecepatan 150/50 Mbps. Was-wis-wus deh.

Oya, kalau tiba-tiba paket data habis dan belum sempat isi lagi, kita tidak perlu mati gaya. Moto E3 Power dilengkapi dengan built-in radio FM. Cukup colok headset ke perangkat, terus cari stasiun radio tempat penyiar favorit siaran, hari kita pun nggak bakal berjalan membosankan.

Satu lagi yang bakal bikin melongo, Moto E3 Power anti-air. Tidak perlu takut lagi mengambil foto atau merekam video sambil hujan-hujanan. Juga tidak perlu panik kalau tanpa sengaja hape terkena tumpahan minuman di meja.

Dalam laman resminya Lenovo menyebut Moto E3 Power hanya tahan terhadap percikan air. Namun seorang reviewer di India melakukan tes lebih ekstrem. Perangkat ini ia rendam di dalam air selama 15 detik, dan tetap berfungsi dengan baik. Lihat saja videonya di bawah ini.



Buatan Indonesia
Satu kabar menggembirakan bagi pecinta produk-produk buatan Indonesia, Moto E3 Power adalah hasil rakitan anak bangsa. Produk ini merupakan ponsel pintar pertama yang diproduksi di Indonesia. Pun menjadi lini Moto pertama yang diproduksi dengan mematuhi aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) ponsel 4G.

TKDN adalah sebuah skema yang ditentukan Kementerian Perindustrian lewat Permenperin No. 65 tahun 2016, dengan maksud lebih memaksimalkan kandungan lokal dalam produk-produk elektronik yang dipasarkan di Indonesia. Dari tiga skema yang ditawarkan, Lenovo memilih skema pertama di bidang manufaktur.

E3 Power diproduksi di Serang, Banten. Lenovo bekerja sama dengan PT TDK sebagai mitra lokalnya di Indonesia untuk menghasilkan Moto E3 Power dan seri-seri Moto lainnya. Sebelumnya, PT TDK sudah memproduksi smartphone merek Lenovo untuk pasar lokal sejak 2015. Dalam sebulan PT TDK menghasilkan 90.000 unit hape mid-end dan high-end, serta 75.000 hingga 150.000 unit low-end.

Langkah yang ditempuh Lenovo dalam memenuhi aspek TKDN ini mendapat apresiasi dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Dari pihak Lenovo, pembukaan pabrik seri Moto di Serang merupakan penegasan bahwa Indonesia menjadi prioritas pasar. Ini tentunya bakal memudahkan dan memanjakan para pengguna.

Nah, mungkin karena diproduksi di Indonesia itulah Moto E3 Power bisa dibanderol murah. Harga resmi smartphone ini Rp1.899.000, terbilang murah untuk sebuah ponsel pintar dengan RAM 2GB, ROM 16GB, kamera 5MP dan 8MP, jaringan super cepat, serta tahan air.


Mau lebih hemat? E3 Power sedang ditawarkan secara eksklusif oleh Lazada Indonesia dalam flash sale yang dimulai 27 Oktober 2016 ini. Dengan membeli di Lazada, kita akan mendapat cashback sebesar Rp100.000. Jati jatuhnya harganya cuma Rp1.799.000.

Masih kurang? Dengan membeli di flash sale Lazada kita juga akan mendapat bonus paket data XL 12GB sepanjang tahun dan gratis 120 menit telepon ke semua operator. Kurang apa coba? Jangan tunggu lama-lama, sebab flash sale Moto E3 Power di Lazada hanya berlangsung sampai 11 November 2016. Setelah itu, semua cashback dan bonus tidak berlaku lagi.

Klik di sini untuk membeli Moto E3 Power secara eksklusif di flash sale Lazada.

Disclaimer: Tautan Lazada di atas merupakan tautan afiliasi. Jika Anda mengeklik tautan tersebut dan kemudian membeli Moto E3 Power di Lazada, saya akan mendapat komisi. Baca disclaimer blog ini selengkapnya di halaman ini.

Tur Cokelat Bali Hari 3: Massage Cokelat di Sedona Spa Ubud

$
0
0

TUR Cokelat Bali hari ketiga diisi dengan perjalanan panjang Candidasa-Lovina. Candidasa terletak di Kabupaten Karangasem, bagian timur Bali. Sedangkan Lovina ada di Kabupaten Buleleng, bagian utara Bali. Sebenarnya tiga-empat jam saja sudah bisa sampai sih. Tapi nyaris seharian kami berada di bus.

Hari itu diawali dengan sarapan menyenangkan di restoran Hotel Bali Shangrila Beach Club. Restorannya terletak persis di sebelah kolam renang, sedangkan kolam renangnya di pinggir pantai. Jadi, sembari makan kami bisa memandangi pantai dan lautan lepas. Beserta tiga-empat pulau kecil di kejauhan.

Baca juga:
- Asyiknya Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag
- Tur Cokelat Bali Hari 1: Mengejar Sunset di Jimbaran, dan... Tertutup Awan!
- Tur Cokelat Bali Hari 2: Hujan-Hujanan di Taman Ujung Soekasada

Berbeda dengan hari sebelumnya, menu sarapan yang disediakan hotel terhitung minimalis. Hanya ada nasi goreng, mi goreng, beserta potongan tomat segar dan ada juga yang matang. Sepertinya dikukus. Pilihan lain adalah roti tawar dengan aneka selai. That's it. Buah-buahannya pun hanya pepaya dan semangka. Tapi tamu bisa memesan telur pada pelayan.

Bagi anak-anak, menu tersebut sudah lebih dari cukup. Damar tentu saja mengambil nasi goreng dan mi goreng, dua masakan itu kesukaannya semua. Sedangkan Diandra mula-mula mengambil buah, namun kemudian juga tertarik dengan roti tangkup. Minumnya kami berempat kompak ambil jus jeruk.

Selepas makan Damar mengajak ke pantai. Kami melihat-lihat perahu yang berjajar di tepian. Sepertinya deretan perahu itu untuk disewakan pada wisatawan, tapi kemana ya tujuannya? Apa ke pulau-pulau kecil di tengah lautan sana? Sayangnya tidak ada petugas hotel yang bisa saya tanyai di sekitar situ. Tapi kalaupun iya, tak ada waktu untuk naik perahu dan menyeberang.

Benar saja. Belum lama kami berdiri di salah satu dermaga memandangi lautan, terdengar suara Pak Rahmat memanggil-manggil dari sebelah pool. Untungnya saya sudah sempat merekam aksi anak-anak di sana, plus selfie ala kadarnya dengan mereka di atas pasir. Lalu kami menuju ke mobil shuttle hotel untuk diantar ke bus.



Dipijat sampai Ketiduran
Rupanya rombongan kami menginap terpisah. Yang saya tahu tiga rombongan pemenang diinapkan di Bali Shangrila Beach Club, bersama rombongan blogger dan buzzer. Entah siapa saja yang menginap di Bali Palms Resort. Yang jelas bus tengah parkir di sana saat itu. Jadi, ke sanalah mobil shuttle membawa kami.

Just info, Bali Shangrila Beach Club dan Bali Palms Resort itu dua hotel satu kepemilikan. Kalau kita buka web resmi Bali Shangrila Beach Club, di sana juga terdapat logo Bali Palms Resort. Demikian pula sebaliknya.

Begitu seluruh anggota rombongan naik ke bus, jalanlah kami ke Ubud. Destinasi pertama hari itu adalah massage menggunakan scrub cokelat. Hmm, ini bakal jadi pengalaman pertama saya. Lalu sepanjang jalan saya membayangkan siapa yang bakal memijat saya nanti. Laki-laki apa perempuan? Apakah saya harus melepas semua pakaian saat dipijat, atau boleh tetap memakai setidaknya celana pendek?

Saya cek di Google Map, saat menulis posting ini, jarak Candidasa ke Ubud sekitar 50 km. Harusnya jarak sebegitu dapat ditempuh dalam waktu paling lama sejam dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Tapi rupanya kami butuh lebih lama dari itu. Pertama, ada kemacetan di beberapa titik. Kedua, hari itu tengah banyak upacara di pura-pura. Bus sering diberhentikan pecalang untuk memberi jalan bagi ummat Hindu yang mau menyeberang jalan.

Kira-kira dua jam kemudian sampailah kami di Ubud. Rombongan kembali terpecah dua karena tak ada tempat massage yang bisa menampung kami semua sekaligus. Rombongan pemenang dibawa ke Sedona Spa, sisanya di The Ponds. Kedua tempat terpisah jarak 3,3 km menurut Google Map. Tapi untuk menempuhnya saya rasa kok sampai 10-15 menit akibat padatnya jalanan Ubud.

Oke, masuk ke tempat spa kebingungan pun dimulai. Sewaktu kami digiring ke sebuah lorong menuju ke kamar-kamar tempat massage, seorang mbak-mbak bertanya pada kami. "Mau double?" Aduh, apa pula maksudnya ini. Saya cuma bisa tersenyum serba salah.

Masuk agak jauh ada mbak-mbak yang bertanya dengan bahasa lebih mudah. "Bapak mau dipijat berdua sama anaknya?" Saya segera saja mengiyakan. Kami langsung dibawa masuk ke sebuah ruangan terbuka. Ada dua buah tempat tidur, dua buah shower, dan satu bath tube besar di dalamnya. Saya langsung paham. Ooo, rupanya yang dimaksud double di sini satu ruangan dua orang.



Foto bareng Ibu Ria yang memijat istri dan Mbak Yanti yang memijat Diandra. Saya tidak sempat berfoto dengan mbak-mbak yang memijat saya dan Damar karena sudah ditunggu rombongan.

Tapi kebingungan belum berakhir. Begitu kami masuk mbak-mbak pemijat cuma bilang, "Silakan ganti bajunya dulu. Nanti saya masuk lagi." Lalu dia keluar dan menutup pintu. Lho, ganti bajunya pakai apa? Di atas pembaringan cuma ada handuk dan kain. Saya yakin keduanya bukan untuk ganti.

Eh, ada satu benda lagi di atas pembaringan. Warnanya hitam, digulung kecil dalam sebuah bungkus plastik. Saya benar-benar tak paham benda apa itu dan untuk apa. Ya sudah, saya cuma lepas celana panjang. Masih dengan memakai kaos dan celana pendek saya memanggil si mbak masuk.

Si mbak yang entah siapa namanya saya lupa tanya masuk dan heran melihat saya masih berpakaian lengkap. Dia keluar lagi. Kemudian masuk seorang perempuan lagi, dari logatnya saya tahu betul ia orang Bali. Dari dialah saya tahu kalau benda hitam di dalam plastik tadi adalah panty. Jadi, biasanya tamu melepas seluruh pakaiannya - ya, SELURUH - lalu memakai panty tadi selama di-massage.

"Silakan dibuka bajunya, terus pakai panty ini biar pakaiannya nggak kotor. Nanti kan mau di-massage pakai scrub cokelat," kata si mbak dengan huruf "T" tebal khas Bali. Setelah itu dia keluar.

Saya bengong. Saya buka bungkusan panty tadi. Alamak, menerawang!

Singkat cerita, kamipun di-massage. Pijatannya enak sekali, hanya pijatan Bapak dan Bude di Palembang yang bisa mengalahkan. Membuat saya merasa rileks sekali. Damar sampai ketiduran lho, padahal baru dipijat sekitar 10-15 menit. Jadilah mbak pemijatnya harus sabar membangunkan selama kira-kira 10 menit atau lebih.



Kabut di Kintamani
Beres dipijat kami dibawa ke The Pond. Selain menjemput anggota rombongan lain, kami juga makan siang di restoran tersebut. Menunya luar biasa: bebek goreng - bebeknya utuh, lima tusuk sate besar-besar, satu cawan sup, aneka sayur mentah, aneka sambal, dilengkapi beberapa potong buah. dari pertama melihat saja saya tahu anak-anak nggak bakal sanggup menghabiskan menu tersebut.

Benar saja. Damar cuma suka bebek gorengnya, itupun hanya beberapa potong. Dia tidak suka daging yang terlalu kenyal, jadi saya pilihkan bagian-bagian yang empuk. Satenya sama sekali dia tidak mau. Siapa lagi yang menghabiskan sisanya kalau bukan saya? Karena itu saya tidak menyentuh nasinya sama sekali. Makan 1,5 ekor bebek sudah sangat mengenyangkan.

Lepas makan kami jalan lagi, tujuannya ke Kintamani untuk melihat Gunung Batur dan Danau Batur. Jarak dari Ubud ke Kintamani hanya 40 km-an, tapi mungkin karena habis makan Damar tertidur di perjalanan. Sampai di Kintamani ia masih terlelap. Padahal bus berhenti selama 30-an menit dan semua penumpang lain turun untuk berfoto-foto dengan latar belakang Gunung Batur.

Damar masih terlelap ketika bus kembali jalan. Tujuan berikutnya Lovina. Kami diagendakan makan malam sambil menyaksikan tarian Bali di Aditya Beach Resort, sebelum masuk ke Hotel The Lovina Bali. Gunung Batur benar-benar tertutup kabut saat kami meninggalkan Kintamani. Sekitar jam 8 malam kami sampai di tujuan.

Kali ini bukan makan malam yang menyenangkan bagi kami. Diandra sudah tertidur sejak bus memasuki Singaraja. Istri sebenarnya tidak mau ikut turun ke restoran. Tapi tidak mungkin juga ditinggal di bus, karena Pak Nyoman juga harus makan. Jadi bus pasti bakal dikunci. Mau tidak mau istri ikut turun, dengan menggendong Diandra yang pulas.

Mana bisa ibunya makan sambil gendong anak begitu? Meskipun kemudian terbangun, Diandra tidak bernafsu makan. Ia maunya kembali tidur. Apa boleh buat, saya ajak Damar menyelesaikan makan cepat-cepat. Itupun saya tidak ambil makanan sendiri, hanya menghabiskan sisa makanan Damar. Tarian Bali yang seharusnya sedap dipandang jadi membosankan. Maafkan kami...

Karena Diandra hanya mau digendong, kami memilih keluar. Di dekat tempat parkir ada semacam taman, dengan lampu-lampu dan tanaman hias. Damar senang sekali di sana. Ia pinjam kamera dan mulai foto sana-sini. Diandra? Tambah ngantuk.



Mungkin melihat kami terus-terusan berdiri di taman kecil itu, Pak Nyoman keluar dari restoran. "Yuk, ke bus saja, Pak," ajaknya. Kami menurut. Sambil naik ke tangga bus saya yang merasa agak tak enak hati bertanya ke Pak Nyoman, "Bapak makannya sudah selesai?" Beliau hanya tersenyum.

Agak lama kami menunggu di bus. Diandra langsung tertidur lagi. Saya dan Damar bermain Google Maps. Kami melihat-lihat Pulau Bali dan mencari tahu di sebelah mana kami berada saat itu. Iseng saya mencari lokasi Hotel The Lovina Bali Resort, yang ternyata hanya berjarak 2,2 km dari restoran tersebut.

Entah berapa lama kami menunggu di bus, sampai akhirnya semua anggota rombongan naik dan perjalanan dilanjutkan. Sampai di hotel sudah mendekati jam sembilan malam. Karena gelap, dan suasana hotel remang-remang, saya tidak tahu bagaimana rupa hotel tersebut. Yang kami tahu kamar kami serupa villa. Ya iyalah, namanya saja resort.

Kami ditempatkan di kamar D01, atau di papan petunjuk di pintu masuk tertulis D1. Itu sih menurut saya bukan kamar, tapi rumah di dalam hotel. Ada taman luas, lengkap dengan kolam renang ukuran sedang. Lalu ada gazebo berisi dua kursi malas. Kamarnya ada dua, dipisahkan sebuah ruangan lebar yang berfungsi sebagai semacam family room, dapur, sekaligus ruang makan.

Nah, yang bikin kurang nyaman kamar mandinya berkonsep terbuka. Jadi sambil mandi bisa lihat pepohonan yang tumbuh di sekitar kamar. Juga bintang-bintang di langit, plus suara desir angin. Meski berada persis di sebelah kamar tidur, tapi kesannya berada di luar karena dibatasi pintu.

Hotel yang nyaman. Anak-anak langsung tertidur, demikian pula saya dan istri.

BERSAMBUNG...

Sekarang Jalan-Jalan Santai di Malioboro Tambah Asyik Lho...

$
0
0

PERNAH ke Jogja? Pasti pernah ke Malioboro dong? Banyak yang bilang belum sah ke eks ibukota Republik Indonesia ini kalau belum menginjakkan kaki ke Malioboro. Nah, sekarang jalan-jalan di sepanjang Jl. Malioboro jadi tambah asyik lho. Ada suasana baru yang bikin kita semakin betah berlama-lama di jalan sepanjang 500 meter tersebut.

Flashback sebentar boleh kan ya?

Nama Malioboro sudah saya dengar sejak belasan tahun lalu. Waktu memilih-milih kota tujuan untuk melanjutkan pendidikan selepas SMA, Jogja masuk dalam daftar saya. Saat itulah saya mengenal Malioboro dari teman-teman yang pernah ke Jogja, atau punya saudara yang tengah kuliah di sana.

Turut cerita mereka, Malioboro itu pusatnya wisata Jogja. Mau cari beragam souvenir khas Kota Pelajar banyak penjualnya di sana. Mulai dari aneka gantungan kunci, kalung dan gelang etnik, miniatur kendaraan dari kayu, juga kaos Dagadu bajakan.

Mau makan-makan juga dijamin bakal puas. Siang hari ada berderet-deret angkringan dan gerobak makanan yang siap didatangi. Kalau malam tempat tersebut berubah jadi pusat kuliner dengan gudeg sebagai menu andalan warung-warung lesehan.

Teman yang lain menambahkan, di sekitaran Malioboro banyak penginapan buat turis. Jadi jangan heran kalau pas jalan-jalan di Malioboro ketemu bule berambut pirang lagi menawar merchandise atau makan di angkringan. Wah, saya yang belum pernah melihat langsung rupa orang asing jadi excited sekali.

Semrawut!
Ketika kemudian datang sendiri ke Jogja, Malioboro jadi tempat yang ingin saya kunjungi pertama kali. Sayang seribu kali sayang, Malioboro tak seindah bayangan saya. Suasananya yang selalu ramai menjurus padat membenarkan cerita teman-teman SMA saya. Ini pusatnya Jogja. Tapi semrawutnya itu lho bikin keki.

Kalau kalian pernah ke Malioboro di tahun-tahun awal 2000-an, kalian pasti tahu maksud saya. Jaman itu jalan-jalan di Malioboro butuh perjuangan. Kita sudah harus berpikir keras sejak memilih mau jalan di sebelah mana? Sebelah timur jalan atau sebelah barat? Putuskan baik-baik sebab untuk menyeberang jalan butuh perjuangan tak kalah besar.

Biasanya sih wisatawan pemburu oleh-oleh bakal menyusuri sisi barat jalan. Di sisi ini penjual souvenir-nya lebih banyak, juga lebih lengkap. Karenanya juga lebih padat oleh manusia.

Begini penampakan Jalan Malioboro sebelum larangan parkir sepeda motor diterapkan. Semrawut!

Bagi yang mau ke Pasar Beringharjo atau masuk ke mal - masa itu di Malioboro hanya ada Malioboro Mal dan Matahari, atau mampir ke gerai Tourism Information Center (TIC), pilihannya adalah sisi timur jalan. Deretan penjual merchandise juga ada di sini, tapi tak sebanyak di sisi barat jalan.

Setelah memutuskan sisi mana yang dipilih, pertanyaan selanjutnya adalah mau lewat di bagian mana? Pilihannya ada dua: melewati teras toko yang jadi semacam lorong karena di seberangnya berderet pedagang souvenir; atau melewati trotoar yang dipenuhi sepeda motor, andong, becak, plus bau pesing kencing kuda.

Dua-duanya bukan pilihan nyaman, bukan?

Pendek kata, meskipun kondang sebagai tempat untuk jalan-jalan menikmati suasana Jogja, Malioboro bukanlah tempat yang menyenangkan untuk berjalan kaki. Itu sebabnya kemudian saya hanya melewati Malioboro kalau memang benar-benar harus lewat sana. Kalau cuma iseng atau berniat refreshing, banyak jalan lain yang lebih nyaman dilalui.

Ditata Ulang
Saya agak sumringah sewaktu Kawasan Nol Kilometer ditata ulang. Bagian depan Istana Presiden dan Monumen Serangan Umum 11 Maret dibersihkan dari segala jenis pedagang. Pot-pot besar untuk tanaman hias dan tempat duduk melingkar dari beton dibangun. Dilengkapi bangku-bangku kayu panjang. Jadilah kawasan itu tempat nongkrong baru yang asyik.

Sejak ada bangku-bangku itu, saya sering menghabiskan waktu duduk-duduk mengobrol bersama teman sekos di sana. Ya, sekedar ngobrol ringan sampai berbincang serius sembari mencamil makanan ringan yang dibeli dari pedagang yang mencuri-curi berjualan di depan Benteng Vredeburg. Tak jarang sampai pagi buta di sana, begitu terdengar adzan Subuh kucluk-kucluk pulang jalan kaki ke kos-kosan.

Rupanya butuh waktu lama sampai penataan dan perubahan di kiri-kanan Jl. Ahmad Yani itu bisa menular ke Jl. Malioboro. Wacana untuk menjadikan jalan legendaris tersebut sebagai kawasan pedestrian sudah didengungkan sejak entah kapan. Namun ada banyak kepentingan di sana sehingga Pemerintah Kota tidak bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat.

Saya masih ingat dulu sempat ada wacana membangun tempat parkir underground di bawah alun-alun untuk membersihkan Jl. Malioboro. Ide lainnya adalah memaksimalkan Taman Parkir Abu Bakar Ali. Keterbatasan lahan diakali dengan membangun gedung parkir bertingkat, seperti banyak bertebaran di Jakarta.

Rupanya kemudian ide kedua yang dieksekusi. Tapi itupun butuh proses panjang sampai akhirnya pada 4 April 2016 kawasan Malioboro benar-benar bersih dari segala jenis parkir. Sebagai penikmat jalan kaki sekaligus eks warga Jogja, tentu saja saya senang dong mendengar kabar ini.

Yeay, akhirnya bisa juga jalan kaki santai nan nyaman di jalan tenar ini!

Ke Malioboro bawa sepeda motor? Parkir dulu di Taman Parkir Abu Bakar Ali, terus lanjut jalan kaki deh.

Akhir September lalu, perubahan di Malioboro tersebut saya lihat dengan mata kepala sendiri. Dalam perjalanan naik Trans Jogja dari Terminal Jombor ke Ngabean, saya lihat sisi timur Jl. Malioboro bersih dari sepeda motor. Trotoar yang biasanya padat oleh ribuan kendaraan terlihat lega. Pasti asyik sekali jalan-jalan santai di sana.

Kalangan difabel rasanya lebih senang lagi. Di sepanjang trotoar Jl. Malioboro itu sebenarnya sejak lama ada penanda (guiding block) untuk membantu tunanetra berjalan. Tapi penanda itu jadi percuma karena tertutup sepeda motor yang diparkir. Kini, pemandu jalan itu jadi berguna lagi sebagaimana mestinya.

Nah, kalau kamu ada rencana ke Jogja dan jalan kaki menikmati Malioboro masuk dalam agendamu, coba cek artikel "Punya Rencana Traveling ke Jogja dalam Waktu Dekat? Perhatikan Skema Baru Tempat Parkir di Malioboro Berikut!" ini biar nggak bingung mengenai skema baru tempat parkir di Malioboro.

Intinya, ya itu tadi, kalau kita datang ke Malioboro membawa kendaraan sendiri, maka kendaraan harus diparkir di Taman Parkir Abu Bakar Ali yang berada di sebelah utara. Setelah itu kita masuk kawasan Jl. Malioboro berjalan kaki. Kan memang niatnya mau jalan-jalan santai to?

Kalau ogah capek, atau kamu mau ke Pasar Beringharjo yang berada di ujung selatan jalan, ada bus shuttle gratis yang disediakan Pemkot Yogyakarta. Tapi katanya sih nunggunya lama karena jumlah busnya terbatas. Opsi lain, naik saja bus Trans Jogja dari shelter Malioboro 1 di dekat Hotel Inna Garuda. Pas saya naik bulan kemarin tiketnya Rp3.500 sekali jalan. Mudah-mudahan sekarang masih sama.

Ah, jadi pengen ke Jogja lagi nih. Apalagi Pemalang-Jogja bisa naik kereta via Purwokerto. Liburan akhir tahun ke sana sepertinya asyik deh. Amin, ya Allah...



Sumber Foto:
Foto 1: https://sedanghangat.com/hal-hal-menarik-malioboro
Foto 2: http://www.radarjogja.co.id/mendesak-desain-ulang-malioboro/
Foto 3: http://regional.liputan6.com/read/2474816/wajah-malioboro-setelah-terbebas-dari-parkir-motor

Tertolong BCA Klikpay di Pelosok Desa Transmigrasi

$
0
0
Tara! Ini dia wajah-wajah kucel kami setiba di Bandara Sultan Thaha, Jambi, pada 3 Juli 2014.

APA yang akan kamu lakukan kalau mau pesan tiket pesawat secara online, tapi posisimu di tengah perkebunan sawit maha luas di daerah transmigrasi nan terpelosok, di mana ATM terdekat berjarak 2 sampai 2,5 jam perjalanan?

Ini cerita 2,5 tahun lalu. Sudah termasuk lama memang, tapi kisah ini akan selalu relevan sebagai contoh bagaimana lengkap dan canggihnya layanan sebuah bank dapat memudahkan nasabah. Sekalipun si nasabah tengah berada di daerah terpencil, seperti yang saya alami Agustus 2014 lalu.

Ceritanya begini. Kita mundur ke tanggal 3 Juli 2014 sewaktu saya mudik ke rumah orang tua di Sungai Bahar VI, Jambi. Kalau tak salah ingat, yang berarti ingatan saya benar kan ya, saya berangkat di hari ketiga atau keempat Ramadhan tahun itu. Bagi orang lain, itu belum waktunya mudik. Lebaran masih lama kok sudah mudik. Biarin deh.

Saya memang sengaja pulang awal Ramadhan agar dapat berpuasa sepuas-puasnya bersama Bapak dan Ibu di rumah. Sejak meninggalkan rumah selulus SMA di tahun 2000, puasa bersama Bapak-Ibu di rumah jadi momen langka bagi saya. Biasanya cuma beberapa hari karena saya mudik mepet lebaran. Lebih seringnya lagi malah nggak mudik.

Berhubung anak-anak masih belum masuk sekolah, saya bisa mengatur jadwal mudik sesuka hati. Tiket pesawat pun langsung saya pesan pulang-pergi biar mudiknya tenang. Berangkat tanggal 3 Juli 2014, untuk pulang saya pesan tiket tanggal 14 Agustus 2014. Ya, saya mudik 1,5 bulan. Hehehe.

Dari Pemalang, saya bersama istri dan dua anak naik travel dan minta diantar sampai Bandara Soekarno-Hatta. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan pesawat Jakarta-Jambi. Alhamdulillah, perjalanan lancar dan anak-anak senang bukan main. Itu kali kedua mereka ke tempat eyangnya di Jambi. Kali pertama saya ajak ke sana mereka masih bayi-bayi.

Singkat cerita, sampai di Bandara Sultan Thaha (foto atas) sudah ada mobil yang menjemput kami. Mobil tetangga di Sungai Bahar sih. Kami bayar Rp350.000 untuk menjemput di bandara. Kira-kira tiga jam perjalanan termasuk makan malam di satu rumah makan Padang di pinggiran Kota Jambi, sampailah kami di rumah orang tua.

Ini kali kedua saya membawa istri dan anak-anak berlebaran di Jambi.

Desa Transmigrasi
Seperti sudah saya singgung di awal, Sungai Bahar itu sebuah kawasan transmigrasi di Kabupaten Muaro Jambi. Nama propinsinya nggak usah disebut lagilah ya? Kalau kalian lihat peta, lokasinya dekat dengan perbatasan Sumatera Selatan. Mudahnya, Sungai Bahar terletak di sebelah utaranya Sumatera Selatan.

Wilayah transmigrasi ini dibuka sekitar tahun 1990. Saya tak tahu tahun persisnya. Yang saya ingat, Bapak merantau ke Sungai Bahar sejak tahun 1992. Waktu itu kami masih tinggal di Palembang. Silakan baca posting saya yang berjudul "Kabar Duka dari Palembang" dan "Mobil Ketek Tinggal Kenangan" untuk mengetahui secuil masa kecil saya di Kota Pempek.

Tahun 1995, Ibu mengajak saya dan adik-adik menyusul Bapak ke Jambi. Sejak itulah orang tua saya menetap di sana, menjadikan Sungai Bahar nan terpencil sebagai kampung halaman. Dari awalnya tinggal di rumah jatah transmigran yang terbuat dari papan dengan atap seng, sampai kemudian diberi rejeki lebih sehingga dapat membangun rumah beton yang cukup menampung anak-anaknya saat lebaran.

Oya, Sungai Bahar itu nama kawasan transmigrasi yang terdiri dari beberapa unit pemukiman (Unit Pemukiman Transmigrasi, UPT). Satu unit terdiri dari sekitar 500 kepala keluarga, dengan seorang Kepala UPT bertindak sebagai semacam kepala desa. Perlahan-lahan, unit-unit tersebut berubah bentuk menjadi desa-desa dengan dipimpin oleh kepala desa.

Nah, orang tua saya tinggal di Unit VI. Sehingga daerah tersebut sampai sekarang masih dikenal sebagai Sungai Bahar VI atau Sei Bahar VI. Awalnya Sungai Bahar VI menjadi Desa Talang Bukit, tapi sejak beberapa tahun lalu dipecah dua. Rumah tempat tinggal orang tua saya ikut desa baru yang diberi nama Talang Datar.

Lihat denah yang saya buat dengan mencoret-coret screenshot Google Map berikut ini. Wilayah dalam kotak kuning dan oranye adalah eks Unit VI yang kini jadi dua desa. Desa Talang Datar yang kotak kuning. Kotak-kotak lain adalah desa-desa terdekat. Sebagai pembanding, di bawahnya ada screenshot Google Map yang asli tanpa coretan saya.

Catatan: Kotak putih yang menutupi Sungai Bahar entah apa, Google Map selalu menampilkan Sungai Bahar dengan kotak putih begitu. Awan?


Namanya saja desa transmigrasi, fasilitasnya sangat terbatas sekali. Orang tua saya termasuk penghuni awal Sungai Bahar VI. Saat itu jalanan masih tanah semua, tak ada listrik, apalagi tower telekomunikasi. Saya mengalami masa-masa di mana harus men-charge aki (accu) ke desa tetangga agar bisa menonton tivi.

Untuk penerangan rumah kami pakai lampu minyak tanah, di mana saya berperan sebagai Menteri Penerangan Rumah. Tugas saya membersihkan semprong lampu, memotong sumbu yang sudah gosong, serta mengisi minyak tanah ke dalam tabung lampu. Begitu gelap menjelang, saya juga yang menghidupkan lampu-lampu itu. Ketika saya masuk SMA dan merantau ke Muara Bulian, adik kedua saya yang meneruskan jabatan penting tersebut.

Pernah ada kejadian lucu di tahun 2002. Saya sudah kuliah ceritanya. Mudik dari Jogja saya membawa barang mewah bernama handphone. Mereknya masih saya ingat betul, Siemens M35 yang saya beli sendiri dari mengumpulkan uang tip tamu hotel selama magang di Hotel Novotel Solo. Maksud saya membawa pulang hape itu setengahnya mau pamer sih, hihihi. Tapi pamer positif lho, dalam artian menunjukkan ke orang tua kalau saya sudah bisa menghasilkan uang sendiri.

Eh, sampai di Sungai Bahar, tidak ada sinyal sama sekali yang bisa ditangkap hape tersebut. Ya iyalah, tower-nya saja nggak ada. Begitu baterainya nge-drop, saya tidak bisa men-charge karena tidak ada listrik. Mau dicas pakai lampu minyak?

Tahun 2008, jalan poros Trans Bahar diaspal - sekarang sudah hancur lagi sih. Lalu berselang beberapa tahun masuklah tiang-tiang listrik, disusul tower milik operator GSM. Sungai Bahar mulai terlihat ada kemajuan. Tapi, tetap saja dengan segala keterbatasannya. Listrik di sana byar-pet. Malah sering lho padam sampai berhari-hari.

Mungkin karena milik swasta, yang paling oke justru layanan telekomunikasi. Operator seluler pemasang tower siap sedia dengan generator (gen-set) sebagai pembangkit daya cadangan. Jadi, biarpun listrik mati total, sinyal hape selalu on. Saya pun bisa online terus tanpa hambatan.

Begini kondisi jalan di Sungai Bahar. Yang diaspal baru jalan protokol antardesa, ruas jalan lainnya masih berupa tanah seperti ini.

Eyang Mau Antar Cucu
Tak terasa 1,5 bulan berlalu. Kebersamaan dengan orang tua di Jambi harus berakhir. Waktunya saya membawa anak-istri kembali ke Pemalang. Sama seperti saat berangkat, kami pulang lewat Jakarta. Tapi sampai mendekati hari keberangkatan saya belum menentukan dari Jakarta ke Pemalang naik apa.

Adik saya yang di Jakarta menyodorkan tawaran menarik. Dia mau kami menginap barang dua malam di Ibukota, mau diajak jalan-jalan ke Monas atau Ragunan. Pertimbangan adik saya, selama di Jambi kami sama sekali tidak kemana-mana. Jadi bibinya anak-anak ingin memberi memori manis dengan jalan-jalan dulu di Jakarta.

Tentu saja saya tidak menolak. Istri juga setuju. Efek positif lainnya, saya jadi bisa memutuskan moda transportasi apa yang musti diambil untuk perjalanan Jakarta-Pemalang. Yang paling nyaman dan enak rasanya kereta api. Apalagi anak-anak belum pernah naik kendaraan satu ini.

Jadi, dari Jambi ke Jakarta kami naik pesawat. Menginap dua malam di Jakarta, lalu tanggal 17 Agustus naik kereta ke Pemalang. Perfect!

Eh, tapi ada satu hal yang kurang. Ibu sepertinya masih kurang puas bermain-main dengan cucu. Dan, saya yakin beliau ingin mengantar cucunya. Tak cuma dadah-dadah di depan pintu, tapi ikut mengantar sejauh mungkin. Ketika saya tanya, Ibu malah bilang tadinya beliau mau mengantar sampai Pemalang, tapi repot. Maksudnya repot di dompet. Maklum, habis lebaran.

Okelah, sebagai anak yang berbakti (setidaknya saya berusaha begitu) saya pun mengajak Ibu. Namanya mengajak ya tentu tiket pesawat Jambi-Jakarta saya yang membelikan. Adik saya lagi-lagi kasih tawaran menarik, tiket Jakarta-Jambi untuk Ibu dia yang belikan. Cocok!

Masalahnya, hari itu sudah tanggal 14 Agustus. Besok pagi-pagi saya dan anak-istri berangkat. Mepet sekali! Yang paling saya khawatirkan tidak ada tiket untuk penerbangan besok. Kekuatiran kedua - yang sebenarnya kekuatiran pertama juga sih, kalaupun tiketnya ada harganya melebihi uang di saldo rekening Tahapan BCA saya.

Foto atas: Anak-anak "membantu" Eyang Jambi membuat kue lebaran di dapur. Foto bawah: Hujan-hujanan di kebun sawit.

Saya langsung buka laptop, sambungkan modem, lalu browse satu situs booking online. Alhamdulillah, masih ada beberapa tiket Jambi-Jakarta untuk tanggal 15 Agustus 2014. Saya cari maskapai yang jadwal penerbangannya tidak selisih jauh dari pesawat yang tiketnya sudah saya kantongi. Dapat! Lega rasanya.

Cepat-cepat saya order tiket tersebut atas nama Ibu. Nama lahir beliau Sumiati. Namun entah kenapa petugas KUA yang mencatat pernikahan Ibu dengan Bapak salah menulis nama di buku nikah, jadi Sumarti. Ibu memilih mengubah namanya ketimbang mengoreksi kesalahan nama di buku nikah.

Eh, info ini penting nggak sih? Abaikan saja kalau tidak penting :)

Tertolong BCA Klikpay
Lanjut lagi ke cerita order tiket pesawat tadi. Setelah klik sana-sini, tibalah di halaman pembayaran. Tetot! Saya baru ingat kalau pesan online begini kita hanya diberi waktu sedikit untuk menyelesaikan pembayaran. Di situs booking online yang saya gunakan hari itu, waktu yang diberikan dua jam.

Kalau ordernya di Pemalang tidak ada masalah. Saya biasa memilih metode pembayaran ATM atau melalui Indomaret. Cukup keluar barang 5-10 menit naik sepeda motor, selesai. Nah, saat itu pemesanan dilakukan di Sungai Bahar. ATM BCA terdekat (waktu itu) adanya di Kota Jambi yang berjarak kira-kira 60 km. Naik sepeda motor paling cepat 1,5 jam. Tapi saya tidak mau ambil opsi tersebut. Terlalu jauh, Kakak. Lagipula jalanannya banyak rusak.

Indomaret? Hehehe, masa itu belum ada Indomaret di Sungai Bahar VI. Bahkan di Sungai Bahar I yang lebih ramai pun belum. Kalau mau sih ada Indomaret di Penerokan, dari rumah ke sana naik motor sekitar setengah jam dengan kecepatan setan. Kalau saya yang naik motor ya bisa 45 menit sampai sejam. So, itu juga bukan opsi bagus.


Sebelum ada yang menyebut kartu kredit, saya kasih tahu kalau saya tidak punya kartu tersebut. Maaf, saya cuma punya kartu debit.

Untungnya ada opsi pembayaran menggunakan BCA Klikpay. Untungnya lagi, saya sudah punya akun BCA Klikpay. Nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan? Hehehe.

Saya klik deh pilihan itu pada laman pembayaran, lalu diminta login ke akun BCA Klikpay saya.

Eh, kamu belum punya akun BCA Klikpay? Sok atuh bikin. Cara daftarnya mudah sekali lho. Coba saja lihat bagan berikut ini.


Cara Mendaftar BCA Klikpay:
1. Buka web www.klikbca.com/klikpay
2. Centang untuk menyetujui syarat dan ketentuan BCA Klikpay, lalu klik tombol "Setuju"
3. Isikan data yang diminta, lalu pilih apakah ingin mengaitkan akun Klikpay dengan KlikBCA atau kartu kredit BCA
4. Konfirmasi data yang tadi diisikan, klik tombol "Kirim" jika sudah benar semua
5. Pendaftaran selesai.

Selamat! Sekarang kamu sudah punya akun BCA Klikpay. Tapi sebelum dapat digunakan akun tersebut harus diaktifkan terlebih dahulu. Caranya tidak kalah mudah. Perhatikan saja bagan di bawah ini.


Cara Aktivasi BCA Klikpay:
1. Login ke www.klikbca.com
2. Pilih menu "Administrasi"
3. Pilih menu "Aktivasi BCA Klikpay" yang berada paling bawah
4. Setelah itu kita diminta memasukkan kode OTP (one time password, dikirim ke email dan nomor hape yang didaftarkan).
5. Begitu kedua kode OTP dimasukkan, akun BCA KlikPay pun siap dipakai.

Balik lagi ke order tiket pesawat untuk Ibu, saya pun login dengan selamat sentosa ke akun BCA Klikpay. Setelah itu saya diminta memasukkan kode OTP yang dikirimkan ke nomor hape dan email untuk mengotorisasi pembayaran tiket. Menit berikutnya saya sudah dapat konfirmasi dari situs booking online kalau pembayaran sukses dilakukan.

Yeay! Tiket pesawat untuk Ibu sudah didapat, saatnya kita jalan-jalan ke Jakarta. Saya tidak bisa membayangkan betapa senangnya Ibu bisa mengantar sekaligus mengajak jalan-jalan dua cucunya di Ibukota. Menyenangkan hati Ibu termasuk bentuk bakti terhadap orang tua kan ya?

Oya, ini screenshot pemesanan tiket pesawat yang saya pesankan untuk Ibu 2,5 tahun lalu. Tertera di sana jenis pembayarannya BCA Klikpay dan sudah dibayar lunas. Ya iyalah, kalau nggak lunas ya Ibu saya nggak bakal bisa ikut jalan-jalan ke Jakarta dong.


Saya bersama anak-anak, istri, dan Ibu dalam perjalanan pulang meninggalkan kawasan Monas. Adik saya pegang kamera.

Skip, skip, skip, sampailah kami di Jakarta. Penerbangan Ibu ternyata delay, jadi kami menunggu sekitar satu jam di Bandara Soekarno-Hatta. Selama itu anak-anak asyik main troli barang, dinaiki seperti mobil-mobilan. Mereka bahkan sukses memaksa saya mendorong troli - dengan mereka naik di atasnya! - dari Terminal 1C ke Terminal 1B, lalu balik lagi ke Terminal 1C. Dasar anak-anak.

Saya sudah ubek-ubek file di laptop tapi foto-foto kami di Bandara Soetta hari itu kok tidak ketemu. Apa mungkin masih disimpan adik saya, dan belum saya salin? Entahlah. Nanti kalau ketemu langsung saya upload di sini. Yang jelas begitu Ibu mendarat kami naik taksi ke Palmerah, tempat kontrakan adik saya.

Besoknya, 16 Agustus 2014, kami pergi ke Monas naik Trans Jakarta. Dari Halte Grogol transit dulu di entah di halte mana saya lupa namanya, lalu turun di Halte Gambir. Baru jalan sebentar kok lihat plang bus wisata tingkat, ada tulisan gratis pula. Siapalah yang nggak mau keliling-keliling jalan protokol Jakarta gratis?

Jadi, naiklah kami ke bus wisata milik Pemprov DKI Jakarta, duduk di bagian atas. Busa masih kosong. Anak-anak senang sekali bisa duduk paling depan.



Setelah naik bus wisata satu putaran, kami turun di depan Museum Gajah lalu masuk kawasan Monas. Seharian kami di sana. Anak-anak berlari-larian ke sana-sini, sedangkan Ibu memandangi tingkah mereka sembari tersenyum. Senyum yang saya ingin selalu terkembang di wajah Ibu.

Sudah, begitu saja ya ceritanya. Kalau mau lebih panjang nanti saya tuliskan dalam bentuk novel saja.

Oya, terima kasih sekali kepada BCA yang dengan layanan Klikpay-nya sudah membantu saya 2,5 tahun lalu. Bukan cuma membantu memesankan tiket untuk Ibu, di tengah desa transmigrasi yang masih terbilang terbelakang itu. Tapi juga membantu menghadirkan senyum bahagia di wajah Ibu saat melihat dua cucunya berlari-larian di Monas dengan riang gembira.

Semoga bermanfaat.

berpartisipasi dalam "My BCA Experience" Blog Competition

Asyiknya Naik KRL ke Kota Tua Jakarta

$
0
0

DARI sekian tempat menarik di Jakarta, saya paling penasaran dengan Kota Tua. Alasan pertama adalah cerita yang membungkus kawasan tersebut. Sebagai eks siswa yang dapat nilai 10 dalam pelajaran Sejarah, saya sangat menyukai cerita-cerita masa lalu. Makanya bangunan-bangunan tua di Kota Tua seperti memiliki magnet bagi saya.

Sayangnya, entah berapa kali saya ke Jakarta cuma singgah. Seringnya sih menginap semalam, baik dalam perjalanan mudik dari Pemalang ke Jambi atau pas ada jadwal ke kota-kota lain di Sumatera. Tapi sebuah rencana yang berantakan di akhir Agustus memberi berkah bagi saya.

Cerita sedikit ya. Pertengahan Agustus lalu saya diajak mengunjungi kebun buah di Lampung. Beberapa hari sebelum berangkat, datang tawaran untuk menghadiri sebuah acara blogger di Jogja. Ada fee-nya tentu saja, kalau tidak saya bakal berhitung ikut acara blogger sampai ke sana. Hehehe...

Saya menyanggupi datang walaupun waktunya terhitung mepet dengan jadwal saya ke Lampung. Tanggal 24-25 Agustus di Lampung, acara di Jogja tanggal 26 Agustus. Saya pun menyusun rencana. Pulang dari Lampung, saya akan langsung terbang ke Jogja. Menginap semalam, baru besoknya ikut acara yang diadakan oleh sebuah bank beken tersebut.

Maka saya siapkan semua yang terkait dengan rencana tersebut, termasuklah tiket pesawat Jakarta-Jogja. Saya sengaja tidak memesan hotel karena ada beberapa saudara yang bisa ditumpangi. Ngirit, kalau nggak nanti fee-nya cuma habis buat tiket pesawat dan hotel. Istri saya nggak kebagian jatah dong?

Oke, clear. Perjalanan pun saya mulai dari Stasiun Pemalang, dengan tujuan Jakarta. Naik kereta api Tawang Jaya, estimasi saya bakal sampai di Stasiun Pasarsenen sekitar jam setengah sembilan malam. Perjalanan lancar. Saya sudah merancang-rancang, begitu sampai Senen langsung ambil KRL ke Tanah Abang dan lanjut ke Palmerah.

Eh, sampai Stasiun Jatinegara saya dapat SMS, "Mas, acara yang di Jogja diundur entah sampai kapan. Mas Eko ikut yang di Semarang aja ya tanggal 28. Brief-nya dikirim lewat email." Saya tertawa geli dan cuma bisa jawab, "Oke, Mbak. No problem."


Family Time
Apa boleh buat, rencana pun berubah. Malam itu juga saya cancel tiket Jakarta-Jogja. Pulang dari Lampung, saya tidak langsung balik ke Pemalang. Salah satu faktornya tidak ada lagi tiket tersisa untuk tanggal 25 Agustus malam. Tanggal 26-nya ada, tapi tanggung sekali rasanya kalau saya sampai Pemalang tanggal 27 pagi, terus tanggal 28 sudah pergi lagi ke Semarang.

Setelah diskusi singkat dengan istri via SMS, saya memutuskan tetap di Jakarta sampai tanggal 27. Kontrakan adik saya di Palmerah jadi base camp, dengan adik saya satunya lagi yang kuliah di Bogor jadi teman. Ini family time yang tidak direncanakan sebelumnya, jadi kami merasa senang sekali. Terakhir kali kami berkumpul seperti ini sewaktu mudik lebaran tahun 2014 di Jambi.

Kamipun merancang rencana mau pergi kemana. "Mumpung di Jakarta, mana tempat yang Kakak mau kunjungi?" begitu kata adik perempuan saya yang jadi tuan rumah. Just info, saya dipanggil "kakak" oleh adik-adik karena kami lahir dan menghabiskan seluruh masa kecil di Palembang. Di Kota Pempek, itu panggilan untuk saudara laki-laki yang lebih tua.

Tanpa pikir panjang saya menyebut Kota Tua. "Oh, masih penasaran sama kerak telor to?" Tanya adik perempuan saya lagi. Rupanya dia ingat saya pernah menulis tentang makanan satu ini lima tahun lalu.

Oke, Sabtu pagi nan cerah di penghujung Agustus itupun kami berangkat ke Kota Tua. Kami sengaja memilih naik angkutan umum agar lebih santai di jalan. Jadi benar-benar mau menikmati perjalanan. Kalau bicara hemat sih, terutama hemat waktu, lebih mending naik sepeda motor sendiri.

Dari kontrakan kami naik angkot Tanah Abang-Slipi, turun di Pasar Palmerah. Lalu menyeberang jalan dan menuju ke Stasiun Palmerah. Stasiun lengang pagi itu. Maklum, sudah jam kerja. Kalau saja kami berangkat lebih pagi tentu bakal melihat keramaian stasiun yang dipenuhi pegawai kantoran.

Karena sepi, kami bisa langsung memesan tiket di vending machine tanpa harus antri. Ongkos KRL alias commuterline dari Palmerah ke Jakarta Kota cuma Rp2.000, murah sekali! Tapi saat membeli tiket harus menyerahkan jaminan untuk kartu sebesar Rp10.000. Jaminan ini bisa diambil setelah mengembalikan kartu di stasiun tujuan.

Sempat salah platform, kami tak perlu menunggu lama karena kereta tiba tak sampai 10 menit berselang. Dari Palmerah ke Jakarta Kota kami harus transit dua kali. Transit pertama di Tanah Abang, lalu di Manggarai. Entah apa yang terjadi kami menunggu lebih dari setengah jam di Stasiun Tanah Abang. Stasiun pun jadi penuh sesak karena penumpang menumpuk.



Saya manfaatkan waktu menunggu itu untuk berfoto-foto dan mengambil video dengan handphone ASUS Zenfone C saya. Yap, tentu saja langsung upload ke media sosial. Contohnya foto di Instagram di atas. Untuk apa lagi memangnya? Hehehehe.

Di Stasiun Manggarai kembali kami harus menunggu lama, tapi tak sampai setengah jam. Kata adik saya yang biasa naik KRL Bogor-Jakarta, di stasiun-stasiun transit seperti Manggarai kereta memang lebih lama datang. Saya tidak tanya apa penyebabnya.

Foto-Foto di Museum Bank Indonesia
Sampai di Stasiun Jakarta Kota sudah menjelang tengah hari. Perut mulai lapar. Tadi pagi kami cuma minum teh dan makan roti. Okelah, kita makan siang dulu. Di dekat air mancur dalam terowongan penyeberangan orang itu terdapat gerai Soto Lamongan Kota. Ke sanalah kami menuju. Warungnya ramai. Kami beruntung sekali bisa dapat meja kosong.

Habis makan siang adik ipar pisah jalan karena ada janji dengan seseorang di tempat lain. Okelah, perjalanan ke Kota Tua kami lanjutkan bertiga.

Naik ke atas - terowongannya di bawah tanah, saya sudah dibuat terkagum-kagum oleh satu bangunan bergaya kolonial tepat di pintu keluar terowongan. Ya, Museum Bank Mandiri. Saya langsung noni-noni Belanda berpakaian panjang putih memakai payung berseliweran di sana. Pulang belanja dari Pasar Asemka mungkin? Di tahun-tahun 1900-an kawasan ini pasti penuh dengan orang berkulit putih.

Bersebelahan dengan Museum Bank Mandiri ada bangunan peninggalan kolonial lainnya, Museum Bank Indonesia. Kalau Museum Bank Mandiri cuma kami lewati, di Museum Bank Indonesia kami berbelok dan masuk ke halamannya. Tepat sekali! Untuk apalagi kalau bukan... selfie dan wefie dengan background gedung tersebut.

Hari itu perlengkapan foto-foto saya terhitung komplit. Saya bawa satu kamera digital dan satu action cam, ditambah hape ASUS Zenfone C. Untuk keperluan update di sosial media, saya pilih mengambil foto pakai hape karena lebih praktis. Kalau foto-foto di kamera kan musti dipindah dulu ke hape. Butuh waktu lebih lama.



Memang sih kamera digital saya sudah ada wifi-nya, jadi pindah file foto tidak perlu bongkar memory card. Tapi tetap saja lebih repot dan makan lebih banyak waktu. Lagipula ASUS Zenfone C saya sangat bisa diandalkan kok untuk foto-foto di siang hari bolong. Sejauh ini saya belum pernah dikecewakan oleh hape tersebut untuk urusan ambil foto.

Saya sudah memakai smartphone ini sejak menghadiri Musi Triboatton 2016 di Palembang, Mei lalu. Waktu itu saya malah belum punya kamera digital dan action cam. Jadi, seluruh foto dokumentasi saya selama di Kota Pempek diambil menggunakan ASUS Zenfone C. Termasuk foto bareng pramugrari berhijab di dalam pesawat Nam Air. ^_^

Puas berfoto di pelataran Museum Bank Indonesia, kami lanjutkan perjalanan ke Kota Tua. Adik perempuan saya sempat menawarkan masuk ke dalam museum, lihat-lihat koleksi uang. Sebagai eks numismatis dan pedagang uang lama sebenarnya itu tempat menarik dikunjungi, tapi saya mau fokus hanya ke Kota Tua. Lain kali saja saya bakal seharian mengubek-ubek Museum BI.

Panas-panasan di Kota Tua
Sampai di pojokan Jl. Bank, kami menyeberang di sela-sela berbagai macam kendaraan yang memadati jalan. Di seberang jalan tanda-tanda kawasan kuno semakin terlihat. Jalan yang saya tapaki terbuat dari batu-batu berbentuk kotak besar. Lalu di kiri kanan terdapat bangunan-bangunan eksotis bergaya Eropa abad pertengahan.

Ah, saya benar-benar serasa kembali ke jaman Hindia Belanda. Kembali bayangan noni-noni Belanda berpakaian putih dengan topi lebar bercadar dan membawa payung melintas di kepala. Eh, ternyata bayangan noni Belanda itu ada yang mewujudkan, berjejer dengan seorang laki-laki berdandan ala pejuang.

Saya sebenarnya mau foto bareng, tapi yang mengerubuti si Noni banyak sekali. Ya udah, melipir deh. Kami lanjutkan langkah. Saya berhenti sejenak di depan gedung bertulisan Djakarte, kembali dibuat terpana oleh bangunan tua tersebut. Saya bayangkan noni dan sinyo Belanda duduk-duduk bercengkerama di bawah payung-payung besar yang berjejer di halaman.

Akhirnya, sampailah kami di pelataran Kota Tua. Yeay! Saya senang sekali bisa sampai di sana. Apalagi yang saya dan adik-adik lakukan kalau bukan berfoto-foto dengan latar belakang gedung eks Gouverneurs Kantoor? Tanpa malu-malu saya juga membuat donut selfie. Ya, peduli amat orang Amat juga nggak peduli. Hehehe...





Satu hal yang agak disayangkan, sepertinya kami salah waktu. Kami sampai di Kota Tua setelah makan siang, sekitar jam setengah satu. Panasnya jangan ditanya. Mana saya tidak bawa topi, demikian juga adik-adik. Mana bekal minum yang kami beli di Stasiun Jakarta Kota sudah habis pula.

Karena kepanasan, kami tidak sampai menyewa sepeda dan berkeliling halaman Gouvernuers Kantoor. Selesai foto-foto dan mengambil video, kami jalan lebih ke tengah dan foto-foto lagi. Panas semakin terasa, keringat bercucuran. Secara naluriah kami menuju ke salah satu sudut yang ada pohon-pohon kecil untuk berteduh.

Saya jadi ingat event Jakarta Night Journey yang diadakan Indonesia Corners belum lama ini. Sesuai namanya, di event ini peserta diajak berjalan-jalan menyusuri Jakarta di malam hari. Salah satu destinasinya kawasan Kota Tua ini, selain Monas dan Balaikota. Wah, pasti asyik ya mengunjungi Kota Tua di malam hari. Yang jelas tidak kepanasan.

Sayang sekali saya tidak bisa mengikuti event tersebut. Tapi kalau tahun depan diadakan lagi, saya bakal menyempatkan diri ikut serta. Saya ingin tahu suasana Kota Tua dan juga Jakarta di malam hari. Pasti nuansanya berbeda dengan mengunjungi di siang hari. Lebih eksotis, lebih syahdu.

Balik lagi ke saya dan adik-adik yang kepanasan. Akhirnya kami memesan taksi online untuk pulang ke Palmerah. Kenapa nggak naik KRL lagi? Menghemat waktu, karena lepas Isya saya harus ke Stasiun Pasarsenen untuk menuju Semarang. Sembari menunggu mobil pesanan datang kami masuk ke minimarket di dekat Cafe Batavia. Beli minuman. Haus!

Tak lama berselang taksi online pesanan kami datang. Kami langsung naik ke mobil dan meninggalkan Kota Tua. Belum puas sebenarnya. Lain kali saya mau datang lagi ke sini, mengeksplorasi lebih banyak, juga berfoto selfie dan merekam video lebih banyak. Belajar dari pengalaman, sebaiknya saya datang menjelang sore ya saja biar tidak kepanasan.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition oleh Indonesia Corners yang di Sponsori oleh Asus Indonesia”

Sedapnya Jadi Food Enthusiast

$
0
0

ICIP-ICIP makanan enak di restoran, seringnya ditraktir, sudah itu dibayar pula. Siapa yang tidak mau pekerjaan macam begini? Saya sih mau pake banget. Itu sebabnya saya bela-belain datang jauh-jauh dari Pemalang untuk mengikuti event Ngobrol Bareng Blogger Semarang yang diadakan Bank BCA, akhir Agustus lalu.

Bertempat di Nestcology, sebuah restoran berkonsep open kitchen di kawasan Candi Baru, Rabu (31/8/2016) malam, puluhan blogger dari Kota Semarang dan sekitarnya berkumpul untuk menyimak paparan Mas Nuno Orange.

"Orange" pada nama belakangnya ini saya yakin bukan nama asli. Entah siapa nama belakang sebenarnya, saya kok lupa bertanya saat kemarin ketemu. Yang jelas, Mas Nuno yang juga penyiar radio Gajah Mada FM ini merupakan seorang food enthusiast.

Maaf, food apa tadi?

Kalau ada yang bertanya begitu sembari mengernyitkan kening, food enthusiast adalah seseorang yang tertarik pada makanan. Bahasa gampangnya suka mencicipi makanan. Urban Dictionary mendefinisikan food enthusiast dengan kalimat "Someone who loves trying newly discovered foods." Seseorang yang suka mencobai makanan-makanan atau menu baru.

Mas Nuno sendiri dalam penjelasannya mengatakan, food enthusiast adalah sebutan bagi orang yang suka mencoba makanan-makanan baru, mendatangi tempat makan seru, dan senang mengunggah hasil "buruannya" ke media sosial atau lewat posting blog. Sudah mulai tergambar kan bagaimana sih seorang food enthusiast itu.

Berawal dari hobi, yaitu hobi makan tentu saja, Mas Nuno senang sekali mencicipi makanan-makanan baru atau yang sedang tren di kalangan anak muda. Tiap kali ada makanan baru di seputaran Kota Semarang, ia selalu sempatkan diri untuk merasainya. Begitu pula kalau ada restoran atau tempat hang out yang baru buka, Mas Nuno tak mau ketinggalan meramaikan.

Kehadiran media sosial membuat Mas Nuno rajin mengunggah makanan-makanan yang pernah ia cicipi, juga restoran-restoran yang pernah ia datangi. Kebanyakan ia bagikan di Instagram berupa foto-foto, lalu uraian lebih lengkap dipublikasikan di blog.


Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah follower dan pembaca blog, sharing iseng-iseng yang dilakukan Mas Nuno jadi semacam promosi bagi restoran yang ia datangi. Dari sinilah peluang hadir. Ia kerap diundang restoran untuk mencicipi menu-menu baru. Tentu saja makan gratis, dan tak jarang malah mendapat fee. Sedapnya...

Kerja sama ini menguntungkan kedua belah pihak. Mas Nuno dapat mencicipi makanan baru sebagai bahan update akun media sosial dan blognya, restoran pengundang mendapatkan promosi gratis plus engagement dari calon konsumen. Simbiosis mutualisme. Belakangan, sejumlah food enthusiast bahkan bisa hidup mapan mengandalkan fee sebagai corong promosi restoran-restoran.

Modal Food Enthusiast
No pain no gain, demikian bunyi satu kata bijak. Sebelum bisa "menghasilkan" dan hidup cukup, seorang food enthusiast harus berkorban dulu di awal-awal merintis karier. Mas Nuno menerangkan, undangan dari restoran tidak ujug-ujug datang begitu saja. Kita harus terlebih dahulu menunjukkan siapa kita sebelum dilirik untuk kerja sama.

Di fase-fase "memperkenalkan diri" inilah si food enthusiast butuh modal tidak sedikit. Untuk apa? Untuk membeli makanan-makanan yang akan ia cicipi dan foto-fotonya dibagikan di media sosial. Biaya yang harus dikeluarkan bukan cuma harga makanan saja, tapi juga ongkos menuju ke restorannya.

Apalagi demi menjaga konsistensi update, kita harus rutin mencicipi makanan-makanan baru dan mendatangi tempat-tempat baru. Artinya, dibutuhkan anggaran rutin setiap bulan. Sementara pemasukan maupun undangan makan gratis dari restoran belum kunjung datang. Di sinilah ujian terberatnya.

Tapi sebenarnya modal tersebut juga tak bisa dibilang banyak sih. Tinggal pandai-pandai menyiasatinya saja. Strategi termudah sekaligus murah meriah adalah mencicipi jajanan jalanan (street food). Jenis makanan begini mudah didapatkan di pinggir-pinggir jalan, tak perlu masuk ke restoran atau kafe, dan yang terpenting harganya terjangkau kantong.

Di Semarang, ada banyak sekali street food yang menarik diangkat. Sekedar contoh, sebut saja Nasi Ayam Ibu Sami di kawasan Simpang Lima, Es Puter Cong Lik di Jl. Krese, tahu gimbal di sekitaran Taman KB, atau Lekker Paimo di Jl. Karang Anyar depan SMA Kolose Loyola. Kue lekker di tempat ini harganya malah dimulai dari seribuan saja lho.

Atau kalau memang harus ke restoran, satu yang disarankan Mas Nuno adalah pergi bersama teman. Semakin banyak semakin bagus. Selain dapat menghemat ongkos, dengan makan bersama banyak orang kita bisa mencicipi banyak makanan sekaligus tanpa harus membayar semuanya. Sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui, begitu kata pepatah.


Misalnya saya pergi ke Restoran Enak Tenan bersama Amir, Bambang, Cindy, dan Diana. Katakanlah sampai di sana saya memesan sate belut, Amir memesan nasi goreng kambing, Bambang memesan sambal goreng mercon, Cindy memesan mie goreng udang, dan Diana memesan bubur jumbo. Lihat, sudah ada lima jenis makanan di meja yang siap difoto-foto.

Khusus untuk saran ini, pastikan teman-teman kita tidak keberatan makanan pesanannya difoto-foto dulu sebelum disantap. Akan lebih baik lagi kalau si teman bersedia memberi barang satu-dua suap untuk kita cicipi. Sekedar tahu rasanya supaya ulasan yang ditulis lebih akurat.

Split Bill
Cara lain yang juga bisa dipraktikkan adalah dengan memanfaatkan layanan berbagi pembayaran atau split bill. Jadi, dari total pesanan berapa rupiah lantas dibagi jumlah rombongan dengan nominal yang telah disepakati. Apakah langsung dibagi lima sama rata, atau berbeda-beda nilainya untuk masing-masing teman.

Sekarang ada banyak sekali layanan pembayaran yang menyediakan fitur split bill. Satu yang masih hangat adalah Sakuku, sebuah dompet elektronik milik BCA yang pertama kali diluncurkan pada 28 September 2015, kemudian di-relaunch pada 29 Februari 2016.

Sakuku dapat digunakan untuk pembayaran belanja - termasuk tagihan makanan di restoran, isi pulsa, dan transaksi perbankan lainnya. Berita baiknya, Sakuku dapat digunakan secara gratis 100%. Tidak ada biaya apapun yang dikenakan pada pengguna.

Untuk dapat menggunakan Sakuku kita cukup menginstal aplikasinya yang dapat diunduh secara gratis di Apps Store (bagi pengguna iPhone) atau Google PlayStore (bagi pengguna Android). Oya, pastikan smartphone yang digunakan sudah memakai sistem operasi Android 4.0 atau iOS 7.1 ke atas. Setelah aplikasi Sakuku terpasang di hape, selanjutnya tinggal daftarkan diri menggunakan nomor hape, lakukan verifikasi, dan Sakuku siap digunakan.

Karena berupa dompet elektronik, kita harus mengisi saldo Sakuku terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. Top up saldo dapat dilakukan melalui transfer di ATM, lewat klikBCA, maupun layanan mobile banking m-BCA. Saldo maksimum untuk setiap akun Sakuku adalah Rp1.000.000.


Kurang banyak? Tingkatkan akun menjadi Sakuku Plus! Dengan upgrade layanan ke Sakuku Plus, saldo maksimal bertambah menjadi Rp5.000.000. Lebih penting lagi, fitur split bill yang tadi kita bahas hanya bisa digunakan oleh pemilik akun Sakuku Plus.

Keuntungan lainnya, dengan Sakuku Plus kita dapat melakukan transfer dana ke sesama pengguna Sakuku. Atau sebaliknya, kita bisa minta dikirimi uang dari pengguna lain.

Satu fitur Sakuku Plus yang paling membuat saya tertarik adalah tarik tunai di mesin ATM tanpa kartu. Jadi, kita bisa menarik uang dalam saldo Sakuku Plus melalui mesin ATM. Caranya juga simpel, hanya dengan memasukkan kode penarikan yang diberikan oleh aplikasi sesaat setelah kita mengajukan permohonan tarik tunai via ATM.

Bagi saya fitur tarik tunai di ATM ini merupakan highlight Sakuku Plus. Fungsinya sebagai dompet benar-benar terasa, karena saat membutuhkan dana tunai kita bisa mengambilnya kapan saja di mana saja. Mau dompet ketinggalan juga tidak perlu bingung asalkan hape di mana aplikasi Sakuku Plus terinstal ada di kantong.

Nah, buat kamu yang tertarik menggeluti profesi food enthusiast, Sakuku tengah mengadakan Food and Beverage Festival yang sudah berlangsung sejak 29 Juli lalu. Sepanjang periode festival ini kita bakal mendapat diskon 50% atau tawaran buy one get one free bila memakai Sakuku sebagai metode pembayaran di 13 merchant yang berpartisipasi.

Kok cuma 13 merchant? Tenang, yang 13 itu hanya jumlah merchant yang ikut dalam Food and Beverage Festival. Daftar merchant Sakuku sendiri ada banyak sekali. Dan kebanyakan merupakan restoran atau cafe. Lebih lengkapnya dapat dilihat di halaman ini (klik saja).

Well, tertarik jadi food enthusiast seperti Mas Nuno? Jangan lupa unduh dan pakai aplikasi Sakuku agar hang out berburu makanan jadi lebih all out.

Semoga bermanfaat!

Tur Cokelat Bali Hari 4: Mengejar Lumba-Lumba di Lovina

$
0
0
AH, tak terasa Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag Indonesia sudah berlalu tepat sebulan lalu. Dan saya belum selesai juga menuliskan pengalaman berkesan ini! Oke, jadi inilah perjalanan kami di hari keempat. Mulai dari mengejar lumba-lumba di Lovina, kehujanan di Pura Ulun Danu Bratan, sampai belajar membuat cokelat di Pod Chocolate Cafe and Factory. Yuk, ah!

Oya, sebelum lanjut cerita, just info pada malam keempat kami diinapkan di Hotel The Lovina Bali. Nanti saya buatkan review-nya di blog ini, juga video room tour di channel YouTube saya. Untuk sementara, kalau penasaran dengan hotel ini sila cek www.thelovinabali.com.

BACA JUGA:
- Asyiknya Tur Cokelat Bali bersama Frisian Flag
- Tur Cokelat Bali Hari 1: Mengejar Sunset di Jimbaran, dan... Tertutup Awan!
- Tur Cokelat Bali Hari 2: Hujan-Hujanan di Taman Ujung Soekasada
- Tur Cokelat Bali Hari 3: Massage Cokelat di Sedona Spa Ubud

Agenda pertama di hari keempat, 9 Oktober 2016, adalah melihat lumba-lumba. Yeay! Malam hari sebelum masuk kamar masing-masing kami sudah diberitahu kalau bakal ada morning call jam 05.45 WITA. Ternyata jauh sebelum telepon morning call berbunyi istri sudah membangunkan saya. Toilet mengeluarkan suara berisik yang ternyata dikarenakan tombol penyiram nyangkut, tidak mau naik lagi setelah dipencet.

Meski demikian, anak-anak baru kami bangunkan begitu dapat morning call dari resepsionis. Kami diminta berkumpul di pantai, makan snack dan teh atau kopi hangat, lalu naik ke kapal untuk ke tengah laut. Sayangnya, anak-anak susah sekali dibangunkan. Jadilah Pak Rahmat sampai harus mendatangi kamar kami karena yang lain sudah berlayar.

Akhirnya, setelah berkali-kali membangunkan Damar dan Diandra mau bangun juga. Bukannya siap-siap ke laut, mereka malah sibuk mau berenang. Maklum, kami diinapkan di kamar model villa dengan private pool. Setelah diingatkan kalau kami mau melihat lumba-lumba, barulah mereka mau beranjak dari samping kolam renang.

Benar saja. Kami keluarga pemenang satu-satunya yang belum berangkat. Di pantai hanya ada Pak Rahmat, Mbak Ade, serta 2-3 orang orang lagi dari pihak penyelenggara tur. Bergegas kami ke kapal yang sudah diisiapkan, ditemani Mas Adit untuk mendokumentasikan pengalaman kami pagi itu untuk keperluan promosi Frisian Flag.


Satu-satu anak dan istri saya naik, disusul saya, dan terakhir Mas Adit. Mesin perahu dihidupkan, kemudian perahu bergerak menjauhi pantai. Tiba-tiba saya sadar kami belum mengenakan jaket pelampung. Berbarengan dengan itu Mbak Ade berlari-lari ke arah kami, berteriak, "Pelampungnya dipake! Kalau nggak pakai pelampung tar nggak boleh masuk video!"

Spontan saya menoleh ke buritan, ke arah bapak pengemudi kapal. "Pelampungnya di mana, Pak?" Si Bapak menjawab pelampung ada di depan, di bagian yang ada tepat di hadapan Mas Adit. Pelampung pun dibagikan satu-satu secara estafet kepada semua penumpang. Saya memakai pelampung jatah saya dulu baru memakaikan milik anak-anak.

Lucunya, Diandra malah menangis waktu disuruh pakai pelampung. "Nggak mau, nanti kalau pakai pelampung berarti perahunya mau tenggelam," katanya sambil memeluk ibunya. Hihihi, dasar anak-anak.

Kira-kira 10-15 menit berlayar, sampailah kami di spot tempat banyak perahu lain sudah menunggu kemunculan lumba-lumba. Kami juga melihat keluarga Mas Jimmy, salah satu pemenang lain, yang menaiki perahu bernama Goujou bersama Mas Marlen sebagai tim dokumentasi.

Tak sampai lama menunggu, lumba-lumba pertama terlihat di sisi kiri perahu kami. Sendirian. Damar berteriak memberi tahu saya yang sedang asyik merekam perahu-perahu lain di depan. Lalu diikuti lumba-lumba berikutnya yang juga muncul sendiri-sendiri di permukaan tak jauh dari perahu yang kami naiki.

Kalau Damar senang dan berteriak-teriak antusias melihat lumba-lumba yang muncul dan meloncat, Diandra malah tambah ketakutan. Susah payah ibunya membujuk dengan mengatakan kalau lumba-lumba itu tidak mungkin naik ke atas perahu dan menggigitnya. Ya, waktu saya tanyai sekembali ke kamar hotel, Diandra bilang takut digigit lumba-lumba. Ada-ada saja...

Setelah lumba-lumba yang muncul sendirian, berikutnya kami melihat rombongan lumba-lumba. Mulai dari rombongan berisi 4-5 ekor, sampai yang jumlahnya banyak sekali. Salah satu dari rombongan tersebut berenang kira-kira 1-2 meter di samping kanan perahu kami. Saya kira jumlahnya lebih dari 10 ekor. Kami pun dibuat mengucap kata "Wow! Wow!" berulang kali.

Sepotong keseruan melihat lumba-lumba di Lovina hari itu saya abadikan dalam video singkat di bawah ini. Video versi lebih panjang jadwal editing-nya masih menunggu antrian. Harap maklum ya. Hehehe...



Sarapan Bareng Indro Warkop
Matahari beranjak lebih tinggi. Bapak pengemudi perahu mengatakan kalau mau terus melihat lumba-lumba kita musti berlayar lebih jauh ke tengah, seperti dilakukan beberapa kapal lain. Saya, istri, dan Mas Adit sepakat untuk kembali ke hotel saja. Kami harus sudah berangkat ke destinasi selanjutnya pada jam 09.00 WITA. Sedangkan kami belum mandi dan sarapan.

Sampai di pantai, dengan pertimbangan biar tidak bolak-balik ke kamar saya ajak anak-anak dan istri untuk sarapan dulu saja. Dari pantai ke kamar melewati area yang sudah dekat sekali dari restoran, jadi mending sarapan dulu baru mandi.

Tamu The Lovina Bali sedang ramai tampaknya. Lantai dasar restoran sudah penuh oleh tamu yang tengah sarapan, jadi kami naik ke lantai atas. Di sini juga hanya tersisa beberapa kursi kosong. Kami meletakkan tas dan sepatu di meja dekat tangga, lalu mengambil makanan dari deretan menu di sisi lain ruangan.

Sama seperti sarapan di Candidasa kemarin, hari itu Damar dibuat sumringah karena menu favoritnya tersedia: ayam kecap. Diandra juga dibuat senang sekali karena buah-buahannya beraneka rupa. Selain semangka dan pepaya yang sudah diiris-iris di piring, buah-buahan lain tersusun rapi di keranjang. Jeruk, salak, pisang, entah apalagi saya tidak ingat.

Belum lama kami duduk dan menyantap sarapan pilihan masing-masing, istri berbisik ke saya sembari melirik ke arah tangga. "Ada Om Indro," katanya. Saya awalnya nggak ngeh Om Indro siapa yang dimaksud. Begitu saya mengangkat kepala mencari-cari, sosok yang amat familiar sejak saya kecil tersebut menarik kursi di meja tepat di sebelah kami. Posisi Om Indro duduk persis di belakang istri.

Saya langsung kepikiran minta foto bareng. Tapi, tunggu dulu. Om Indro mau sarapan. Ia bahkan belum mengambil makanannya. Jadi saya tahan keinginan untuk mendekat dan mengajak foto bareng. Akhirnya saya hanya merekamnya secara candid dari tempat saya duduk, juga memfoto istri dengan latar belakang Om Indro. Dan begini hasilnya.


Lumayan, satu frame berarti foto bareng kan? Hehehe...

Selesai sarapan, dan Om Indro saya lihat juga sudah menghabiskan makanannya, barulah saya mendekat. Tapi tidak jadi berfoto bareng. Alih-alih, saya mendekat dan menjabat tangannya sembari mengucapkan selamat. "Selamat ya, Om, film Warkop DKI Reborn mencetak rekor baru," kata saya. Om Indro tersenyum lebar dan membalas dengan ucapan terima kasih.

Begitu masuk kamar, saya langsung membuka kaos dan menceburkan diri ke kolam renang. Waktu itu sudah jam setengah sembilan, dan sebelum kami ke kamar Pak Rahmat berpesan sudah harus ada di lobi jam 09.00 WITA. "Paling telat 09.15-lah," imbuh tour leader kami itu. Jadi saya punya waktu 45 menit untuk berenang, berkemas, dan berjalan menuju lobi.

Sebenarnya itu waktu yang sempit sekali untuk berenang, apalagi buat anak-anak yang sangat suka bermain air. Tapi masa iya kami diinapkan di villa dengan kolam renang privat dan tidak berenang di dalamnya? Rugi dong. Jadi walaupun setiap beberapa menit berteriak menanyakan jam pada istri, saya dan anak-anak berenang. Ini juga memberi kesempatan bagi istri saya untuk mandi dan membereskan bawaan kami.

Setengah jam kemudian istri mengingatkan kami, "Sudah jam sembilan." Oke, waktunya mentas dari kolam. Anak-anak terlihat malas-malasan dan harus diajak berulang kali sampai akhirnya mau beranjak dari dalam kolam renang. Saya juga sebenarnya masih mau berenang, tapi mau bagaimana lagi? Mudah-mudahan lain kali ada rejeki dan kesempatan ke Hotel The Lovina Bali lagi.

Kehujanan di Pura Ulun Danu
Well, seolah ingin menegaskan kalau Bali itu masih Indonesia dan anggota rombongan Tur Cokelat Bali adalah orang Indonesia tulen, pendek kata: molor! Bus seharusnya meninggalkan hotel paling telat jam 09.30 WITA, tapi sampai setengah jam kemudian kami masih harus menunggu anggota rombongan yang entah tengah berada di mana.

Eh, ndilalah, di satu tempat yang entah saya tidak tahu di mana terjadi kemacetan panjang. Bus terhenti selama sekitar setengah jam. Untunglah dua kejadian tersebut tak membuat urut-urutan perjalanan jadi kacau. Hanya saja jatah kami mengelilingi Pura Ulun Danu dipotong sebagai kompensasi. Dari seharusnya dua jam, menjadi hanya satu jam saja.

Sampai di Pura Ulun Danu Bratan, anak-anak tak bisa menahan diri untuk tidak berlari-larian. Dari pintu masuk kawasan pura sampai ke gerbang pura mereka berlari-lari. Begitu juga begitu sampai di komplek pura. Mereka baru mau berhenti sewaktu saya mengeluarkan uang Rp50.000 dan menunjukkan kalau pura yang gambarnya ada di uang tersebut adalah pura yang saat itu ada di hadapan mereka.



Seperti biasa, kami pun berfoto-foto. Untuk kali pertama selama di Bali, Damar meminta difoto. Biasanya dia malah lari atau beraksi aneh-aneh kalau saya mengarahkan kamera kepadanya. Tapi hari itu dia malah bilang, "Mau difoto di sana." Sembari menunjuk patung dua ular memakai mahkota tak jauh dari tempat kami duduk.

Puas berfoto-foto, kami diminta berkumpul ke lapangan rumput di dekat dermaga danau. Hari itu akan diadakan pengambilan gambar Joget Cokelat untuk keperluan iklan Frisian Flag. Pertama-tama kami direkam bersama-sama, seluruh pemenang bersama host dan anggota rombongan Tur Cokelat Bali. Setelah itu keluarga pemenang direkam satu-satu.

Tepat begitu pengambilan gambar selesai dan tim dokumentasi memberesi perlengkapan mereka, hujan turun. Mbak Ade membagi-bagikan jas hujan plastik pada kami. Tapi anak-anak tidak enjoy memakainya karena terlalu besar, bukan ukuran anak-anak. Melihat hujan hanya rintik-rintik mereka minta jas hujan dilepas.

Keputusan salah. Hujan memang hanya rintik-rintik, tapi itu tak berlangsung lama. Ketika saya dan Damar sedang asyik melihat-lihat rusa, hujan deras seperti ditumpahkan dari langit. Kalang kabut saya mengajaknya berlari sekencang mungkin ke gedung terdekat. Istri saya entah di mana, kami memisahkan diri karena Diandra minta naik ayunan di tempat lain.

Masalahnya, jas hujan dibawa istri semua! Jadilah saya dan Damar basah-basahan. Kami beruntung bisa mencapai gedung loket sebelum benar-benar basah. Tapi kami tak bisa ke bus. Untunglah kemudian saya melihat istri tengah berjalan menggendong Diandra di kejauhan, memakai jas hujan dan membawa payung.

Saya ajak Damar mendekati istri. Agar tak terkena air hujan kami berjalan menempelkan badan di tembok gedung. Tapi di satu tempat kami tak bisa melanjutkan langkah. Ada pagar yang memisahkan, sehingga kami hanya bisa berdiri diam menempel tembok. Apa akal?

Ah, ada ibu-ibu sendirian bawa payung di sebelah. Saya memanggil si ibu. Maksud saya mau menitipkan Damar agar dibawanya menyeberang ke gedung sebelah. Si ibu tidak menoleh. Saya kuatkan suara saya, sekali-dua kali lagi memanggil, tetap saja tidak menoleh. Pada percobaan berikutnya saya panggil sembari mendekat. Eh, si ibu hanya melirik ke arah saya lalu bergegas pergi ke gedung sebelah.



Oke, mau tak mau kami harus menerjang hujan kalau mau mendekat ke istri saya yang saya lihat ada di toilet. Saya beri tahu Damar kalau kami harus menyeberang dan agar tidak basah saya memintanya berlari sekencang mungkin. Saya ingatkan juga begitu sampai di gedung sebelah ia musti hentikan larinya karena ubinnya yang halus terlihat basah. Ia bisa terpeleset karena licin.

Alhamdulillah, kami sukses mencapai gedung sebelah. Lalu lagi-lagi dengan berjalan mepet tembok kami sampai di toilet di mana istri saya tengah bersiap ke bus. Rupanya anggota rombongan tur yang lain ada di sana. Mas Dicky Fredixon dari Leo Burnett, agency perwakilan Frisian Flag Indonesia yang mengurusi event Tantangan Joget Cokelat, menawarkan tumpangan payung. Saya minta ia membawa Damar saja, saya cukup memakai jas hujan.

Belajar Membuat Cokelat
Singkat cerita, kami masuk ke bus dalam kondisi basah meski tak sampai kuyup. Untungnya anak-anak membawa baju ganti. Hujan baru berhenti total setelah kami makan siang di De Danau Resto tak jauh dari pura. Perjalanan kami lanjutkan ke Pod Chocolate Cafe and Factory di daerah Petang, Kabupaten Badung. Kira-kira dua jam perjalanan dari Pura Ulun Danu Bratan.

Perjalanan berlangsung lancar. Kami sampai di Pod Chocolate disambut oleh teriakan beruang madu dan suara terompet gajah. Ya, tempat ini awalnya semacam penangkaran hewan-hewan buas, terutama gajah, untuk tujuan rekreasi. Pemilik Pod Chocolate Cafe and Factory sendiri merupakan putra pengelola Bali Elephant Camp atau Bali Elephant Ride.

Kafe dan pabrik cokelat di tempat ini terletak bersebelahan dengan kandang gajah milik Bali Elephant Camp. Gajah-gajah di kandang tersebut dapat disewa dengan tarif mulai dari USD 70 untuk dewasa dan USD 51 untuk anak-anak. Penyewa akan diajak berkeliling areal perkebunan dan Sungai Ayung.

Mau tahu apa saja yang kami lakukan di Pod Chocolate? Yuk, tonton video di channel YouTube anak saya berikut ini. Hehehe...



Setelah belajar membuat cokelat dan mencicipi es cokelat yang disediakan, kami kemudian dijelaskan mengenai proses pembuatan cokelat. Mulai dari budidaya pohon kakao, bagaimana ciri-ciri buah kakao yang siap dipanen, cara mengolah biji kakao sampai menjadi cokelat bubuk, dan kemudian dikreasikan menjadi berbagai macam dan bentuk cokelat batang.

Kegiatan lain yang dilakukan di sini adalah pengambilan gambar untuk iklan Frisian Flag. Keluarga saya dapat giliran direkam. Saya dan istri diminta menceritakan pengalaman selama mengikuti Tur Cokelat Bali. Sayangnya, saya kok grogi ya. Blank betul entah apa yang diceritakan. Take sampai harus diulang karena Mas Adit terlihat belum puas dengan hasil shooting pertama.

Wah, jadi bintang iklan dong? Hahahaha, saya dan keluarga hanya nongol beberapa detik saja dalam video kedua Tur Cokelat Bali yang dirilis Frisian Flag. Tapi tak apa. Kalau mau melihat wajah saya sepuasnya silakan mampir saja ke channel YouTube saya ini. Hehehe.

Oke, singkat kata singkat cerita aku dan dia jatuh cinta. Eh, maksudnya selesai dari Pod Chocolate kami bergerak menuju Kuta. Kami akan kembali menginap di Hotel Grand Ixora Kuta Resort yang kami tempati di malam pertama. Perjalanan sejauh 40 km tersebut kami tempuh selama sekitar dua jam. Maklum, jalanan macet.

Sebelum ke hotel kami mampir ke sebuah restoran yang saya lupa namanya Jasmine atau apa. Anak-anak sudah mengantuk berat, jadi acara makan diisi dengan kerewelan mereka. Mau tak mau saya dan istri makan cepat-cepat sembari sebisa mungkin menyuapi keduanya. Tak sampai 15 menit di meja makan kami sudah keluar lagi untuk menenangkan anak-anak.

Di bagian depan restoran ada akuarium berbagai bentuk berisi berbagai jenis ikan dan hewan laut lain. Anak-anak senang sekali di sana. Kami melihat-lihat akuarium tersebut sampai anggota rombongan lain menyelesaikan makan malam mereka. Lepas itu kami beranjak ke hotel.

BERSAMBUNG...

Memilih Video Player, Blu-ray vs DVD

$
0
0

PERNAH menghitung ada berapa film yang dirilis sepanjang tahun 2016 ini? Menurut laman FilmIndonesia.or.id, sampai dengan 31 Oktober sudah beredar nyaris 100 judul film. Pertanyaannya, dari sekian banyak film yang dirilis ada berapa yang sudah saya dan kalian semua tonton?

Itu dia masalahnya. Tinggal di kota kecil seperti Pemalang membuat saya tak bisa mengikuti perkembangan film. Bayangkan saja, di kota ini tidak ada bioskop! Bioskop terakhir yang bertahan adalah Bioskop Wijaya, tutup beberapa tahun lalu karena semakin sepinya penonton yang datang ke sana.

Kalau mau ke bioskop, saya dan warga Pemalang lainnya harus "mengungsi" ke kota sebelah: Tegal. Itupun tidak selalu film terbaru diputar di sana. Contohnya saja tiga film laris manis My Stupid Boss, Rudy Habibie, dan Warkop DKI Reborn. Mau tidak mau ya menunggu film tersebut beredar dalam bentuk DVD atau ditayangkan di televisi.

Pilihan terakhir, menunggu tayang di televisi, bisa sangat lama sekali. Berbulan-bulan atau bahkan menunggu tahun berganti. Jadi, pilihan terbaik adalah mencari DVD-nya. Nah, kalau tempat penyewaan DVD ada di Pemalang. Biasanya sih kalau benar-benar suka sama suatu film saya nggak akan cuma menyewa, tapi langsung membeli DVD-nya.

Lapak-lapak penjualan DVD juga menjamur di sini. Tapi, really sad to say, kebanyakan yang dijual adalah video-video bajakan. Saya pribadi lebih baik menahan diri sampai DVD originalnya keluar ketimbang membeli bajakan. Sudah jadi rahasia umum kalau begitu satu film dirilis, hanya hitungan hari DVD bajakannya sudah beredar di pasaran.

Kalau di tempat penyewaan video film yang saya cari tak ada, dan yang menjual DVD originalnya juga tidak ada, pilihan terakhir adalah mencari secara online. Itu yang selalu saya lakukan setiap kali gagal menemukan barang tertentu di Pemalang, termasuk DVD.

Mengenal Blu-ray
Ngomong-ngomong, DVD player di rumah rusak. Bisa sih nonton DVD di laptop, tapi sayang kan kalau laptop yang seharusnya buat cari uang malah cuma buat nonton film? So, butuh beli DVD player baru nih. Berapa ya harganya sekarang?

Sebelum bicara harga rasanya saya harus menentukan terlebih dahulu jenis video player apa yang akan dibeli. Sebab harga video player tentu saja tergantung pada jenisnya, lalu mereknya.


Bicara jenis, saat ini sudah ada cakram padat tipe baru yang dinamai Blu-ray. Medium penyimpanan video ini sebenarnya sudah diperkenalkan ke publik sejak 16 tahun lalu. Penggunaannya di Amerika Serikat dan negara-negara maju Eropa terus meningkat. Hanya saja di Indonesia masih banyak yang bahkan tidak tahu tentang Blu-ray.

Bentuk dan ukuran Blu-ray sama persis seperti DVD dan VCD yang selama ini kita kenal. Namun Blu-ray dapat menyimpan video dengan definisi tinggi (high-definition, HD) dan definisi sangat tinggi (ultra high-definition, UHD) yang mencapai resolusi 2160p (3840 × 2160 piksel), dengan kecepatan hingga 60 frames per second.

Sebagai perbandingan, DVD hanya bisa menampung video dengan resolusi maksimal 480i (NTSC, 720 × 480 piksel) atau 576i (PAL, 720 × 576 piksel). Perbedaannya sangat jauh sekali.

Karena kemampuannya menyimpan video berkualitas terbaik itulah Blu-ray mempunyai kapasitas besar. Blu-ray standar terdiri dari dua layer cakram padat yang masing-masing berkapasitas 25 GB alias total 50 GB. Ini berarti sepuluh kali lipat dari kapasitas penyimpanan DVD yang tak sampai 5 GB.

Ada juga Blu-ray bertipe triple-layer discs yang mampu menyimpan hingga 100 GB, dan quadruple-layers yang berkapasitas 128 GB. Wow, terbayang dong film kualitas seperti apa yang bisa disajikan oleh Blu-ray?

Untuk memutar Blu-ray, kita memerlukan perangkat khusus yaitu Blu-ray player. Bentuknya tak berbeda jauh dengan DVD player. Dan berita baiknya adalah, seperti halnya DVD player bisa dipakai memutar VCD, kita bisa memakai Blu-ray player untuk menonton DVD. Malah Blu-ray bisa meng-convert isi piringan DVD yang kita tonton sehingga menampilkan kualitas gambar lebih baik.

Blu-ray vs DVD
Wah, kalau begitu caranya saya bakal lebih memilih Blu-ray player ketimbang DVD player. Memang sih kalau bicara harga tentu DVD player jauh lebih murah dibandingkan Blu-ray player. Namun membeli Blu-ray boleh dibilang investasi menguntungkan bagi peminat film. Sensasi menonton film bakal terasa lebih memuaskan dengan memutar Blu-ray.

Perhatikan perbedaan tampilan film dalam format Blu-ray dan DVD yang digambarkan dalam ilustrasi di bawah ini. Jelas sekali terlihat bahwa Blu-ray menampilkan gambar lebih detil, lebih tajam, dan lebih jernih ketimbang DVD. Demikian pula untuk kualitas suaranya.


Sekarang jamannya high-definition dan bahkan tengah bergeser ke ultra high-definition. Film-film terbaru juga dibuat dengan kualitas gambar dan audio terbaik. Semua itu jadi percuma kalau kita menonton filmnya dengan medium DVD, sebab kapasitas piringan DVD yang kecil tidak memungkinkan untuk menyimpan film HD apalagi UHD.

Tapi, tunggu dulu. Dengan segala kelebihannya dibanding DVD tadi, tetap saja Blu-ray punya kelemahan. Biar gampang melihat kelebihan dan kekurangan Blu-ray, yuk, kita lihat tabel Blu-ray vs DVD di bawah ini:

Blu-rayDVD
KapasitasSebuah piringan Blu-ray dapat menyimpan sekitar file berukuran 25 GB. Blu-ray jenis dual layer mampu menyimpan hingga 50 GB. Kapasitas penyimpanannya yang besar ini menjadi kelebihan utama Blu-ray terhadap DVD. Dengan kapasitas sebesar itu, sekeping Blu-ray menjanjikan video dan audio berkualitas tinggi.Sebuah piringan DVD standar dapat menyimpan data hingga 4,7 GB, sedangkan DVD dual layer berkapasitas maksimal antara 8,5 - 8,7 GB. Angka ini masih terhitung kecil bahkan jika dibandingkan dengan piringan Blu-ray terkecil sekalipun.
HargaHarga Blu-ray player semakin terjangkau kantong. Piringan Blu-ray sendiri masih terhitung lebih mahal dari keping DVD, namun kualitas yang diberikan sepadan dengan harganya tersebut.Harga DVD player dan keping DVD lebih murah dari pemutar dan keping Blu-ray.
KualitasKarena mampu menampung data dalam jumlah besar, keping Blu-ray dapat menyimpan lebih banyak data video dan audio, sehingga memungkinkannya menyimpan film-film dalam kualitas terbaik. Piringan Blu-ray mendukung video beresolusi hingga 1920 x 1080 dan frame rates sampai dengan 29.97 fps pada resolusi tertinggi. Sedangkan untuk resolusi lebih rendah dapat mencapai 59.94 fps.Dengan kapasitas penyimpanan jauh lebih kecil, keping DVD standar tidak bisa menyajikan film dan audio berkualitas sebaik Blu-ray.
KetersediaanBlu-ray merupakan teknologi baru dan belum merata, karenanya tak semua film tersedia dalam format Blu-ray. Apatah lagi untuk film-film keluaran lama.DVD sudah dipakai sejak sekitar tahun 1996 dan terus-menerus dikembangkan. Hampir setiap film yang pernah dibuat tersedia dalam format DVD. Di tempat penyewaan film pun akan lebih mudah mencari sebuah film dalam format DVD ketimbang Blu-ray.
IsiKebanyakan film-film berformat Blu-ray mempunyai konten-konten tambahan yang tidak tersedia di DVD. Misalnya behind the scenes ataukomentar-komentar yang kesemuanya disatukan dalam piringan yang sama.Dengan kapasitas penyimpanan yang terbatas, biasanya konten tambahan film-film berformat DVD ditempatkan di piringan terpisah.
3 DimensiSemua film 3D terbaru hanya didistribusikan dalam format Blu-ray.Meskipun sudah ada DVD berkemampuan 3D, semua film 3D terbaru hanya didistribusikan dalam format Blu-ray.
Studio PendukungSony Pictures (termasuk MGM/Coumbia TriStar), Disney (termasuk Touchstone, Miramax), Fox, Paramount, Warner, Lions GateParamount, Studio Canal, Universal, Warner, The Weinstein Company

Itu dia perbandingan Blu-ray vs DVD sebagai perbandingan dalam mencari video player yang sesuai dengan kebutuhanmu. Semoga bermanfaat!

Seni Berburu Tiket Pesawat Murah Walau Tak Ada Promo

$
0
0

YANG sering naik pesawat terbang di tahun-tahun 2004 hingga 2013 pasti pernah merasakan, atau setidaknya tahu, promo gila-gilaan dengan harga tiket super duper murah. Jaman di mana tiket pesawat bahkan bisa lebih murah dari tiket bus eksekutif antarkota antarprovinsi.

Tapi masa-masa itu sudah berlalu. Sejak ditetapkannya pagu harga terendah tiket pesawat oleh Menteri Perhubungan (masa itu) Ignasius Jonan, jarang kita lihat maskapai menawarkan harga-harga miring. Ditambah lagi kini maskapai-maskapai semakin jarang mengadakan promo. Alhasil, mendapat tiket pesawat murah terasa lebih sulit.

Eit, tunggu dulu. Sulit bukan berarti tidak bisa ya. Walaupun jarang ada promo seperti dulu, kita tetap bisa kok mendapat tiket murah. Yang diperlukan adalah seni untuk mengetahui kapan harga tiket pesawat lebih murah dari biasanya.

Berikut beberapa hal yang musti diperhatikan kalau kamu ingin mendapat harga tiket pesawat terjangkau kantong walau sedang tidak ada promo. Sebagian dari tips di bawah ini merupakan pengalaman saya pribadi, diperkaya dengan hasil mengulik beberapa referensi.

1. Kota Tujuan
Perhatikan kota tujuan kamu. Kota-kota dengan trafik penerbangan tinggi cenderung mahal tiketnya. Masih ingat kan salah satu poin dalam pelajaran ekonomi di mana kalau permintaan tinggi, maka harga akan turut naik. Dalam dunia penerbangan, kota-kota destinasi favorit harga tiket pesawatnya sangat fluktuatif alias naik-turun dengan cepat.

Katakanlah Denpasar, Yogyakarta, Semarang, atau Surabaya untuk penerbangan domestik. Kalau penerbangan ke luar negeri contohnya sebut saja Singapura, Kuala Lumpur, atau Bangkok. Ciri kota tersebut merupakan destinasi favorit bisa dilihat dari keberadaan maskapai penerbangan budget rendah alias low-cost carrier yang melayani rute tersebut.

Kalau kota-kota demikian yang jadi tujuan kamu, dituntut kejelian lebih dalam membaca harga. Kalau kamu rasa harga hari ini merupakan penawaran terbaik, segera booking dan lunasi karena bisa jadi besok harganya naik. Walaupun naiknya mungkin cuma bilangan puluhan ribu, tetap saja namanya penghematan kan?

Hal berbeda untuk kota-kota yang trafik penerbangannya rendah, katakanlah rute sepi. Jadwal penerbangannya hanya ada sehari sekali dan dilayani satu maskapai saja - misalnya Pontianak-Kuching, atau malah sepekan cuma dua-tiga kali seperti Semarang-Kuala Lumpur. Kalau kota-kota demikian yang jadi tujuan, memesan tiket kapanpun biasanya tidak akan berbeda jauh selisih harganya.


2. Maskapai Penerbangan
Setelah kota tujuan, perhatikan juga maskapai penerbangannya. Bandingkan satu maskapai dengan maskapai yang lain. Apa saja layanan yang diberikan selama penerbangan, berapa kilogram jatah bagasi gratis yang diberikan dan apakah disediakan makan-minum di atas pesawat?

Karena fokus kita di harga, maka yang perlu dicatat adalah perusahaan-perusahaan low-cost carrier biasanya menerapkan sistem harga berbeda dengan maskapai bonafid yang menerapkan layanan penuh. Kita selama ini berpikiran pesawat-pesawat low-cost carrier memberikan harga lebih murah, tapi itu tergantung kapan tiketnya dipesan.

Tiket pesawat LCC bisa lebih murah kalau kita pesan jauh-jauh hari. Biasanya semakin jauh dari tanggal penerbangan bakal semakin murah. Malah maskapai seperti Air Asia kerap menggelar promo tiket murah untuk penerbangan tahun depan. Sebaliknya, pesawat-pesawat full-service menerapkan harga yang cenderung sama sepanjang tahun (year-round fare). Jadi mau pesan kapan saja selisihnya cuma sedikit.

Jadi, kalau jadwal keberangkatan masih lama maskapai LCC bisa jadi pilihan untuk menghemat budget. Tapi andai mendadak harus terbang dalam waktu dekat, tak jarang harga tiket pesawat full-service lebih murah ketimbang maskapai LCC lho. Telitilah sebelum membeli!

3. Jam, Hari, dan Tanggal Keberangkatan
Perhatikan juga hari keberangkatan, sebab harga tiket pesawat bisa berbeda-beda untuk tiap-tiap hari. Biasanya pada akhir pekan harganya akan lebih tinggi dari hari-hari biasa (Senin-Jumat). Maklum, biasanya kalau akhir pekan yang kerja kantoran pergi berlibur. Atau ada juga yang pulang kampung menjenguk keluarga.

Karenanya kalau mudik ke Jambi saya suka mengambil penerbangan di hari-hari kerja ketimbang weekend. Hari favorit saya adalah Selasa sampai Kamis. Beberapa kali saya dapat penerbangan yang pesawatnya kosong. Pesan empat kursi bisa bebas menikmati enam kursi sekaligus karena sederet hanya ada saya dan anak-istri.

Selain hari, waktu dan jam keberangkatan juga menentukan harga lho. Penerbangan Senin pagi harganya berbeda dengan Senin siang dan sore. Demikian pula penerbangan Jumat sore dengan Jumat pagi atau siang. Saya sendiri kalau terpaksa berangkat Senin, saya ambil penerbangan siang atau sore. Andai musti terbang hari Jumat, saya pilih penerbangan pagi. Saya menghindari penerbangan Jumat sore, Sabtu dan Minggu jam berapapun, serta Senin pagi.


Setelah hari dan jam keberangkatan, tanggal pun turut menentukan harga. Perhatikan baik-baik, harga tiket pesawat di tanggal 20-an cenderung lebih rendah dibanding tanggal muda alias awal bulan. Faktor gajian? Bisa jadi. Karena menganggap keuangan calon penumpangnya sudah menipis di akhir bulan, maskapai-maskapai pun memberi harga murah.

Pengalaman seorang teman saya bisa jadi contoh. Teman saya ini, sebut saja namanya Ali, mencari penerbangan Surabaya-Penang di awal Oktober. Harga paling murah untuk penerbangan direct kisaran Rp 1,2 sampai 1,4 juta dengan maskapai LCC. Karena satu dan lain hal rencananya berubah, dan dia baru bisa berangkat akhir bulan. Eh, ternyata dia malah dapat harga sejuta untuk penerbangan langsung.

Lumayan, hemat beberapa ratus ribu rupiah.

4. Harga Dasar Maskapai
Sepertinya repot ya kalau harus menghapal harga dasar setiap pesawat untuk masing-masing tujuan. Tapi setidaknya kita harus tahu harga tiket standar di luar promo ke kota yang hendak dituju. Ini akan sangat berguna untuk mengetahui apakah harga yang kita lihat pada saat melakukan pencarian sudah murah, atau bisa lebih murah lagi.

Kalau kita biasa menggunakan pesawat tersebut dan sering bepergian ke kota tertentu, kita akan tahu berapa tarif termurahnya. Kalau tidak, coba tanya teman yang kita tahu biasa bepergian dengan maskapai yang kita ingin tumpangi.

5. Harga Khusus
Walaupun tidak sedang menggelar promo, tak jarang sejumlah maskapai memberi harga khusus untuk penumpang tertentu. Cari tahu ini dan kita bisa menghemat budget yang jumlahnya lumayan untuk tiket pesawat.

Sebagai contoh Citilink. Maskapai low-cost carrier milik Garuda Indonesia ini memberi potongan harga 25% untuk penumpang anak-anak. Potongan berlaku sepanjang waktu tanpa peduli high season maupun low season, weekend atau weekdays. Asalkan calon penumpang berusia kurang dari 12 tahun, harga tiketnya direduksi 25%.

Bagi saya yang punya dua anak potongan semacam ini sangat membantu sekali. Harga tiket Jakarta-Jambi dan sebaliknya yang dipatok Citilink terbilang lebih tinggi dari maskapai LCC lain, katakanlah Lion Air. Tapi karena tiket anak-anak mendapat diskon 25%, total harga tiket untuk kami berempat (dua dewasa, dua anak-anak) dengan Citilink jadi lebih murah ketimbang menggunakan Lion Air.


6. Agen Penjual
Rasanya sekarang sudah sangat jarang sekali penumpang pesawat terbang yang membeli tiket langsung ke maskapai bersangkutan. Kebanyakan lebih suka membeli melalui agen-agen penjualan yang jumlahnya sangat banyak sekali. Salah satu alasannya, harga di agen seperti ini biasanya malah lebih murah dari harga resmi di website maskapai.

Saya sendiri termasuk penumpang pesawat yang begitu. Demi menghemat, saya biasanya membeli via agen ketimbang lewat situs resmi maskapai. Salah satu agen yang tengah jadi pembicaraan karena setiap hari bagi-bagi tiket gratis ke kota manapun yang kita inginkan adalah Tiket2.com. Coba deh mampir ke sana untuk mendapatkan tiket pesawat murah.

Selain faktor harga, kemudahan dalam pemesanan jadi pertimbangan lain. Tidak semua maskapai mempunyai aplikasi mobile, pun situs yang mobile-friendly, jadi pemesanan harus lewat website yang diakses menggunakan dekstop atau laptop. Ini tentu tidak praktis, terlebih bagi yang tidak memiliki jaringan internet kabel di rumah.

Yang paling penting bagi saya adalah kemudahan dalam pembayaran. Beberapa situs resmi maskapai hanya menerima pembayaran menggunakan kartu kredit. Ada yang menerima pembayaran via transfer ATM, tapi dengan waktu terbatas. Tidak cocok untuk saya yang jauh dari ATM. Pernah lho saya sampai di ATM pembayaran gagal karena batas waktunya sudah lewat. Sebel kan?

Nah, situs-situs penjual tiket pesawat seperti Tiket2.com menawarkan metode pembayaran lebih variatif. Selain kartu kredit dan ATM, kita juga bisa membayar lewat e-banking maupun e-payment. Jadi tidak ada ceritanya sudah jauh-jauh ke ATM, antri lama, begitu tiba giliran kita masa tenggang pembayaran sudah kadaluarsa.

*****

Itu dia enam poin yang perlu diperhatikan kalau ingin mendapat tiket pesawat murah tanpa menunggu promo. Semoga bermanfaat!


Foto-Foto:
1. http://lifehacker.com/the-best-time-and-time-of-day-to-book-airline-tickets-1507704370
2. apa ya? :)
3. http://www.businessinsider.com/13-us-airports-with-longest-customs-lines-2013-7
4.
Screenshot website

Belum Tahu? Begini Cara Memakai Video Call di WhatsApp

$
0
0

YANG sudah menunggu-nunggu layanan satu ini boleh mengacungkan jari. Yap, video call WhatsApp akhirnya resmi dirilis dan sudah bisa digunakan secara luas oleh pemakai aplikasi chatting tersebut. Jadi tak cuma berkirim teks dan foto, kini kita bisa melakukan panggilan video ke teman dan saudara menggunakan WhatsApp. Hore!

Peluncuran WhatsApp video calling diumumkan secara resmi dalam blog ofisial pada 14 November lalu. Fitur terbaru ini membuat layanan WhatsApp semakin kompleks. Dari awal kemunculannya hanya untuk bertukar teks dan foto, lalu berkirim suara dan video, ditambah panggilan suara seperti telepon berbasis jaringan internet, dan kini dipungkasi dengan layanan video call.

"Today we’re excited to announce the next step in our efforts to connect people – WhatsApp video calling. In the coming days, WhatsApp's more than one billion users can make video calls across Android, iPhone, and Windows Phone devices." - https://blog.WhatsApp.com

Bagi saya sendiri ini merupakan layanan yang sudah lama ditunggu. Saya memakai WhatsApp sejak pertengahan 2012, saat toko online saya sedang jaya-jayanya. Waktu itu di Blackberry saya terinstal BBM dan WhatsApp, dua-duanya menjadi jalur utama untuk berkomunikasi dengan calon pembeli.

Belakangan saya lebih suka menggunakan WhatsApp. Alasannya, layanan text-messaging satu ini berbasis nomor seluler yang lebih fleksibel. Kita dapat berganti-ganti perangkat tanpa harus kehilangan kontak WhatsApp dan tanpa berganti nomor sebagai identitas. Berbeda dengan BBM yang berbasis PIN Blackberry. Ganti perangkat berarti ganti PIN. Sekalipun kita bisa login dengan Blackberry ID untuk tetap mengakses daftar kontak, PIN kita berganti.

Setelah Blackberry makin tenggelam, alasan untuk lebih menyukai WhatsApp semakin bertambah. Saya berganti menggunakan smartphone berbasis Android dan WhatsApp jadi aplikasi text-messaging utama. Ketika kemudian BBM tersedia di Google PlayStore, saya sudah kadung nyaman dengan WhatsApp.

Versi Terbaru
Kembali ke voice-call, langkah WhatsApp meluncurkan fitur ini sebenarnya boleh dibilang tertinggal dari kompetitor. Aplikasi chatting lain seperti Line dan WeChat sudah lama menyediakan layanan panggilan suara. Google sendiri sejak awal meluncurkan Gmail pada 2005 lalu sudah memperkenalkan video-messaging yang kemudian diadopsi jadi GTalk dan kini ada pula Google Duo.

WhatsApp video calling awalnya dirilis dalam versi beta beberapa waktu lalu. Namanya saja versi beta, pengguna dan penggunaannya masih sangat terbatas. Sekedar untuk uji coba. WhatsApp menyediakan tautan khusus bagi pengguna yang ingin menjadi beta tester alias pengguna versi uji coba.

Kini setelah dirilis secara resmi, fitur panggilan video sudah bisa dinikmati oleh seluruh pengguna WhatsApp, termasuk di Indonesia sejak 16 November lalu. Momen peluncuran fitur panggilan video ini melibatkan Mark Zuckerberg selaku CEO Facebook. Sebagai mana kita ketahui bersama, Facebook merupakan perusahaan induk pemilik WhatsApp.

Melalui posting di laman Facebook pribadinya, Mark dengan bangga mempromosikan fitur video call WhatsApp. Mark menyebut fitur ini paling ditunggu-tunggu oleh sebagian besar pengguna.



Kalau kamu mau ikut menikmati fitur terbaru ini, pastikan smartphone-mu sudah memperbaharui aplikasi WhatsApp. Pengguna Android dapat menggunakan video call dengan WhatsApp versi 2.16.352. Sedangkan bagi pengguna iOS, fitur panggilan video dapat ditemukan pada aplikasi WhatsApp versi 2.16.17.

Menurut beritaKompas Tekno, belum semua perangkat mendapat pembaruan versi terbaru WhatsApp. Dengan demikian belum semua pengguna dapat menggunakan fitur video call. Tapi rasanya tak bakal lama lagi seluruh pengguna bakal mendapat pemberitahuan untuk meng-update aplikasinya dan bisa menikmati layanan panggilan video WhatsApp.

Cara Menggunakan WhatsApp Video Call
Mau mencoba fitur video call di WhatsApp? Hal pertama yang harus dilakukan adalah meng-update aplikasi WhatsApp di smartphone. Seharusnya versi terbaru sudah tersedia di Google PlayStore dan Apps Store.

Bagaimana kalau belum ada? Kemungkinannya hanya ada satu, operating system hapemu tidak mendukung aplikasi WhatsApp terbaru. Harap dicatat, WhatsApp versi 2.16.17 hanya bisa dipakai di perangkat Apple dengan iOS 8 ke atas. Sedangkan untuk smartphone berbasis Android, WhatsApp versi 2.16.352 yang menyediakan fitur video call hanya bisa diinstal di sistem operasi Android 4.1 "Jelly Bean" atau yang lebih baru.

Kalau smartphone-mu sudah sesuai persyaratan, WhatsApp versi terbaru untuk iOS dapat diunduh di App Store melalui tautan berikut. Untuk pengguna Android bisa mengunduhnya melalui Google Play Store di tautan satu ini.

Oya, agar kontak video dapat dilakukan, kedua perangkat milik penelepon dan yang ditelepon haruslah memakai WhatsApp versi terbaru yang mendukung fitur video call. Kalau tidak, ya, tidak bisa. Dengan kata lain, kita hanya bisa melakukan panggilan video ke kontak yang hapenya sudah support layanan terbaru ini.

Coba lihat gambar yang saya comot dari laman The Indian Express berikut ini. Kalau kontak yang hendak dihubungi tidak bisa melakukan video calling, WhatsApp akan menampilkan pesan berbunyi, "Couldn't place call. [Nama Kontak] is using a phone that doesn't support video calls."


Cara menggunakan WhatsApp video calling sangat mudah sekali. Bagi pengguna Android, panggilan video dapat dilakukan dengan menekan ikon telepon di pojok kanan atas nama kontak. Setelah itu akan tampil dialog box berisi dua pilihan: Voice Call untuk panggilan suara dan Video Call untuk panggilan video.

Berbeda dengan pengguna Android, pemakai iOS dapat langsung melihat dua macam ikon untuk melakukan panggilan di pojok kanan atas nama kontak. Satu ikon telepon untuk membuat Voice Call dan satunya lagi ikon kamera untuk melakukan Video Call. Jadi, tinggal pencet saja tombol kamera.

Masih bingung? Ringkasnya, begini nih langkah-langkah yang musti kamu lakukan agar dapat menggunakan layanan video call di WhatsApp:

  1. Pastikan smartphone-mu sudah menggunakan iOS 8 atau Android 4.1 Jelly Bean.
  2. Update dulu aplikasi WhatsApp-mu. Pengguna Android menggunakan versi 2.16.352, sedangkan user iOS memakai versi 2.16.17.
  3. Selanjutnya, pilih orang yang ingin dihubungi dari daftar.
  4. Lihat di pojok kanan atas nama kontak. Bagi pengguna iOS, ada dua ikon yang tersedia: telepon dan kamera. Tekan ikon kamera untuk melakukan Video Call. Sedangkan pengguna Android hanya bisa melihat ikon telepon. Tekan ikon tersebut, dan selanjutnya akan tampil dialog box berisi dua pilihan: Voice Call dan Video Call.

Kalau mau mencari poin minus, WhatsApp video call hanya bisa digunakan oleh dua pengguna per panggilan. Kita tidak dapat melakukan conference video-call. Tapi rasanya fitur panggilan video ramai-ramai itu bakal dihadirkan pula oleh WhatsApp. Tinggal tunggu waktu saja. Maklum, namanya saja layanan baru.

Soal kualitas suara dan video, ini sepenuhnya tergantung jaringan internet yang digunakan. Semakin baik jaringan kita, maka semakin jernih dan lancar pula tampilan video maupun suara yang didengar. Mengingat sudah banyak kota yang ter-cover jaringan 4G, masalah sebenarnya sepertinya bergeser ke soal jumlah kuota yang kita punyai. Hahaha.

Anyway, selamat mencoba!



Sumber Foto:
Foto 1: http://www.techworm.net/2016/05/whatsapp-video-calling-arrives-how-to-get-it.html
Foto 2: http://indianexpress.com/article/technology/social/whatsapp-video-calling-is-finally-rolling-out-here-is-how-it-works-4376124/

Tips Memilih Nama Domain

$
0
0

MASIH pakai blog gratisan yang berembel-embel .blogspot.com atau .wordpress.com? Mau beli nama domain sendiri biar blog lebih terlihat oke dan semakin gampang dapat job? Berikut tips memilih nama domain berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya selama ini.

Meski bukan tolok ukur utama, memakai nama domain berekstensi .com atau .net adalah bukti keseriusan seorang blogger. Disebut serius karena si blogger sudah mau menginvestasikan uangnya dalam membangun blog. Tak lagi sekedar memakai fasilitas gratisan.

Membeli dan memakai nama domain sendiri adalah cara paling mudah untuk meng-upgrade blog. Juga paling murah. Yang dibutuhkan hanyalah membayar sekitar Rp100.000 setahun, serta agak repot dengan pengaturan custom domain di dashboard Blogger.com. Berita baiknya, layanan custom domain ini dapat dinikmati gratis.

Bagi pemakai WordPress.com, ada opsi mapping domain yang teknisnya kurang lebih sama seperti custom domain di Blogger.com. Hanya saja biayanya jauh lebih tinggi, yakni (saat posting ini ditulis) US$ 13.00 setahun. Jatuhnya malah lebih murah kalau kita membuat blog dari awal, lalu mengambil opsi upgrade yang dibanderol US$ 18.00 setahun.

Custom domain di Blogger.com dan mapping domain di WordPress.com adalah cara paling mudah untuk membuat blog bernama domain TLD. Bagi yang tidak mau direpotkan dengan tetek-bengek hosting, ini pilihan paling ideal. Tapi kalau sudah komitmen ingin belajar, self-hosting adalah opsi yang umum dipakai banyak blogger profesional.

Apapun pilihannya, intinya kita berupaya meningkatkan level blog dengan memakai nama domain sendiri. Dengan demikian diharapkan kita dapat lebih mudah mendapat tawaran komersial yang seringkali memberi syarat "blog harus top level domain." Lagipula, dengan nama domain sendiri kita dapat bebas memilih nama bagi blog agar lebih sesuai dengan kepribadian juga konten/tema blog.

Tips Memilih Nama Domain
Oke, jadi sudah mantap nih mau memakai nama domain sendiri untuk blog? Biar makin keren gitu, dan juga lebih mudah diingat. Sebagai panduan bagi teman-teman yang sedang mempertimbangkan nama domain, berikut sedikit tips dari saya.

1. Utamakan ekstensi .com atau .net
Ekstensi .com adalah TLD paling populer hingga kini. Menggunakan nama domain berekstensi .com akan membuat blog kita jadi lebih mudah diingat oleh pengguna awam. Sudah tertanam dalam benak orang kalau alamat situs itu pastilah berakhiran .com. Mereka akan sulit mengingat nama domain yang berakhiran selain .com. Karena itu, pilihlah nama domain berekstensi .com terlebih dahulu.

Baca mengenai keunggulan menggunakan top level domain .net/.com di posting ini.

Kalau tidak pilihan bagus dengan ekstensi .com, barulah kita beralih ke pilihan terpopuler kedua: .net. Kembali mengutip data DNIB, per 30 Juni 2016 ekstensi .net merupakan TLD global populer kedua di dunia. Esktensi ini hanya kalah dari tiga Country Code TLD, yakni .tk (Tokelau, domain gratis), .cn (Tiongkok), dan .de (Jerman).

2.Merepresentasikan isi blog
Nama domain yang berhubungan dengan isi blog lebih mudah diingat ketimbang yang tidak. Karena itu, usahakanlah mencari nama domain yang merepresentasikan konten dan tema blog. Untuk blog personal, saya menyarankan untuk memakai nama kita sendiri. Bisa nama lengkap atau nama panggilan yang biasanya lebih pendek.

Kalau ternyata nama domain namasaya.com atau namasaya.net sudah ada yang memiliki -- seperti saya, buat kreasi lain yang masih berhubungan dengan nama kita. Hal ini akan kita bahas lebih lanjut di posting lain.

3.Mudah diingat
Karena nama domain adalah identitas blog sekaligus identitas kita di dunia maya, maka nama domain harus mudah diingat. Semakin mudah orang mengingatnya, semakin baik. Nama domain pendek cenderung lebih mudah diingat. Tapi kalau kita tidak punya pilihan, gunakan kreativitas untuk memperoleh nama domain yang unik.

4.Mudah dieja atau dilafalkan
Sekalipun nama domain berhubungan dengan blog dan internet, namun akan ada saat di mana kita harus memnyebutkannya secara lisan. Entah ketika sedang bercakap-cakap dengan teman, lewat telepon, atau ketika bertemu orang lain di suatu event. Ketika itu, nama domain yang lafal atau pengucapannya mirip-mirip dapat membingungkan lawan bicara sehingga membuatnya kesulitan mengingat.

5.Jangan gunakan tanda hubung (-)
Ini ada kaitannya dengan poin empat. Nama domain dengan tanda hubung sukar dilafalkan oleh lidah orang Indonesia. Karenanya lebih baik hindari penggunaan tanda hubung pada nama domain blog.

Menggunakan tanda hubung (dash) pada nama domain bisa membuat pengunjung kesulitan mengingat. Coba lafalkan www.uang-lama.com, maka yang diingat hanyalah frasa “uang lama” saja. Tanda hubungnya terlupakan. Begitu hendak berkunjung, yang diketik di browser justru “www.uanglama.com”.

6.Gunakan huruf, jangan angka
Memang tidak ada larangan menggunakan angka pada nama domain. Namun penggunaan angka membuat nama domain lebih sulit diingat, selain tidak lazim. Ketika dilafalkan, nama domain dengan angka juga bisa disalah-artikan. Coba, bagaimana caranya mengingat bung3k0.com? Bukankah akan lebih mudah diingat jika nama domainnya bungeko.com?

Pengecualian bila yang digunakan sebagai domain adalah nama yang sudah terlebih dahulu populer. Misalnya Liputan6.com, yang merupakan konvergensi dari siaran berita Liputan 6 di SCTV. Kalau belum dikenal, orang bisa saja keliru menulis Warta9.com menjadi WartaSembilan.com.

7.Jangan gunakan singkatan, kecuali...
Nama domain hp.com bisa jadi merupakan nama domain paling pendek di dunia. Namun tidak disarankan menggunakan singkatan sebagai nama domain, kecuali kamu orang yang sangat terkenal dan singkatan tersebut sudah dikenal luas sebagai branding-mu. Contohnya ya hp.com itu, yang tak lain adalah situsnya Hewlett-Packard atau lebih dikenal dengan singkatan HP.

Hindari pula singkatan-singkatan gaul seperti “q” untuk menyingkat “ku” atau "u” untuk menyingkat “you”. Coba, mana yang lebih mudah diingat, blogq.com atau blogku.com? Saya yakin jawabannya yang kedua.

8.Perhatikan hak cipta
Meskipun sebagian perusahaan tidak secara tegas melarang penggunaan hak cipta atau merek dagang mereka pada nama domain, sebaiknya jangan coba-coba melakukannya. Selain alasan etika, bila suatu saat diperkarakan ke meja hijau sudah bisa dipastikan kita bakal kalah. Sudah banyak contohnya.

9.Tidak mengandung unsur-unsur pornografi dan SARA
Rasanya tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Ada banyak konsekuensi yang harus ditanggung jika berani coba-coba menggunakan hal-hal yang berbau pornografi dan menyinggung SARA untuk nama domain. Pemerintah punya UU Anti Pornografi dan baru saja merevisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Patuhilah.

Demikian tips memilih nama domain dari saya. Kalau ada yang ingin menambahkan, feel free untuk menuliskannya di kolom komentar. Semoga bermanfaat!

Kiat Memilih Nama Domain untuk Blog Personal

$
0
0

INGIN serius ngeblog dan mendapat banyak hal positif serta menguntungkan dari blog? Kalau begitu, satu syarat penting yang harus dipunyai adalah: nama domain sendiri. Tingkatkan level blogmu dengan memakai top level domain. Kalau kamu sedang menimbang-nimbang, berikut beberapa kiat memilih nama domain untuk blog personal.

Blog tak lagi sekedar wadah curhat, semacam diari online seperti awal-awal booming di Indonesia sekitar 11-12 tahun lalu. Ada banyak potensi yang bisa digali menggunakan blog, terutama bagi yang menyukai dunia tulis-menulis.

Saya sendiri nyemplung ke dunia blog sebagai "pelampiasan" karena tak kunjung bisa menembus media massa. Berkali-kali ditolak, dari sekian lama mencoba ke berbagai media cetak nasional hanya dimuat di majalah Sahabat Pena. Blog jadi wadah tepat bagi saya tengah semangat-semangatnya menulis.

Semakin ke sini saya menyadari blog bukan media pelampiasan. Ini media serius yang dapat membawa pengelolanya ke level lebih tinggi dalam karir. Sudah banyak orang membuktikannya. Saya sendiri kemudian lebih fokus menghasilkan dolar AS dari blog, sebelum akhirnya memilih menjadi penulis bayaran sekaligus quiz hunter.

Apapun tujuannya, orang yang serius dengan blognya mestilah menggunakan nama domain sendiri. Tapi memilih nama domain bukan perkara mudah. Bagi kalian yang bingung merangkai-rangkai nama maupun brand, berikut beberapa tips yang mudah-mudahan bermanfaat.

1.Utamakan memakai nama lengkap
Memakai nama lengkap sebagai nama domain merupakan cara terbaik untuk menunjukkan kalau blog tersebut benar-benar merepresentasikan diri kita di dunia maya. Ini juga menunjukkan keseriusan kita dalam mengurus blog. Baik-buruknya blog tersebut menjadi pertaruhan nama baik kita.

Bagaimana kalau nama lengkap terlalu panjang sehingga susah diingat? Misalnya Muhammad Herlambang Eko Nurhuda, yang kalau dipakai semua untuk nama domain menjadi muhammadherlambangekonurhuda.com. Alangkah panjangnya. Untuk nama yang terdiri dari tiga kata atau bahkan lebih begini, nasihat ini tidak berlaku. Silakan lihat tips-tips berikutnya.

2.Gunakan salah satu nama
Ini berlaku baik bagi yang (maaf) namanya pasaran -- seperti saya -- sehingga ketika hendak membeli nama domain dari nama lengkap sudah tidak tersedia, maupun bagi yang nama lengkapnya terlalu panjang. Kenapa tidak menggunakan salah satu bagian dari nama lengkap?

Misalnya memakai nama depan. Biasanya nama depan lebih pendek sehingga kemungkinannya akan lebih mudah diingat pengunjung jika digunakan sebagai nama domain. Contohnya Rodame.com milik Kak Rodame Napitupulu.

Kalau ternyata nama depanmu panjang atau susah dilafalkan, gunakan nama tengah atau nama belakang. Bisa juga nama depan disingkat lalu disambung nama belakang, seperti YSalma.com. Seorang blogger kenalan saya menggunakan marga Nias-nya sebagai nama domain. Kebetulan pula marganya hanya terdiri dari tiga suku kata sehingga mudah diingat.

3.Gunakan nickname atau nama pena
Kalau ternyata poin-poin di atas tidak bisa diikuti, memakai nickname atau nama pena bisa jadi alternatif bagus. Syaratnya, nama tersebut benar-benar merepresentasikan diri kita. Maksudnya, kita sudah begitu dikenal dengan nama alias tersebut di lingkungan pergaulan. Contohnya BelalangCerewet.com milik Mas Isnaini Khomarudin atau yang lebih dikenal sebagai Rudi G. Aswan.

4.Gabungkan nama panggilan dengan kata lain
Kalau tips pertama sampai nomor tiga tidak berhasil, coba gunakan tips yang satu ini. Ya, gabungkan saja nama depan atau nama panggilan kita dengan kata lain sehingga membentuk satu nama unik. Misalnya saya, memilih panggilan "bung" yang familiar di kalangan kampus dan kos-kosan untuk digabungkan dengan Eko. Jadilah bungeko.com.

Contoh nama domain lain yang jadi inspirasi saya dalam membuat nama domain bungeko.com adalah TikaBanget.com, NonaDita.com, dan HakimTea.com.

5.Membuat kreasi baru dari nama
Masih menemui kendala juga? Kalau begitu kamu dituntut membuat frasa yang unik sebagai nama domain. Kreativitasmu harus benar-benar bebas agar dapat menciptakan nama domain yang sangat catchy.

Dulu ada seorang blogger memakai nama domain Gnupi.com. Tahu ini apa? Nama panggilan si blogger, Ipung, yang dibaca dari belakang alias dibalik. I-P-U-N-G jadi G-N-U-P-I.

Founder komunitas Blogger Pekalongan tak kalah kreatif. Namanya Inayah, dan dia menggunakan nama domain Innnayah.com. Ya, diambil dari nama panggilannya tapi dengan huruf "n" tiga buah. Jadilah nama domain yang unik, meski tiap kali menyebut blognya ia biasa menambah keterangan, "n-nya tiga." :)

6.Jangan pernah memakai frasa nyeleneh
Dengan maksud membuat nama domain unik, terkadang kita terjebak memakai kata-kata nyeleneh. Ini memang tidak dilarang, tapi sedikit kurang menguntungkan bagi di masa mendatang. Akan ada saat di mana kita merasa malu menyebut nama domain tersebut ketika seseorang menanyakannya. Misalnya, sigantengeko.com atau dewipalingcantik.com.

Baca mengenai keunggulan menggunakan top level domain .net/.com di posting ini.

Sebagai tips tambahan, begitu menemukan nama domain yang pas sebaiknya segera beli. Setidaknya masukkan shopping cart meski belum bisa bayar saat itu juga. Jangan menunda-nunda, karena bisa jadi keesokan harinya nama domain tersebut sudah jadi milik orang lain.

Kalau orang tersebut hanya iseng membelinya selama setahun dan kemudian tidak diperpanjang, kabar baik. Tapi kalau ternyata nama domain itu dibeli selama lima tahun sekaligus dan diperpanjang otomatis?

Semoga bermanfaat!

Keunggulan Menggunakan Top Level Domain .net/.com sebagai Identitas Blog

$
0
0

PERNAH lihat tawaran content placement dengan fee menggiurkan, tapi tidak bisa ikut daftar karena kepentok syarat blog harus top level domain? Jangan habiskan waktu untuk menyesali diri. Segera ambil tindakan: beli nama domain! Sebab ada banyak sekali keunggulan menggunakan top level domain untuk blogmu.

"Halo. Saya sedang membutuhkan banyak blog untuk campaign sebuah situs belanja online. Artikel disediakan, blogger tinggal publish. Fee Rp1.000.000,- dipotong pajak. Syarat: top level domain, DA minimal 35.
Pendaftaran: https://goo.gl/S3ND1R1"

Saya termasuk beruntung. Ketika pertama kali mencoba mencari uang dengan blog pada akhir 2007, top level domain tak menjadi isu penting. Saya tetap bisa mendapat job dan menghasilkan fee yang lumayan dalam bentuk dolar meski mengandalkan blog di Blogger.com. Ya, blog-blog gratis dengan nama domain berakhirkan .blogspot.com itu.

Masa itu parameternya hanya pagerank. Semakin tinggi pagerank suatu blog, semakin mudah mendapatkan tawaran sponsored post atau sponsored review. Dan berkat kerajinan saya — atau malah karena kurang kerjaan ya? :) — meng-update blog dan blogwalking setiap hari, blog-blog yang saya kelola pagerank-nya bagus-bagus. Job demi job pun mengalir. Alhamdulillah.

Cerita lebih lengkap mengenai pengalaman pertama saya menghasilkan dolar dari internet bisa dibaca di sini.

Sampai suatu ketika ada satu kejadian yang membuat saya berubah pikiran dan merasa perlu mempunyai nama domain sendiri. Kejadian remeh sebenarnya. Seorang kawan lama yang saya ceritai tentang aktivitas saya ngeblog dan meraup dolar secara online merasa tertarik. Maklum, dua tahun lulus kuliah kawan saya ini menganggur.

Kira-kira begini percakapan kami waktu itu:

Kawan Lama: Jadi kamu nulis di blog terus dapet uang dari tulisan berbayar, gitu?
Saya: Yo'i.
Kawan Lama: Emang bisa nyampe berapa dapetnya sebulan?
Saya: Nggak banyak sih. Kisaran 200-200 dolar sebulan. Jelek-jeleknya 150 dolar.
Kawan Lama: Wuih, banyak itu! UMP sini aja nggak sampe sejuta.
Saya: Alhamdulillah. Lumayan untuk tambah-tambah jatah beli buku.
Kawan Lama: Ajarin dong. Aku juga maulah gitu. Nama blogmu apa?
Saya: (Nyebutin alamat blog pribadi yang masih berbuntut .blogspot.com)
Kawan Lama: Oke, nanti kalo pas ke warnet aku lihat-lihat blog.

Kira-kira sepekan berselang kami bertemu lagi. Saya dengan semangat bertanya apakah si kawan lama sudah berkunjung ke blog atau belum. Eh, jawabannya benar-benar membuat saya melongo macam kebo.

"Sorry, aku lupa alamat blogmu. Yang kuingat cuma blogspot-blogspot itu aja," jawabnya sambil cengengesan.

OMG!


Nama Domain sebagai Identitas Blog
Sejak itu saya berpikiran blog harus memakai nama domain sendiri. Ya, saya tidak memakai kata "seharusnya" melainkan "harus" di sini untuk menekankan bahwa ini penting bagi blogger. Terutama yang ingin karirnya di blogosphere awet.

Alasannya? Ada ratusan juta — bahkan mungkin menyentuh angka milyaran — situs dan blog di jagat internet saat ini. Menurut data Domain Name Industry Brief (DNIB) yang dilansir Verisign.com, pada Kuartal II tahun 2016 ini saja ada 334,6 juta registrasi nama domain baru di seluruh dunia meliputi seluruh TLD.

Angka tersebut naik 2,4% dari kuartal pertama. Dari jumlah sebanyak itu, 8,6 juta di antaranya merupakan registrasi .com dan .net sebagai dua TLD global terpopuler.

Oya, itu belum ditambah dengan blog yang masih menggunakan nama domain gratisan seperti .blogspot.com atau .wordpress.com. Kalau semuanya di-grand total bisa jadi jumlahnya sebanyak bintang di langit dan pasir di pantai. Tak terhitung!


Bagaimana membuat orang dengan mudah mengenali blog kita? Jawabannya, nama domain.

Apa yang dialami kawan lama saya sebenarnya pernah saya alami juga di awal-awal belajar ngeblog. Thanks to Google dulu saya banyak menemui blog-blog bagus yang isinya sangat membantu saya dalam mengembangkan blog. Sayang, karena kebanyakan blog tersebut menggunakan alamat asli dari Blogger saya kesulitan mengingatnya satu demi satu. Tak ingat maka tak bisa berkunjung lagi.

Hal seperti ini tidak akan terjadi jika seandainya blog-blog itu menggunakan nama domain sendiri. Alamat URL asli dari Blogger.com maupun WordPress.com tidak ideal. Terlalu panjang. Kebanyakan orang bakal sulit mengingat alamat URL yang panjang. Sementara embel-embel .blogspot.com dan .wordpress.com juga digunakan oleh puluhan juta pengguna lain. Ini semakin mempersulit orang untuk mengingat alamat blog kita karena mirip dengan alamat banyak blog lain.

Nah, di sinilah kita membutuhkan nama domain sendiri. Sebuah top level domain (TLD). Nama domain yang paling sesuai dengan kita juga blog kita, dan dengan nama domain itulah pembaca mengenali serta mengingatnya. Dengan kata lain, nama domain berfungsi sebagai identitas blog sehingga hanya dengan mendengar namanya saja orang langsung teringat pada kita.

"Bungeko.com? Oh, itu Eko Nurhuda!" Kira-kira begitu.

Sebagai sebuah identitas nama domain membedakan blog kita dari sekian banyak blog sejenis yang ada di jagat maya, sehingga memudahkan pembaca mengingatnya. Dengan demikian kita tidak perlu takut kehilangan pembaca setia hanya gara-gara mereka lupa alamat URL blog.

Inilah keunggulan menggunakan top level domain yang paling utama: sebagai identitas blog. Karena berfungsi sebagai identitas blog, maka nama domain yang baik adalah yang langsung melekat di ingatan pengunjung sejak pertama kali mereka mendengarnya. Ini bisa didapat dengan memilih nama domain yang setidaknya memenuhi unsur: 1) pendek, 2) mewakili isi blog.


Google.com dan detik.com adalah contoh nama domain yang pendek. Hanya terdiri dari 5-6 huruf dan dua suku kata. Cukup sekali saja mendengar namanya, kita langsung mengingat situs-situs tersebut dengan mudah sehingga dapat berkunjung kembali. Memori manusia terbatas, sehingga orang cenderung lebih mudah mengingat nama yang pendek.

Lalu mengenai keterkaitan dengan konten blog, ini mutlak jika kita ingin menjadikan nama domain sebagai identitas blog. Bakalan tidak lucu kalau ada blog bertema parenting tapi nama domainnya GemarIkan.com. Dengan memilih nama domain yang sesuai dengan tema blog, kita dapat memperkuat branding blog di antara blog-blog sejenis. Branding yang kuat adalah kunci memenangkan persaingan ketat dalam meraih pengunjung.

Nama Domain untuk Blog
Saya pernah menulis tips memilih nama domain di posting sebelumnya, juga kiat memilih nama domain untuk blog personal. Silakan dibaca-baca sebagai referensi tambahan.

Mengapa Harus .com/.net?
Ini pertanyaan penting. Sebab tak jarang blogger lebih mementingkan nama domain tertentu dan mengesampingkan ekstensinya. Jadi begitu .com dan .net tidak tersedia, blogger ini pilih ekstensi lain yang terkadang tidak populer. Prinsipnya, yang penting nama domain idamannya bisa dipakai sebagai nama blog.

Kalau saya malah berprinsip sebaliknya. Prioritas saya adalah mendapatkan ekstensi .com, baru beralih ke .net jika tidak ada. Kalau masih juga tidak tersedia atau incaran saya itu tergolong domain premium, saya akan mengubah nama domainnya. Membuat variasi lain sampai saya dapatkan Dotcom atau setidak-tidaknya DotNet. Bukan memilih ekstensi lain.

Mengapa? Cukup dua saja pertimbangan saya.

1. TLD Paling Populer
TLD .com dan .net merupakan ekstensi paling populer di dunia. Paling banyak digunakan. Per 30 Juni 2016, DNIB mencatat jumlah pengguna .com sebanyak 127,5 juta dan pengguna .net sebanyak 15,8 juta. Selama kuartal II tahun 2016, terjadi penambahan registrasi domain .com dan .net sekitar 8,6 juta nama.

Bagi orang Indonesia sendiri, terutama pengguna awam, sudah tertanam dalam benak mereka kalau yang namanya situs itu pastilah berakhiran .com. Mereka sulit mengingat nama situs yang berakhiran selain .com. Itulah sebabnya setiap kali mencari nama domain baru prioritas saya adalah .com. #DotComForBlogging :)

Kalau benar-benar mentok tidak ada pilihan bagus dengan ekstensi .com, barulah saya beralih ke pilihan kedua: .net. Kembali mengutip data DNIB, tanpa memperhitungkan Country Code TLD atau TLD berbasis negara, ekstensi Dotnet merupakan TLD populer kedua di dunia.


Jadi, menggunakan nama domain berekstensi .com atau .net membuat blog kita lebih mudah diingat oleh banyak pengguna. Sedangkan dari sisi komersial, banyak agency lebih suka bekerja sama dengan blogger yang blognya memakai dua TLD populer ini.

2. Harga Lebih Murah
Sekalipun merupakan dua TLD paling populer, harga .com dan .net justru lebih murah dibanding ekstensi lain. Ini tentu jadi kabar baik bagi teman-teman yang belum memakai nama domain sendiri. Tidak perlu khawatir habis uang banyak untuk mengganti nama domain blog biar tambah keren.

Tak percaya? Coba kita intip harganya di DotComForMe. Situs satu ini boleh dibilang satu-satunya penyedia domain yang aktif mengampanyekan pentingnya penggunaan .com bagi web, terutama web bisnis. Wajar, "com" pada TLD .com berasal dari kata "commerce" yang berarti perdagangan.

Setelah berada di DotComForMe.com, klik menu "Beli Domain" yang ada di bagian atas halaman. Lalu keluar form untuk mengisi nama domain incaran kita. Saya coba masukkan "BeritaPemalang" dengan ekstensi .com alias BeritaPemalang.com, lalu klik tombol "Cek ketersediaan" berwarna oranye.

Voila!


Lihat sendiri, harga .com dan .net sebesar Rp100.000 per tahun. Kalau dalam setahun ada 365 hari, kita hanya perlu membayar Rp273,97 sehari. Dikalikan 30 hari, angkanya jadi Rp8.219,17 sebulan. Murah sekali!

Kalau kita bisa beli paket internet Rp100.000 per bulan, masa iya bayar Rp100.000 setahun untuk nama domain tidak bisa?

Keunggulan Menggunakan Top Level Domain .net/.com
Seperti saya singgung di awal, saya beruntung dulu tak perlu dipusingkan dengan nama domain dan TLD saat menjajaki dunia blogging. Januari 2008, bulan pertama mendapat penghasilan online dari blog, saya meraup total sebesar $165,5. Dolar setara Rp9.000 ketika itu, jadi uang tersebut bernilai Rp1.489.500. Lebih besar dari upah minimum provinsi DI Yogyakarta yang tidak sampai Rp 1 juta.

Dan semua itu saya hasilkan dengan blog gratis! Blog yang alamatnya masih berbuntut .blogspot.com. Tapi setelah banyak teman lupa alamat blog saya, tanpa pikir panjang saya kemudian mendaftarkan nama domain sendiri. TLD pilihan saya tentu saja .com, sebab itulah yang paling familiar bagi saya.

Tak lama setelah menggunakan nama domain sendiri, saya rasakan ada beberapa perubahan yang terjadi. Bagi saya ini adalah keunggulan menggunakan top level domain .net/.com yang sangat menguntungkan. Apa saja?

1. Alamat Blog Lebih Mudah Diingat
Ini perubahan yang paling terlihat. Memakai nama domain baru yang disesuaikan dengan nama saya, teman-teman jadi lebih mudah mengingat blog saya. Mereka pun dapat dengan mudah mengunjungi blog tersebut secara berkala. Ini artinya, saya punya pembaca setia yang datang berkunjung tiap kali ada posting baru.

2. Blog Terlihat Lebih Keren
Parameter keren memang berbeda-beda. Tapi untuk blog personal, memakai nama domain sendiri itu keren sekali. Bayangkan, seorang yang bukan siapa-siapa seperti saya bisa punya blog beralamat .com seperti halnya korporasi besar semisal Amazon.com atau eBay.com. Keren, bukan? Hihihihi.


3. Lebih Dilirik Pengiklan
Dulu, blog saya sempat dilirik sejumlah pengiklan. Nilainya hanya US$2 sebulan per banner iklan sih, tapi itu menunjukkan kalau dengan TLD blog saya lebih dilirik untuk kerja sama. Kini, alhamdulillah, sudah banyak brand besar yang mempercayai bungeko.com untuk keperluan promosi.

Kalau kamu berniat menjadikan blog sebagai personal branding, atau membuat portofolio online, memakai TLD adalah pilihan wajib. Tak bisa ditawar. Buat calon mitra dan calon pemberi proyek terkesan dengan blogmu. Kesan pertama yang menggoda bakal menghadirkan kegembiran bagimu.

4. Lebih Diakui sebagai Blogger
Hanya selisih Rp100.000 setahun, status seorang blogger bisa berbeda jauh antara yang memakai domain gratis dengan TLD berbayar. Kenapa? Sebab dengan menggunakan top level domain kita terlihat lebih serius sebagai seorang blogger. Kita akan lebih diakui dalam komunitas blogger.

*****

Kalau blogmu masih memakai subdomain .blogspot.com maupun .wordpress.com, segeralah beli nama domain sendiri. Jangan khawatir bakal keluar uang banyak, domain itu nggak mahal kok. Cukup Rp100.000 setahun, lalu lakukan custom domain di Blogger.com yang gratis tis atau manfaatkan fitur mapping domain di WordPress.com.

Jangan lupa, ketika mencari nama domain prioritaskan ekstensi .com. Kalau nama idamanmu tidak tersedia, jadilah kreatif dengan mengotak-atik berbagai kata sampai mendapatkan .com yang sebisa mungkin pendek dan berkaitan dengan tema blog. Pokoknya harus dapat .com dulu.

Kalau sudah benar-benar mentok, barulah alihkan pencarian ke .net. Dengan hanya memilih dua ini, rasakan berbagai keunggulan menggunakan top level domain .net/.com bagi blogmu.

Semoga bermanfaat!



Ilustrasi:
Gambar 1: https://blog.verisign.com/domain-names/top-10-trending-keywords-in-com-net-registrations-in-september-2/
Gambar 2: http://jhrees.com/?p=352
Gambar 3: Screenshot https://www.verisign.com/en_US/domain-names/dnib/index.xhtml
Gambar 4: http://indianexpress.com/article/business/companies/google-nears-tax-settlement-with-indonesian-government-sources-4391399/
Gambar 5: Screenshot https://www.verisign.com/en_US/domain-names/dnib/index.xhtml
Gambar 6: Screenshot https://client.dotcomforme.com/cart.php/?a=add&domain=register
Gambar 6: Screenshot mailbox saya :)

Jadi Super Blogger dengan Laptop Hybrid Acer Switch Alpha 12

$
0
0

PETER Benjamin Parker awalnya cuma seorang mahasiswa culun bin lugu. Berkaca mata, potongan rambut belah pinggir, dandanan biasa banget, ditambah mudah grogi terlebih bila berhadapan dengan gadis pujaannya, Peter bukanlah tipe cowok idaman. Tapi semuanya berubah gara-gara satu insiden kecil: Peter digigit laba-laba!

Sejak itu Peter menjelma jadi seorang pemuda dengan kekuatan lebih, kekuatan super. Tangannya dapat mengeluarkan jejaring halus namun liat seperti laba-laba. Ia bisa memanjat dinding semudah cicak, juga melompat tinggi sekali seolah-olah tubuhnya hanyalah segumpal kapas.

"With great power there must also come great responsibility," demikian pesan Paman Ben sebelum meninggal. Pesan yang menyadarkan Peter bahwa kekuatan super yang ia miliki bukan untuk dirinya sendiri.

Super power tersebut memberinya peran lebih. Ia bukan lagi sekedar mahasiswa biasa yang tinggal bersama Bibi May nan renta. Ia dapat berubah menjadi pahlawan super berpakaian laba-laba, menangkap penjahat kota, sampai mengalahkan musuh-musuh tangguh.

Karena Peter menyembunyikan identitasnya sebagai si Manusia Laba-Laba, tak ada yang menyangka jika mahasiswa culun itulah sang super hero kebanggaan warga kota New York. Ia bisa saja tertinggal bus jemputan kampus di pagi hari, lalu dalam sekejap berubah menjadi Spiderman yang melenting lincah dari satu gedung ke gedung lain mengejar penjahat.


Peran Peter bertambah karena ia masih harus bekerja mencari uang. Ia pernah jadi pengantar pizza, sebelum akhirnya diterima sebagai fotografer lepas di harian Daily Bugle. Lucunya, Peter berhasil memikat perhatian J. Jonah Jameson sang bos besar Daily Bugle dengan menyodorkan foto-foto Spiderman hasil bidikannya.

Bayangkan betapa sibuknya seorang Peter Parker. Ia adalah Spiderman yang sehari-harinya berstatus mahasiswa, pengantar pizza yang diupah berdasarkan jumlah hantaran, serta bekerja sambilan sebagai fotografer lepas. Mary Jane Watson harusnya dapat memaklumi jika Peter sampai terlambat menyaksikan pementasan teater malam itu.

Blogger + Video Maker + Fan Sepakbola
Rasanya bakal banyak yang bilang "maksa banget sih," tapi saya kok merasa mirip dengan Peter Parker. Okelah, saya memang tidak bisa berubah jadi Manusia Laba-Laba ataupun Manusia Harimau. Tapi beragam peran yang harus dijalankan sekaligus dalam kehidupan sehari-hari, disitulah kesamaan saya dengan Peter.

Selain rambut belah pinggir sih. :)

Bicara profesi, saya adalah seorang penulis lepas dengan media blog sebagai senjata utama. Karenanya predikat blogger pun tersemat. Dari awalnya hanya menulis hal-hal bersifat remeh-temeh, blog saya kemudian menampung posting berbayar. Sponsored post istilah kerennya. Dari sinilah saya mendapatkan penghasilan.

Selain ngeblog saya juga menulis di sejumlah situs sebagai content writer, dengan target sekian tulisan sehari, dibayar sekian rupiah sebulan. Lalu terkadang mengirim artikel di media dengan honor beberapa ratus ribu rupiah. Lumayan.

Seiring dengan perubahan kebiasan audiens dunia maya, saya coba belajar membuat video. Orang lebih suka menyaksikan gambar bergerak ketimbang membaca teks. Video bakal menggeser artikel. The Guardian melaporkan, konten video diprediksi mencapai 69% dari semua lalu lintas internet di tahun 2017.


Saya tentu tak mau tertinggal. Saya harus bisa mengikuti perkembangan, dan ikut beralih ke konten video. Sebagai ajang praktek, saya mengelola channel YouTube dan secara reguler mengunggah 2-3 video sepekan. Embel-embel saya pun bertambah: video maker, sekalipun saya tambahi kata "amateur" di depannya karena memang masih tahap belajar.

Membuat video ini boleh dibilang hobi baru tapi lama. Sejak memegang handphone berkamera pada medio 2007, saya jadi gandrung merekam tiap kejadian unik yang ditemui. Sayangnya masa itu saya belum bisa beli komputer yang bisa untuk video editing, jadi kumpulan footage tersebut tak pernah diolah.

Sekalipun hobi, membuat video memberikan pemasukan tambahan bagi saya. Channel YouTube saya sudah menjadi partner Google. Video-video yang diunggah di sana menghasilkan sejumlah uang dari penayangan iklan Google AdSense. Belum banyak sih, tapi sudah membuat saya bolak-balik mencairkan kiriman Western Union ke kantor pos.

Nah, yang murni hobi adalah menonton sepakbola. Saya pendukung klub Liverpool FC yang bertanding di Liga Inggris. Setiap akhir pekan saya menyempatkan diri nonton bareng (nobar) dengan teman-teman sesama penggemar LFC di Pemalang. Kalau tidak ada nobar saya nonton secara live streaming di rumah pakai laptop Acer kesayangan.

Kecintaan saya pada Liverpool FC jangan ditanya. Saya berangkat ke Jakarta sewaktu klub asal Kota Liverpool ini bertanding melawan tim Indonesia XI di Stadion Gelora Bung Karno, Juni 2013 lalu. Saya nyaris berangkat ke Kuala Lumpur tahun lalu juga untuk menonton Liverpool secara langsung. Impian terbesar saya adalah terbang ke Inggris dan menyaksikan Si Merah bertanding di Stadion Anfield.


Saya sama sekali tak menghasilkan apa-apa dari aktivitas satu ini, kecuali kesenangan batin. Terlebih kalau Liverpool menang. Justru sebenarnya menghabiskan uang, baik untuk membayar tiket nobar maupun membeli beragam merchandise klub. Tapi namanya hobi ya mau bagaimana lagi. Iya, kan?

Blogger, content writer, menulis artikel untuk media, video maker atau sebutlah YouTuber, dan suporter Liverpool FC. Sudah sama kan dengan Peter Parker yang punya peran macam-macam?

Saling Melengkapi
Dari seabrek kegiatan tadi, ngeblog dan membuat video paling dominan dalam keseharian saya. Sekaligus yang selalu saya prioritaskan dengan urutan 1) blog, 2) video. Maklum, dari dua aktivitas inilah saya bisa mendapat uang.

Saya melihat keduanya saling melengkapi. Dengan menguasai skill pembuatan video, level saya sebagai blogger bakal meningkat. Konten di blog saya jadi lebih kaya. Selain teks dengan ilustrasi visual berupa gambar dan foto, juga ditambahi video yang melibatkan lebih banyak indera.

Misalnya ketika menceritakan betapa serunya liburan keluarga ke Bali pada Oktober lalu, saya tambahkan video dalam posting sehingga pembaca dapat ikut menyaksikan tempat-tempat yang saya kunjungi.


Menambahkan video pada posting membuat pembaca lebih lama berada di blog. Ini menguntungkan secara teknis, sebab artikel bersangkutan mendapat nilai lebih dari Google dan ditempatkan di posisi lebih baik dalam halaman hasil pencarian.

Namun demikian, sejatinya ini adalah dua kegiatan yang sama sekali berbeda lho. Menulis posting di blog dan membuat video sulit dijalankan beriringan. Keduanya sama-sama membutuhkan waktu dan effort luar biasa dalam penggarapannya. Kalau antrian penulisan posting panjang, saya tidak bisa menggarap video hari itu.

Demikian sebaliknya, kalau sudah asyik menggarap video saya tidak akan melongok blog. Bahkan sepulang dari Bali saya sempat berhari-hari tidak online karena antrian pembuatan video sangat panjang. Setelah punya stok video, barulah saya beralih ke blog.

Karena sama-sama butuh waktu dan effort besar, saya dituntut pandai mengatur ritme agar tetap dapat meng-update blog sembari rutin membuat video untuk YouTube. Selain itu, saya juga musti didukung oleh perangkat hebat yang mampu membantu mengerjakan semua pekerjaan tersebut.


Switchable Me!
Selama ini saya mengandalkan laptop Acer Aspire E1-422 untuk menulis dan mengedit video. Laptop ini sangat powerful kalau hanya untuk menulis dan ngeblog. Garap video? Masih bisa sih, tapi sebenarnya saya agak memaksa.

RAM 2 GB dan prosesor dual-core di Acer Aspire saya hanya memenuhi spesifikasi minimum Magix Movie Edit Pro 2016 yang saya pakai untuk mengedit video. Sudah beberapa bulan terakhir saya membayangkan punya laptop lebih oke. Laptop dengan kemampuan super sehingga membantu saya menjadi Super Blogger.

Berita baiknya, Acer belum lama ini meluncurkan laptop hybrid 2-in-1 Switch Alpa 12. Sesuai namanya, perangkat ini dapat digunakan dalam dua fungsi: laptop atau tablet. Bagian monitor dan bodinya dapat dipisah. Kalau tidak dipakai untuk mengetik, lepas saja monitornya dan Acer Switch Alpa 12 berubah jadi tablet.

Coba lihat sendiri pada foto di atas. Keren, kan?


Prosesor jempolan, RAM besar
Melongok ke spesifikasinya, Switch Alpa 12 seolah menjawab keinginan saya. Pilihan prosesor ada dua: Intel® Core™ i5-6200U dan Intel® Core™ i7-6500U, tinggal pilih mana yang sesuai budget kamu. Kalau kantong saya sih... :)

Intel Core i5 saja sudah melebihi ekspektasi saya yang hanya mengidam-idamkan seri i3. Saya sudah bisa membayangkan betapa mulusnya mengedit video dengan dukungan prosesor i5. Padahal dengan prosesor AMD E1-2500 di laptop Acer Aspire E1-422 yang saya pakai saat ini saja sudah bisa menghasilkan setidaknya tiga video sepekan.

Intel® Core™ i5 dan i7 generasi ke-6 pada Switch Alpha 12 menjamin perangkat ini memberikan performa tinggi. Dukungan teknologi Hyper-Threading memungkinkan kedua buah intinya bekerja dua kali lebih banyak dibanding prosesor dual-core standar. Dual-core rasa quad-core.

Coba simak video berikut untuk mengetahui bagaimana teknologi Hyper-Threading bekerja.


Teknologi Hyper-Threading membuat Switch Alpha 12 dapat menjalankan banyak aplikasi sekaligus dalam waktu bersamaan, tapi dengan konsumsi listrik lebih sedikit. Dan dijamin nggak bakal nge-lag lagi!

Untuk urusan RAM juga ada dua pilihan. Yang terkecil 4GB, dan pilihan kedua 8GB. Bagi saya, ambil yang 4GB pun sudah lebih dari cukup untuk menjalankan aplikasi olah video yang rakus memori. RAM selega ini bakal membuat preview video pada Magix Movie Edit Pro tampil tanpa putus-putus. Tambahan graphic cardIntel® HD Graphics 520 membuat saya makin mupeng. Nabung, nabung...


Monitor jernih dan nyaman di mata
Mengedit video itu nggak sebentar lho. Untuk video berdurasi 5 menit saja setidaknya saya butuh waktu antara 2-3 jam. Belum termasuk rendering. Semakin panjang durasi video, terlebih bila footage-nya banyak, tambah lama pulalah waktu yang dibutuhkan.

Terlalu lama menatap monitor membuat mata tidak nyaman. Tapi itu tidak akan saya alami kalau memakai Acer Switch Alpa 12. Monitornya dilengkapi fitur Acer BlueLight Shield untuk melindungi mata dari emisi cahaya biru yang dipancarkan monitor. Cahaya inilah penyebab mata cepat lelah dan kering.

Dengan lebar 12", monitor Switch Alpa memiliki resolusi tinggi, yakni QHD (2160 x 1440). Teknologi IPS yang digunakan membuat monitor memiliki area pandang lebih luas, tetap jernih dipandang dari sudut manapun, cocok sekali untuk menggarap video. Ketika digunakan sebagai tablet, monitornya sangat responsif pada sentuhan tangan dan dilengkapi fitur Multi Touch.


Transfer data secepat kilat
Bahan pembuatan video adalah footage yang direkam menggunakan kamera. Saya selalu membawa setidaknya tiga jenis kamera saat bepergian: kamera saku, action cam, dan handycam. Ini masih ditambah kamera smartphone sebagai perangkat cadangan. Kalau butuh voice over, saya merekamnya pakai mikrofon yang dihubungkan dengan digital voice recorder.

Agar dapat diedit dan disatukan jadi video yang enak ditonton, pertama-tama tentu saya harus memindahkan seluruh data tersebut ke laptop. Ukuran file-nya jangan ditanya. Besar-besar semua, Masbro. Soalnya saya selalu set kamera untuk merekam di resolusi high-definition (1920x720 piksel).

Namun itu tak jadi masalah bila menggunakan Switch Alpha 12. Laptop ini dibekali USB 3.1 Type-C. Ini USB versi terbaru yang dapat mentransfer data dengan kecepatan 5 Gbps. Artinya, saya dapat memindahkan satu folder berisi video berukuran 5 GB hanya dalam waktu sedetik. Wow!

Kelebihan lain USB 3.1 Type-C adalah port-nya bolak-balik sehingga memudahkan kita saat mencolokkannya ke laptop. Praktis, no ribet.


Harddisk terbaik
Masih urusan cepat-cepatan, Acer Switch Alpha 12 memakai harddisk tipe Solid State Drive (SSD). Memakai ini laptop lebih cepat menyala karena proses booting menggunakan SSD lebih cepat. Demikian pula loading program-program yang hendak dipakai, termasuk program video editing.

Tipe yang lebih murah dibekali SSD berkapasitas 256GB, sedangkan yang lebih mahal SSD-nya 512GB. Ini sebenarnya termasuk kecil, apalagi kalau laptop dipakai untuk menampung file-file video. Tapi saya yakin kita bisa menggantinya dengan harddisk berkapasitas lebih besar. Kalaupun tidak, pakai saja harddisk eksternal. Beres!


Tanpa kipas, tidak berisik
Semakin lama dipakai, laptop biasanya menjadi semakin panas. Kalau panasnya terlalu tinggi (overheat), laptop bisa hang lalu error dan seringkali mati sendiri. Karenanya saya selalu memakai kipas pendingin yang diletakkan di bawah laptop. Berisik? Jangan ditanya.

Mengatasi hal tersebut, Acer Switch Alpha 12 memakai teknologi pendingin yang dinamai Acer LiquidLoop. Tak ada kipas yang dipakai. Sebagai gantinya dipasang pipa-pipa kecil berisi cairan pendingin untuk menstabilkan suhu prosesor secara optimal.

Berkat teknologi ini, Switch Alpha 12 jadi notebook berprosesor Intel Core pertama yang tak memakai kipas. Karena tanpa kipas, laptop ini tidak mengeluarkan suara berisik saat digunakan. Ketiadaan kipas juga membuat konsumsi baterai lebih hemat, yang berarti laptop bisa hidup lebih lama.


Multifungsi
Bukan tanpa alasan Acer menamai Switch Alpha 12 sebagai laptop hybrid. Perangkat ini memang dirancang untuk memenuhi dua fungsi sekaligus, laptop dan tablet. Tergantung kebutuhan, kita dapat melepas monitor dari bagian bodi.

Saya sendiri kalau tidak sedang menggarap video atau menulis blog biasa menghabiskan waktu untuk browsing dan menonton YouTube. Kalau punya Switch Alpa 12, menonton video bakal puas sekali karena monitornya 12". Tablet yang selama ini saya pakai monitornya hanya 7".

Dengan resolusi QHD (2160 x 1440) dan teknologi IPS, mata saya bakal sangat dimanjakan oleh tampilan di layar. Alamat betah nonton YouTube nih. Hihihi.

Spesifikasi Acer Switch Alpha 12
Processor

● Intel® Core™ i5-6200U processor (3 MB L3 cache, up to 2.8 GHz)

● Intel® Core™ i7-6500U processor (4 MB L3 cache, up to 3.1 GHz)

OSWindows 10 Home 64-bit
Storage

● 256GB SSD

● 512GB SSD

Memory

● 4GB DDR3

● 8GB DDR3

GraphicIntel® HD Graphics 520
Connection

● Wifi 802.11a/b/g/n/ac

● Bluetooth® 4.0

Battery Capacity4,870 mAh / up to 8 hours
Display12″ IPS QHD (2160 x 1440) Multi Touch
Dimension292.1 (W) x 201.4 (D) x 15.85 (H) mm – pad and dock
Weight1.25 kg
Camera5 MP Camera
Port

● 1x USB 3.0

● 1x USB 3.1 Type C

● 1x Micro SD card slot

Color OptionsSilver


Jadi Super Blogger
Dulu di awal-awal saya ngeblog, blogger itu hanya menulis posting di blognya. Yang penting update secara rutin, kemudian sempatkan mengunjungi blog lain. Selesai.

Jaman sudah berbeda. Kini blogger juga dituntut menguasai sosial media. Biasanya job datang dalam bentuk paket, posting blog dan update sosmed. Nah, YouTube dengan konten videonya termasuk sosial media. Dan seperti diberitakan The Guardian, tahun depan konten video bakal lebih dominan di internet.

Di sini blogger lagi-lagi dituntut menguasai skill baru: video editing atau malah video producing. Ini skill yang tidak mudah, tapi sebenarnya tidak sulit jika mau serius belajar. Jika sudah menguasainya, maka semakin komplitlah kemampuan kita sebagai seorang blogger.

Menulis adalah kemampuan dasar seorang blogger. Tidak ada nilai lebih yang dapat kita tawarkan kalau hanya mengandalkan kemampuan menulis. Karenanya kita harus mengembangkan diri, menambah kemampuan dengan mempelajari skill baru. Saya sendiri sangat menyarankan agar teman-teman mulai mempelajari video editing.

Bayangkan ada blogger yang jago menulis, piawai buzzing memanfaatkan sosial media (setidaknya Facebook, Twitter, dan Instagram), serta mahir membuat video. Wah, saya tak akan segan-segan menyebutnya sebagai Super Blogger. Dan saya mau jadi seperti itu.

Dengan usaha yang tekun, doa yang khusyuk, serta dukungan perangkat keren seperti Acer Switch Alpha 12, saya yakin suatu saat dapat mencapai level tersebut. Allahumma amin.

Semoga bermanfaat!


Foto & Ilustrasi:
Foto 1: Olah gambar, foto dari www.acer.com
Foto 2: http://theredlist.com/wiki-2-24-224-267-view-fiction-profile-peter-parkermary-jane.html
Foto 3, 4: Dokumentasi pribadi
Foto 5: http://drenicapress.info/prezantohet-tableti-kompjuter-acer-switch-alpha-12/
Foto 6-11: Olah gambar, foto dari www.acer.com
Foto 12: https://www.engadget.com/2016/04/21/acers-switch-alpha-12-is-a-silent-liquid-cooled-hybrid-laptop/

Tips Traveling Sewaktu-waktu Tanpa Harus Cuti Panjang

$
0
0

DESEMBER! Akhir tahun! Sudah menyusun agenda liburan akhir tahun? Katanya sih ini waktu yang tepat untuk merencanakan liburan. Sebab perusahaan-perusahaan yang terkait dengan dunia traveling - maskapai penerbangan, hotel, restoran, travel agency - selalu memberi promo. Semacam year-end sale. Tapi, apakah liburan hanya dilakukan pada akhir tahun? Nggak dong.

Bagi yang sudah berkeluarga, akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk traveling bersama. Terlebih kalau anak-anak masih sekolah. Waktu luang jadi alasannya. Sekolah-sekolah biasa memberi cuti panjang jelang Natal dan Tahun Baru. Kira-kira satu-dua pekan. Lumayan kan untuk bepergian kemana gitu.

Sebenarnya bukan cuma soal menyesuaikan liburan sekolah. Para traveler keluarga ini memanfaatkan betul promo-promo akhir tahun demi menghemat pengeluaran. Coba hitung berapa budget liburan yang harus disiapkan sebuah keluarga terdiri dari ayah-ibu dan dua orang anak. Banyak deh pokoknya.

Karenanya berbagai diskon yang didapat dari promosi ini-itu akan sangat membantu sekali. Bayangkan kalau keluarga tersebut dapat menghemat sekian ratus ribu rupiah dari promo maskapai, lalu sekian ratus ribu rupiah lagi dari promo hotel, ditambah beberapa ratus ribu rupiah dari restoran. Kalau dikumpul-kumpulkan banyak juga yang bisa dihemat.

Itu buat traveler keluarga. Bagaimana dengan yang masih single?

Mustinya sih nggak perlu menunggu libur panjang ya. Sekalipun bekerja kantoran yang jadwalnya Monday to Friday, dengan jam kerja eight to four atau nine to five sehari, kamu tetap bisa liburan sewaktu-waktu kok. Tanpa perlu menunggu libur panjang atau ambil cuti akhir tahun.

Caranya? Manfaatkan weekend!

Liburan Panjang vs Liburan Terus
Sering kita berpikir traveling enak dan nyaman harus menunggu cuti panjang. Padahal tidak selalu begitu. Walau hanya dua hari, Sabtu dan Minggu, liburan akhir pekan dapat dimaksimalkan untuk refreshing dengan melakukan solo traveling ke destinasi-destinasi menarik di kota bahkan negara lain, tergantung budget yang tersedia.

Memang benar kita bisa pergi lebih jauh dan mengeksplore satu destinasi lebih lama kalau libur panjang. Tapi traveling menunggu waktu sangat luang berarti cuma bepergian satu-dua kali dalam setahun. Sedangkan kalau memanfaatkan weekend, kita bahkan dapat berwisata sepekan sekali.

Okelah, wisata tiap pekan bisa bikin boros kantong. Tapi setidaknya kita bisa liburan setiap bulan. Ini efeknya akan sangat bagus sekali bagi jiwa dan pikiran. Sudah tahu kan ada banyak sekali manfaat positif berlibur? Berikut beberapa di antaranya yang menurut saya paling penting:


1. Mengurangi stres
Apapun kesibukan kamu, sekali-kali sempatkanlah berlibur karena kegiatan menyenangkan ini bisa mengurasi stres. Sekuat apapun kamu, akan ada saatnya di mana kamu merasa tertekan. Entah oleh persoalan di kantor maupun masalah pribadi. Sebelum itu terjadi, pergilah ke tempat-tempat baru di luar sana dan nikmatilah.

Berlibur membuat pikiran dan tubuh terasa lebih segar. Kita juga merasa lebih bahagia. Semuanya berpangkal dari perasaan rileks selama berlibur. Bahkan sekedar bermalas-malasan di kamar hotel sekalipun membuat pikiranmu lepas dan bebas.

Penelitian yang dilakukan Mina Westman dan Dove Eden dari Departemen Psikologi Universitas Tel Aviv di Israel menemukan fakta ini: perasaan tertekan dalam diri 76 pegawai yang diteliti menurun signifikan setelah liburan.

2. Menjaga kecerdasan otak
Ini masih ada kaitannya dengan poin pertama. James Sands dari South Coast Institute for Applied Gerontology pernah meneliti 112 wanita berumur 65-92 tahun. Ia menemukan ada hubungan antara rutinitas hidup dengan menurunnya fungsi intelektual. Dengan kata lain, kalau kamu terus terjebak pada rutinitas, intelektualitasmu semakin lama semakin lemah.

Jadi, berlibur dan keluar dari rutinitas menjaga kecerdasan otakmu! Hal-hal baru yang ditemukan selama berlibur membuat otak kita terus aktif. Baik itu mempelajari rute menuju lokasi tempat wisata, mempelajari bahasa penduduk lokal, sampai mencicipi menu-menu baru.

3. Recharge energi
Melakukan itu-itu saja setiap hari membuat kamu bosan. Rutinitas yang berulang membuatmu tidak antusias mengerjakan sesuatu, mudah lelah, sampai munculnya perasaan khawatir dan takut. Lalu kamu merasa apa yang kamu kerjakan hanyalah sebuah kewajiban. Ujung-ujungnya semangat kendur. Pernah merasa demikian?

Obat paling mujarab mengatasi kebosanan adalah traveling. Berlibur membuat kamu istirahat dari rutinitas harian. Menikmati hal-hal baru di tempat baru, bertemu orang-orang yang sama sekali berbeda. Semua pengalaman tersebut menumbuhkan excitement luar biasa. Efeknya kamu akan merasa bergairah, lebih berenergi melakukan sesuatu.


4. Memperkaya batin
Pengalaman merupakan hal paling berharga yang akan kamu bawa pulang dari berlibur. Selama perjalanan kamu akan bertemu dengan orang-orang baru. Mulai dari teman sebangku di kereta, bus, atau pesawat, teman sekamar di dormitori, atau teman semeja di warung makan. Berkenalan, lalu saling bercerita tentang diri masing-masing.

Kamu juga akan berinteraksi dengan penduduk lokal, dengan budaya yang sangat berbeda dengan asal-usulmu. Akan ada banyak sekali hal-hal yang bisa kamu dapetkan dari orang-orang tersebut, termasuk cerita mengenai daerah yang tengah kamu kunjungi. Dan semua itu akan memperkaya batinmu.

5. Membuat lebih dewasa
Terkadang hal-hal tidak sesuai keinginan terjadi selama traveling. Jadwal penerbangan delay, kebingungan mencari moda transportasi di tempat tujuan, tersasar, bekal habis sebelum waktunya, sampai hal terburuk: jadi korban kriminalitas.

Saat itu terjadi, kamu hanya bisa mengandalkan dirimu seorang. Kamu akan belajar mengatasi persoalan-persoalan yang muncul, belajar lebih sabar, belajar menjaga emosi dan ketenangan. Pengalaman-pengalaman yang hanya bisa didapatkan dengan traveling ini akan membuatmu lebih matang, jauh lebih dewasa.

*****

Itulah lima dari sekian manfaat positif berlibur. Sebenarnya masih banyak lagi yang lain, tapi menurut saya lima poin itulah yang terpenting dari setiap perjalanan yang kita lakukan. Hal-hal lainnya adalah bonus.

Sebuah penelitian mengungkap kalau manfaat baik berlibur bertahan dalam diri kita selama setidaknya 2-3 pekan sekembali dari liburan. Nah, bayangkan kalau kita selalu berlibur setiap bulan. Itu artinya kita bakal terus-terusan merasa segar, bahagia, dan penuh energi sepanjang tahun. Siap-siap jadi Employee of the Year deh.


Traveling Sewaktu-waktu
Oke, mungkin ada yang berkomentar, "Memangnya liburan nggak pake duit apa? Traveling terus-terusan bisa bikin kantong jebol kali!" Benar sekali. Itulah sebabnya kita harus tahu tips-tips agar dapat tetap berlibur sewaktu-waktu tanpa menunggu cuti panjang, juga tidak membuat kantong bolong.

Traveling tak selalu berarti pengeluaran banyak. Semua bisa disesuaikan. Kalau dana liburan kita terbatas, ada banyak cara kok untuk menghemat budget. Sebenarnya justru gaya traveling kitalah yang seringkali membuat biaya jadi membengkak. Iya, kan?

Demikian pula dengan waktu liburan. Kita tidak selalu butuh waktu luang nan panjang untuk berlibur. Tinggal disesuaikan saja. Kalau ingin sering-sering berlibur, manfaatkanlah waktu yang ada: libur akhir pekan. Jangan salah, kalau tahu triknya liburan akhir pekan pun dapat berjalan menyenangkan dan berkualitas.

Untuk dapat traveling sewaktu-waktu tanpa harus cuti panjang, berikut beberapa tips sederhana dari saya:

1. Pilih destinasi yang cepat dijangkau
Ini kunci utamanya. Karena hanya punya waktu Sabtu-Minggu, kamu tentu tidak mau menghabiskan sebagian besar waktu liburan di perjalanan. Karenanya pilihlah destinasi yang dapat dijangkau dengan cepat. Tapi cepat dijangkau tidak berarti dekat ya. Bisa jadi di luar pulau bahkan luar negeri, yang penting kita dapat menjangkaunya dengan cepat.

Cepat dijangkau dalam bayangan saya adalah antara 2-4 dan paling lama 6 jam perjalanan. Lebih dari itu, lebih baik alihkan tujuan ke destinasi lain. Kamu tidak mau kelelahan di perjalanan panjang dan hanya sebentar menikmati objek wisata tujuanmu.


2. Kecil tapi komplit lebih baik
Masih soal destinasi, pilihlah kota-kota kecil tapi komplit wisatanya. Ini agar kamu dapat lebih maksimal dalam mengeksplorasi kota tersebut tanpa menghabiskan banyak waktu. Kalau perlu dalam liburan weekend itu kamu sudah selesai menjelajahi setiap sudut kota, sehingga pada kesempatan selanjutnya dapat memilih kota lain sebagai tujuan.

Jogja, Solo, Semarang, atau Palembang di Pulau Sumatera adalah contoh kota-kota yang kecil wilayahnya namun memiliki paket wisata komplit. Wisata sejarah, wisata budaya, wisata kuliner, sampai tempat-tempat yang lebih modern semuanya tersaji di empata kota tersebut. Tinggal pilih. Atau mau disambangi semua juga oke, kamu tidak butuh waktu berhari-hari untuk melakukannya.

3. Time is money
Weekend yang hanya dua hari membuat setiap detik waktu sangat berharga. Karenanya pertimbangkan benar-benar soal ini dalam merencanakan perjalananmu. Kamu harus bisa memaksimalkan hari-hari yang tersedia agar liburanmu maksimal nan berkualitas.

Masih ada kaitannya dengan poin pertama, demi menghemat waktu pilih moda transportasi tercepat. Kalau harga tiket pesawat dengan tiket kereta api hanya terpaut Rp100.000-150.000 dan selisih waktu tempuhnya banyak, pilihlah opsi pertama karena dapat menghemat banyak waktu. Kamu tentu tidak mau lebih banyak duduk di kereta atau bus ketimbang berfoto-foto selfie di tempat wisata.

4. Berangkat Jumat malam
Demi memaksimalkan waktu, berangkatlah pada Jumat malam. Kamu bisa mempersiapkan segala sesuatunya pada Kamis malam, dan membawa perlengkapan traveling saat berangkat kerja pada Jumat pagi. Begitu selesai pekerjaan di kantor jam 4-5 sore, kamu bisa langsung berangkat ke bandara, stasiun, atau terminal bus tanpa perlu kembali lagi ke rumah.

Poin ini terutama bagi kamu yang ingin bepergian menggunakan bus atau kereta api. Berangkatlah Jumat malam, habiskan sepanjang malam dengan tidur dalam perjalanan, sampai di kota tujuan sudah pagi. Sabtu pagi. Kamu bisa langsung memulai petualangan sekeluar dari terminal atau stasiun. Lumayan, hemat biaya menginap satu malam.


5. Manfaatkan promo dan diskon
Selain memaksimalkan waktu yang sempit, kamu tetap harus bisa menghemat budget. Tantangannya tetap sama, yaitu bagaimana caranya berlibur dengan biaya sesedikit mungkin tanpa mengurangi keasyikannya. Untuk itu harus ada yang dipangkas atau dikurangi, terutama biaya-biaya untuk pengeluaran yang sebenarnya bukan kebutuhan.

Salah satu cara berhemat adalah dengan memanfaatkan promo dan diskon. Jangan salah, sekalipun bukan peak season tetap ada kok promo dan diskon yang bisa kamu manfaatkan. Ada banyak situs yang seolah tak henti memberi diskon, terutama untuk booking tiket pesawat juga dan hotel.

Ambil contoh Saleduck.co.id. Situs ini menawarkan promo dan voucher diskon terbaik setiap hari dalam berbagai kategori, termasuk traveling. Di sini kamu bisa menemukan 576 promo menarik dari sekitar 72 mitra. Khusus di kategori Tiket, Paket Wisata dan Liburan, sejumlah jasa booking online terkenal ada dalam daftar.

Traveler sejati pasti kenal nama-nama ini: Expedia, PegiPegi.com, Travelio, Agoda, Tiket.com, Hotels.com, Zen Rooms, NusaTrip, sampai yang kurang familiar di telinga semacam Padiciti.com, Yatra, Tripsta, HomeAway, GoIndonesia, dan Ctrip. Ada pula maskapai penerbangan sekelas Air Asia, Qatar Airways, dan Etihad.

Saat saya iseng membuka situs Saleduck, terdapat promo-promo menggiurkan yang rasanya sayang dilewatkan. Bagi yang sedang mencari tiket dan paket tour murah, Expedia menawarkan diskon hingga 70% yang bisa kamu dapatkan jika memesan melalui Saleduck. Cari tiket murah ke Bali? Padiciti menawarkan tiket pesawat murah mulai dari Rp400.000 bagi member Saleduck. Ada juga penawaran hotel murah di Tokyo dari HomeAway, harga mulai dari Rp100.000-an semalam!

Kabar baiknya, Saleduck memberikan kode-kode promosi, potongan harga, dan diskon sepanjang tahun. Ini berarti kamu selalu bisa memperoleh potongan harga tiket pesawat maupun mendapat voucher diskon hotel penginapan murah sewaktu-waktu, tanpa menunggu liburan panjang atau peak season.

Asyiknya!


6. Jangan lupa ijin bos
Ini tak kalah penting terutama bagi pekerja kantoran. Sekalipun kamu libur saat weekend, di luar hari kerja, bukan berarti kamu bisa melenggang tanpa sepengetahuan bos. Sebaliknya berkomunikasilah dengan bos, beritahu kemana kamu akan pergi dan kapan kembali masuk kantor. Kalau perlu berikan nomor hape atau alamat email kepada bos.

Wah, mau liburan kok masih ngurusi pekerjaan sih? Ada yang bertanya begitu?

Justru di sinilah pentingnya. Kalau bos tahu kamu ingin berlibur, ia tak akan mengganggumu dengan urusan kantor. Ia tahu kamu butuh refreshing dan tak ingin diganggu selama liburan. Kamu dapat berlibur lebih tenang, tanpa rasa was-was mendadak ditelepon bos dan ditanya ini-itu terkait pekerjaan.

*****

Menurut teori ada tiga kebutuhan yang akan terus kita butuhkan sampai ajal menjelang. Ketiganya adalah makanan (food), pakaian (fashion), dan hiburan (fun). Karena bersifat kebutuhan, tentu saja kita musti memenuhinya sebagaimana kita makan saat merasa lapar dan minum ketika haus.

Jangan pernah abaikan pentingnya berlibur, sebab efeknya sangat baik sekali bagi perkembangan jiwa. Seperti bunyi sebuah quote, "Travel is the only thing you buy that makes you richer." Berlibur adalah satu-satunya hal di dunia ini yang membuat kita lebih kaya setelah membelinya. Kaya hati, kaya pengalaman.

Ingat pula kutipan lain yang tak kalah terkenal ini.

"Travel while you're young and able. Don't worry about the money, just make it work. Experience is far more valuable than money will ever be."

Jadi, berliburlah selagi masih muda dan mampu. Bukan mampu secara finansial, sebab traveling tidak selalu berarti mengeluarkan uang banyak. Justru dengan sering liburan kita akan menjadi lebih kaya. Pengalaman-pengalaman yang kita temui selama berwisata jauh lebih berharga ketimbang uang atau barang-barang termahal di dunia sekalipun.

Itulah dia tips traveling sewaktu-waktu tanpa harus cuti panjang. Semoga bermanfaat!


Foto & Ilustrasi:
Foto 1: http://argumenti.ge/2016/07/
Foto 2: http://www.huffingtonpost.com/entry/solo-travel-stories_us_57309787e4b0bc9cb0475145
Foto 3: http://www.travelplusvacation.com/5-reasons-traveling-solo-without-plan-good-idea/
Foto 4: http://onlinetravelconsultant.com/wp-images/Dollarphotoclub_70794383.jpg
Foto 5: Dokumentasi pribadi
Ilustrasi 1 & 2: Screenshot Saleduck.co.id

Olahraga Pagi di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta

$
0
0

OKE, ini cerita lama. Sudah beberapa pekan lalu, tapi yakinlah cerita ini masih enak dibaca. Hehehe. Jadi, ceritanya saya berkesempatan "mencicipi" kemegahan Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta. Itu lho, terminal baru yang super megah itu. Katanya sih sebelas-dua belas sama Bandara Changi. Katanya...

Kesempatan terbang dari Terminal 3 Ultimate saya dapat berkat memenangkan lomba blog Sunpride di bulan Ramadhan lalu. Dua pemenang lomba tersebut, which is saya dan Teteh Lingga Permesti, diajak mengunjungi kebun buah PT Nusantara Tropical Farm di Lampung. Tentu saja naik pesawat, nggak mungkin disuruh naik bus.

Singkat cerita, setelah saling kontak dengan tiga orang berbeda dari Sunpride, saya mendapat tiket dan boarding pass untuk penerbangan di hari H: 24 Agustus 2016. Begitu buka email saya kaget campur senang. Tiket Garuda Indonesia, yeay!

Sebut saya norak, silakan saja. Tapi terbang bersama Garuda Indonesia sudah jadi obsesi saya sejak lama. Alasannya, saya supporter Liverpool FC. Lho, apa hubungannya? Ya karena Garuda pernah jadi sponsor LFC, saya jadi mencari tahu lebih banyak tentang maskapai satu ini. Mungkin teman-teman sesama fan LFC melakukan hal sama.

Kesimpulan saya, maskapai penerbangan satu ini luar biasa! Ya, kesimpulan yang telat banget karena Garuda Indonesia sudah sejak lama diakui sebagai yang terbaik di Indonesia. Di level dunia juga. Penghargaan World's Best Airline Cabin Crew yang diraih tiga tahun berturut-turut sejak 2013 membuktikan hal tersebut.

Tak perlulah saya jelaskan panjang lebar bagaimana keren dan hebatnya Garuda Indonesia. Dari harga tiket saja sudah ketahuan kok. Dan, seringkali faktor harga ini pula yang membuat saya menghindari GIA setiap kali mencari tiket pesawat. Terutama pas mau mudik ke Jambi bareng anak-istri. Padahal sebenarnya pengen sekali.

Saking pengennya naik Garuda, saya selalu booking tiket Citilink tiap kali mudik ke Jambi. Paling tidak bisa ngerasain"aroma" Garuda. Sebab di bawah nama Citilink yang ada di bodi pesawat terdapat tulisan dan logo Garuda Indonesia. Selain itu, Citilink punya promo diskon 25% untuk anak-anak. Wah, sangat membantu sekali buat bapak beranak dua ini.

Di Bandara Sultan Thaha sewaktu mudik lebaran ke Jambi di pertengahan tahun 2014. Naiknya Citilink, tapi sudah serasa naik Garuda Indonesia. Hehehe...

Lalu sewaktu mudik pada November 2015, adik bungsu saya yang kuliah di Institut Pertanian Bogor pamer, "Adik tadi naik Garuda." Terus dia ceritakan kelebihan-kelebihan Garuda yang tidak dipunyai maskapai lain. Bikin iri!

Demikianlah. Begitu tahu Sunpride membelikan tiket Garuda Indonesia untuk penerbangan ke dan dari Lampung, saya kontan menarik napas. "Wow, tiketnya Garuda!" teriak saya ke istri yang sedang menghitung pengeluaran hari itu.

Norak? Iya!

Tertahan di Gerbang Tol
Selain faktor maskapai, satu lagi yang membuat saya excite banget dengan trip bersama Sunpride adalah fakta kalau Garuda Indonesia terbangnya dari Terminal 3 Ultimate. Wuih, saya sudah ingin sekali ke terminal ini sejak teman-teman blogger yang diundang pada acara soft launching"pamer" di sosial media.

Dari foto-foto yang dibagikan kawan-kawan blogger saat itu, terlihat sekali perbedaan arsitektur Terminal 3 dengan dua terminal lama. Terkesan futuristik. Kaca-kacanya lebarnya nan transparan membuat terminal ini terkesan lega. Dan, sesungguhnya bukan cuma kesan, karena Terminal 3 Ultimate benar-benar lega alias luaaaaas sekali.

Sunpride mengambil penerbangan Jakarta-Lampung paling pagi, pukul 05.10 WIB. Saya yang sudah berada di Jakarta sejak 23 Agustus malam berencana berangkat ke bandara jam setengah empat. Tapi rencana tersebut meleset. Tanggal 24 Agustus pagi di jam itu saya malah baru terbangun. Padahal masih harus ke Slipi untuk mencari taksi.

Sesampainya di Slipi, diantar adik, dapat taksi yang pengemudinya sudah berumur pula. Pemandangan si Bapak sudah tidak jernih sehingga tidak dapat melajukan mobilnya lebih kencang. Lalu sempat ada insiden di pintu tol Cengkareng. Dengan pertimbangan antrian lebih pendek, bahkan cenderung lengang, saya sarankan Pak Sopir untuk memilih gerbang tol otomatis sembari menyodorkan kartu Indomaret Card.

Eh, bukannya lebih cepat, kami malah tertahan di pintu tol karena mesin pemindai mati. Pak Sopir sudah melakukan tugasnya dengan baik, yakni menempelkan kartu Indomaret Card saya di mesin. Lampu indikator gerbang tol juga sudah menyala hijau. Tapi cuma sekedipan mata, untuk kemudian menjadi merah lagi. Tak ada struk keluar, penghalang gerbang tol tak mengangkat, sehingga kami tertahan.

Si Bapak mencoba 2-3 kali lagi. Hasilnya sama. Entah apakah saldo Indomaret Card saya terpotong sebanyak 3-4 kali atau tidak, yang jelas kami tetap tak bisa melewati gerbang tersebut. Pak Sopir memundurkan mobilnya, berusaha menuju ke gerbang manual. Tapi deretan mobil yang sudah berada di jalur gerbang tol otomatis membuat mobil tak bisa mundur lebih jauh.

Parade klakson sontak terjadi. Khas Jakarta. Saling sahut-menyahut, meminta kami minggir dari jalur. Seorang penjaga pintu tol manual mendatangi kami dan bertanya apa yang terjadi. Si Bapak menjawab seperlunya.

Karena datang mepet waktu penerbangan, saya nggak sempat selfie cantik seperti ini, Hiks. Foto: Lingga Permesti

"Saldonya habis kali, Pak," kata si petugas pintu tol.

Saya yang menjawab dari dalam, tanpa menurunkan kaca pintu belakang. "Nggak, kok, saldonya masih banyak." Ya, saldonya kalau cuma untuk bayar tol Cengkareng saja bisa bolak-balik belasan kali.

Dibantu petugas tol tersebut kami kemudian pindah ke gerbang otomatis satunya. Dan.... sukses! Ternyata gerbang sebelumnya memang tidak berfungsi. Saya lihat ada mobil lain yang juga tertahan seperti kami tadi.

Terminal Melelahkan
Sejak berangkat dari Pemalang saya sudah membayangkan bakal selfie-selfie cantik dulu di Terminal 3 Ultimate sebelum boarding. Tapi karena bangun kesiangan dari jadwal, ditambah insiden di gerbang tol otomatis di atas membuat rencana tersebut batal. Terlebih lokasi Terminal 3 lebih jauh dari bandara lain.

Saya sampai di bandara jam setengah lima lewat. Hanya punya waktu kurang-lebih setengah jam untuk check in dan kemudian boarding. So, jangankan untuk selfie-selfie cantik, merekam video-pun asal-asalan. Sembari jalan saja karena benar-benar running out of time.

Di pintu masuk saja sudah antri. Sampai di dalam saya celingak-celinguk mencari letak loket check in. Wuih, jaraknya dengan gerbang tempat saya masuk ternyata lumayan jauh. Sudah itu saya salah masuk konter. Karena antriannya lebih pendek, saya berbaris di konter yang ternyata khusus member Garuda Miles. Aduh, Mak! Hahaha...

Check in juga butuh waktu tidak sebentar. Antriannya kira-kira membutuhkan waktu 6-7 menit. Lalu kembali celingak-celinguk mencari gate untuk boarding yang ternyata harus jalan lagi lumayan jauh, turun satu lantai ke bawah. Tapi itu belum seberapa, sebab penumpang ke Bandar Lampung berangkat dari Gate 15. Ini letaknya di ujung!

Saya tak sempat menghitung, tapi menurut Teh Lingga di post-nya ini jarak ke Gate 15 kira-kira satu kilometer. Waw! Ketika bertemu petugas Garuda yang mengecek calon penumpang di area ruang tunggu, rupanya penerbangan saya sudah boarding. Si Petugas saya dengar menyebut-nyebut nama saya di handie talkie yang ia pegang. Alhasil, saya pun jalan cepat menuju ke Gate 15.

Baru foto-foto setelah ada di dalam pesawat. Itupun yang difoto orang lain, hehehe...

Entah berapa menit berjalan cepat, akhirnya sampai juga di Gate 15. Pemandangan di sana membuat saya geleng-geleng kepala. Antrian panjang! Untunglah ternyata banyak calon penumpang yang salah antrian. Harusnya di barisan satunya karena beda jurusan, tapi ikut antri di barisan ke Bandar Lampung.

Oya, di post-nya Teh Lingga bercerita kalau hape saya mati. Sebenarnya bukan hapenya yang mati, tapi sinyalnya tidak ada. Itu sebabnya saya tidak tahu kalau Teh Lingga, Mbak Evrina Budiastuti, Mbak Ulan (admin sosial media Sunpride), dan Mas Deddy (person in charge) mengontak saya lewat chat dan call WhatsApp, juga telepon.

Saya baru tahu siapa saja teman-teman satu rombongan ke Lampung saat sudah duduk di dalam pesawat. Sewaktu saya menaruh tas ke bagasi, saya lihat mas-mas berkumis di kursi sebelah memandangi saya. Tapi ia baru bertanya setelah saya memasang sabuk pengaman.

"Mas Eko ya?" tanya Mas Deddy.

Saya mengiyakan. Di situlah saya baru tahu kalau ternyata sejak tadi banyak yang mencari-cari saya. Pasalnya, dari semua anggota rombongan cuma saya seorang yang tidak bisa dihubungi sehingga tidak diketahui di mana posisinya. Dari chat grup WhatsApp yang baru saya tahu sehari setelahnya, rupanya Mbak Ulan sudah memonitor seluruh peserta blogger dan sosial media sejak jam empat pagi.

Tak lama kemudian, Mbak Evrina, Teh Lingga, dan Mbak Ulan masuk pesawat. Saya langsung dapat pukulan gemas plus wajah kesal dari Mbak Evrina. Maafkan, saya sama sekali tidak tahu sudah membuat mereka kebingungan di ruang tunggu. Hihihi.

Oke, semua penumpang sudah masuk pesawat. Pilot sudah menyampaikan ucapan selamat datang. Waktunya terbang ke Bandar Lampung. Bye-bye, Terminal 3 Ultimate. Terima kasih sudah membuatku serasa berolahraga pagi itu.



Catatan: Foto paling atas hasil jepretan Teh Lingga Permesti (www.dunialingga.com).

Powerbank vs Hape Turbo Charging

$
0
0

HARI kedua Harbolnas 2016. Di saat orang-orang sudah memborong barang-barang incarannya, saya masih terjebak kebingungan klasik seorang blogger yang ingin eksis maksimal di jagat maya: beli powerbank atau smartphone baru dengan fitur turbo charging? Hmmm...

Pernah kehabisan baterai padahal acara yang diikuti belum selesai? Saya sering sekali mengalami seperti itu. Kejadian terbaru saat saya dan anak-istri mengikuti Tur Cokelat Bali bersama satu produsen susu, awal Oktober lalu. Selama lima hari empat malam berkeliling Bali, status saya di media sosial bisa dihitung dengan jari.

Padahal dalam tur tersebut ada kompetisi foto di media sosial dengan hadiah uang tunai. Jumlahnya lumayan untuk beli oleh-oleh. Apa boleh buat, karena hape lebih sering mati dalam perjalanan saya tak bisa aktif share. Yang ada late post, sebab saya baru bisa update begitu sampai di hotel menjelang tidur.

Kejadiannya selalu sama sejak hari pertama di Bali, baterai keburu habis di jalan. Begitu sampai di objek wisata yang dituju saya tidak bisa share karena hapenya mati. Mati gaya deh. Untungnya saya bawa kamera digital, jadi setiap momen berharga tetap dapat diabadikan untuk dibawa pulang.

Pengalaman lebih nyesek saya alami sewaktu tur dua hari dua malam di Palembang, Mei lalu. Pada hari kedua kami dijadwalkan ke Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil di tengah-tengah Sungai Musi. Saya sudah berencana membuat video. Sebelum keluar dari hotel hape saya charge penuh-penuh. Begitu juga dengan baterai kamera.

Baca juga:
- Jadi Turis di Kota Kelahiran Sendiri
- Menyeberangi Sungai Musi Menuju Pulau Kemaro

Awalnya semua berjalan sesuai rencana. Saya berhasil mengabadikan momen mulai dari sarapan mie celor di sebuah warung terkenal, lalu naik perahu ketek di kawasan Benteng Kuto Besak, sampai mendarat di Pulau Kemaro. Dasar rejeki. Baru juga merekam sebagian pulau, baterai kamera habis. Lalu hape menyusul drop. Kelar deh.

Itulah sebabnya saya tidak punya footage pagoda sembilan lantai di belakang Vihara Hok Tjing Rio. Padahal pagoda inilah landmark Pulau Kemaro. Vihara Hok Tjing Rio saja tidak semua direkam, padahal di bagian sampingnya ada satu pagoda kecil dan sebuah gerbang yang instagramable sekali.

Coba lihat video di bawah ini, rekaman saya berakhir saat masih berada di halaman depan vihara. Belum sampai pagoda sembilan lantai di belakangnya.


Powerbank, Solusi atau..?
Kehabisan baterai sewaktu mengikuti event juga pernah. Akhir Agustus lalu saya ikut dua event di Semarang, dan di kedua acara tersebut hape saya ngedrop. Alhasil, saya cuma bisa update di media sosial sampai pertengahan acara saja. Selebihnya blong karena hape menancap di stop kontak yang ada di pojok ruangan.

Itulah sebabnya saya lebih suka bepergian dengan kereta api kalau harus keluar kota. Alasan utamanya, di gerbong kereta tersedia stop kontak. Lalu di area ruang tunggu setiap stasiun juga disediakan fasilitas charging gratis. Nggak khawatir mati gaya karena begitu baterai lemah bisa di-charge.

Cuma memang, saya tidak selalu bisa naik kereta api. Misalnya ya pas tur sekeluarga ke Bali itu tadi. Atau sewaktu mengunjungi kebun buah di Lampung Timur, akhir Agustus lalu. Waktu itu saya malah membuat teman-teman seperjalanan khawatir karena menjelang take off tak kunjung bisa dikontak.

Chat dan telepon via WhatsApp, lalu SMS dan telepon, semuanya tidak dapat saya respon. Kenapa? Baterai low, dan saya tidak sempat charge di bandara karena harus buru-buru check in lalu mencari gate keberangkatan.

Kalau pas mengalami kejadian begitu saya spontan teringat powerbank. Saya sempat dua kali beli powerbank, dan dua-duanya sudah tidak bisa dipakai. Rusak semua. Sejak itu tidak pernah beli lagi, terlebih setelah membaca efek buruk powerbank pada hape.


Masa sih? Setidaknya begitu dari referensi yang saya baca. Beberapa poin dampak buruk yang mungkin timbul akibat pemakaian powerbank sepanjang ingatan saya adalah:

1. Baterai cepat aus
Semestinya smartphone dimatikan terlebih dahulu saat dicas. Saya pernah baca, sangat dianjurkan untuk mendiamkan dahulu hape yang dimatikan selama beberapa saat sebelum dicas. Tujuannya agar baterai dalam keadaan dingin ketika di-charge. Ini akan membuat baterai lebih awet.

Namun seringkali kita justru mengecas hape menggunakan powerbank sembari terus menggunakannya. Hal ini menyebabkan baterai panas terus-menerus, tidak dapat melakukan pengisian daya secara maksimal, dan lama-lama aus. Rusak deh.

2. Dapat merusak SIM card
Saya tidak paham apakah ini berkaitan dengan letak SIM card yang berdekatan dengan baterai atau tidak. Namun pengecasan terus-menerus tanpa henti menggunakan powerbank, sembari smartphone terus digunakan, dapat berefek buruk pada kartu SIM. Bisa rusak lho. Memang sih kita bisa minta ganti kartu baru dengan nomor yang sama, tapi data-data kontak yang tersimpan di dalamnya bakal hilang.

3. Hape bisa meledak/terbakar
Rasanya ini ada kaitannya dengan poin pertama. Baterai yang terus-menerus panas, dan terlalu panas, dapat meledak atau terbakar. Kalau sudah begitu, hape kita bisa ikut rusak dibuatnya. Sayang, bukan? Apalagi kalau hape tersebut merupakan perangkat andalan dalam bekerja.

Sebagai tambahan, baterai dalam powerbank sendiri dapat meledak apabila terus-menerus berada dalam temperatur tinggi. Hal ini bisa disebabkan leh setidaknya dua hal, yakni kualitas baterai rendah atau kesalahan rangkaian sirkuit di dalamnya.


Hape Turbo Charging
Kalau ingat tiga dampak buruk tersebut saya jadi enggan beli powerbank lagi. Memang ini opsi murah meriah, hanya dengan beberapa ratus ribu rupiah kita mendapat baterai cadangan 2.000-3.000 mAh. Kalau mau keluar uang lebih banyak bisa dapat powerbank berkualitas lebih bagus.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi saya rasa lebih baik membeli smartphone baru sekalian. Smartphone dengan kemampuan charging ekstra cepat sebagai solusi, sehingga baterainya tidak butuh waktu berjam-jam untuk dicas sampai penuh.

Normalnya, kita butuh waktu antara 3-4 jam untuk mengecas baterai berkapasitas standar 2.300 mAh sampai penuh. Dengan teknologi turbo charging, waktu pengisian bisa dipercepat menjadi hanya beberapa puluh menit saja. Itu artinya, kita bisa mengecas baterai sembari menunggu pesawat, menunggu kereta, atau sembari makan di warung, dan hape kembali bisa dipakai berjam-jam kemudian.

Kelebihan lain, tas tangan jadi lebih ringan tanpa membawa-bawa powerbank. Kalau biasanya dalam tas berisi hape, charger, ditambah powerbank bersama barang-barang pribadi lain, dengan berganti ke smartphone yang dilengkapi fitur turbo charging kita bisa tinggal powerbank di rumah.

Hape-hape keluaran terbaru sudah banyak yang menyediakan fitur turbo charging seperti ini. Salah satunya smartphone mewah besutan Polytron, Prime 7s. Kecepatan pengisian baterai jadi salah satu dari tujuh keunggulan yang ditawarkan Prime 7s. Bayangkan, cukup dengan mengecas selama 15 menit kita bisa memakai hape ini untuk menelepon selama 5 jam.

Yang membuat Prime 7s bisa mengisi baterai secara cepat adalah dayanya yang sebesar 9V 1.67A. Dengan daya sebesar ini, proses charging menjadi dua kali lebih cepat dari smartphone konvensional. Mengecas selama 40 menit saja sudah membuat baterainya yang berkapasitas 2.300 mAh terisi 75 persen.


Saya jadi ingat pengalaman kurang enak di Palembang. Sepulang dari Pulau Kemaro, saya dan teman-teman blogger lain diajak makan siang ke RM Pempek Pak Raden di Jl. Radial. Begitu hidangan makanan dan aneka pempek datang, teman-teman sibuk mengambil foto pakai smartphone dan kamera masing-masing. Untuk apa lagi kalau bukan share di media sosial?

Terus, saya? Cuma saya satu-satunya anggota rombongan yang sibuk mencari colokan listrik. Tanya ke pelayan yang mengantarkan pempek ke meja kami, akhirnya ketemu satu colokan yang tersembunyi di pojok ruangan.

Kira-kira satu jam kami makan, ngobrol-ngobrol, lalu dilanjut foto bersama. Saya berharap baterai hape sudah penuh, sehingga saya bisa share momen di RM Pempek Pak Raden sekalipun pempeknya sudah habis. Tapi rupanya daya yang terisi baru sedikit sekali. Hiks.

Andai waktu itu saya pakai hape dengan kemampuan turbo charging seperti Polytron Prime 7s, ngecas selama satu jam begitu pasti sudah full baterainya. Saya pun siap eksis lagi selepas makan siang hari itu. Hehehe...

"Oke, kalau sudah mantap mau beli hape dengan kemampuan turbo charging, ya sudah beli aja." Mungkin teman-teman bakal bilang begitu.

Nah, di situ masalahnya. Hape-hape begitu biasanya masuk kategori flagship, dan harganya kategori menengah ke atas. Polytron Prime 7s ini dibanderol Rp3.799.000. Mahal? Tidak ada kata mahal dalam kamus saya. Cuma yang sering terjadi sih uangnya belum ada. Jadi, kudu nabung dulu nih.

Sampai di sini saja. Semoga posting curcol ini bermanfaat. :)

Foto-Foto:
Foto 1: http://www.hardwarezone.com.sg/feature-5-tips-when-buying-portable-battery-pack-your-mobile-device
Foto 2: http://www.powerbanksindia.com/
Foto 3 & 4: rilis resmi Polytron Prime 7s
Viewing all 271 articles
Browse latest View live